Chapter 3. Jiwa yang Kosong

105 15 2
                                    

🍂🍂🍂

Dentum suara musik hingar bingar memekakkan telinga mengiringi puluhan bahkan mungkin ratusan manusia yang berlomba mengekspresikan hasrat liar mereka. Bola kristal warna warni yang tergantung di langit-langit ruangan tak mampu menerangi ruangan yang penuh sesak manusia, bercampur dengan aroma alkohol, rokok, dan aktivitas saling mencumbu.

Endra menatap nanar kumpulan orang-orang yang asik bergerak di lantai dansa. Jika bukan karena tunangannya begitu sibuk dengan pekerjaan dan membatalkan makan malam yang sudah mereka sepakati, mungkin dia tidak akan duduk di salah satu ruangan VIP klub malam tersebut. Jeremy memanfaatkan kekesalan hatinya untuk menyeretnya ke tempat itu.

"Mau tambah lagi, Bro?" tanya Jeremy sambil mengempaskan tubuhnya di samping Endra.

"Dari mana?" Endra balik bertanya. Dia meneguk cairan berwarna merah keemasan dalam gelas berkaki.

"Biasa, toilet," jawab Jeremy. Pria itu menyalakan sebatang rokok kemudian mengembuskan asap putih ke udara yang semakin pengap.

"Kenapa tuh muka kucel amat?" ledek Jeremy.

"Lagi pusing saja mikirin tunangan gue yang sibuk gak ada habisnya. Padahal gue perlu dia juga, kan. Kayanya gue bukan prioritas untuk dia," keluh Endra dengan raut kesal. 

Jeremy terkekeh mendengar curhatan Endra. Hanya pada Jeremy juga dia gampang berkeluh kesah. Mungkin karena mereka sudah lama bersama dan menjalani suka duka bersama saat kuliah di negeri orang.

"Gitulah resiko punya pasangan model terkenal. Kudu banyak mengalah sama keinginan dia. Kaya gak tahu aja. Emang sudah berapa lama gak ketemu?" tanya Jeremy lagi.

"Hampir dua minggu. Besok gue berangkat lagi ada kegiatan eksplor alam di daerah selatan," tukas Endra kemudian meneguk habis minumannya.

"Daerah mana tuh?" Jeremy mengernyit penasaran. 

Endra juga menyalakan sebatang rokok lalu mengisapnya dalam. Meskipun bukan seorang pecandu, namun pada saat tertentu Endra akan menikmati benda bernikotin tersebut. Terutama saat pikirannya sedang kalut.

"Hutan larangan Pekasan," jawabnya kemudian.

"Ngapain di sana?" Jeremy terkejut mendengar tujuan perjalanan sahabatnya itu. Dari desas desus beredar yang sampai di telinganya, hutan larangan Pekasan termasuk kawasan angker karena pernah terjadi pembunuhan seorang anak yang menjadi korban penculikan. Selain itu wilayah tersebut terkenal dengan binatang buas dan hal-hal berbau mistis.

"Gue mau eksplor air terjun Air Mata Bidadari yang sempat viral beberapa saat yang lalu. Kata orang tempatnya bagus. Akhir-akhir ini gue juga merasakan panggilan untuk mengunjungi tempat itu," ujar Endra dengan wajah datar seperti biasa. Asap putih menutupi sebagian wajah tampannya.

"Gila lu. Kaya gak ada tempat lain yang bisa elu eksplor. Katanya tempat itu angker, tempat tinggal salah satu makhluk jadi-jadian yang memangsa orang yang tersesat di hutan itu. Tempat itu berbahaya, En," protes Jeremy berusaha menghalangi keinginan Endra. 

"Elu kaya anak kecil aja percaya gituan. Itu cuma mitos masyarakat setempat supaya orang luar gak sembarang masuk ke area itu, apalagi merusak di sana," bantah Endra dengan tawa sinis.

"Tapi tetap berbahaya, Bro. Terus sama siapa elu kesana?" tanya Jeremy gusar karena tidak bisa melunturkan sikap keras kepala sahabatnya.

"Gue menyewa dua pemandu handal yang terbiasa dengan daerah itu. Cuma dua hari saja kok di daerah itu setelah itu gue mau langsung menjemput Kirana," pungkas Endra kini dengan senyum samar yang sedikit menenangkan hati Jeremy.

Gadis Penyembuh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang