******
Awan gelap menaungi senja yang mulai turun di ufuk barat. Deretan pohon-pohon besar yang tumbuh tak teratur diselimuti oleh rimbunan semak lebat turut menambah suasana mencekam di daerah pinggiran hutan larangan. Tak ada rumah penduduk yang tampak di pinggiran hutan itu kecuali sebuah bangunan usang yang terlihat seperti pabrik bekas yang ditinggalkan terbengkalai.
Suara-suara hutan menjerit membelah kesunyian hutan tak berpenghuni. Suasana dalam bangunan pabrik pun tak kalah menakutkan. Kegelapan menyelimuti setiap sudut ruangan, bau apek lembab memenuhi udara.
Dari sudut terdalam bangunan terdengar rintihan kesakitan. Di sebuah sudut remang berdebu, sesosok tubuh mungil dengan tangan dan kaki terikat teronggok mengenaskan. Sekilas tampak seperti tak bernyawa lagi jika saja mulutnya yang lebam dan sobek tak mengeluarkan erangan kesakitan.
"Ibu ... ibu ...!" Rintihan itu terdengar menyayat hati.
Susah payah gadis kecil itu berusaha membuka matanya yang membiru. Terasa berat dan menyakitkan. Salah satu sisi wajahnya berbalur darah yang telah mengental dan menghitam. Tubuhnya tak kalah menyedihkan. Tulang kaki kanannya patah karena diinjak dengan sepatu boot oleh salah satu penculiknya. Beberapa luka lebam memenuhi badan, kaki, dan tangannya akibat pukulan dan tendangan.
Terdengar suara pintu dibuka dengan kasar. Suaranya menggema ke seluruh bangunan. Gadis kecil itu kembali menggigil ketakutan. Entah siksaan seperti apa lagi yang akan diterima oleh tubuh kecil yang tak berdaya itu. Dia hanya bisa berdoa tanpa putus agar kedua orang tuanya datang menyelamatkannya.
Derap langkah-langkah kaki kian terdengar jelas. Tak lama muncul tiga pria dengan badan besar dan berpakaian hitam menyeramkan. Salah satunya sedang berbicara dengan menggunakan gawai di genggamannya.
"Apa, Bos? Mereka menolak?" geram pria itu dengan suara menggelegar. "Lalu bagaimana dengan gadis kecil ini?" lanjutnya.
Hening sejenak, hanya terdengar samar suara penelepon di seberang sana, suara seorang pria.
"Oke, Bos. Kami akan membereskannya. Tapi ingat bayaran kami harus penuh sesuai perjanjian," ucap sang pria besar kemudian mematikan sambungan telepon.
"Ada apa, Bro?" tanya salah satu pria penculik.
"Ayah gadis itu menolak tebusan yang diminta klien kita. Kita harus membereskan gadis kecil itu lalu pergi dari tempat ini," jawab pria besar yang merupakan pimpinan mereka.
"Apa yang akan kita lakukan dengannya? Membunuhnya?" tanya pria ketiga menatap tajam gadis kecil yang tergeletak tak bergerak. Pria besar menyeringai kejam.
"Jangan mengotori tangan kita. Dia sudah sekarat dan sebentar lagi mati. Buang saja gadis tak berguna ini di hutan larangan agar dimakan oleh binatang buas," titah pria besar. Dengan sebelah kakinya dia membalikkan tubuh gadis kecil yang tertelungkup hingga terlentang. Sebuah erangan kesakitan lolos dari mulut gadis malang itu.
"Segera bawa dia dan tinggalkan tempat ini. Dan kamu, pergi jemput uang kita di tempat biasa," perintah sang ketua komplotan kepada kedua anak buahnya.
Keduanya segera menggotong tubuh gadis kecil ke arah hutan larangan yang mulai gelap. Dengan tanpa belas kasihan mereka melemparkan tubuh sekarat itu ke sebuah lembah lalu meninggalkannya. Tubuh malang itu terhempas, berguling di atas akar dan semak belukar hingga tersangkut di sebuah pohon besar.
Dalam keadaan sekarat, gadis malang itu hanya bisa merintih memanggil nama sang ibu dan sesekali mengucap nama Tuhannya. Dia sudah pasrah jika memang ajalnya akan tiba di hutan tak berpenghuni itu. Entah meninggal karena luka yang dideritanya atau dimakan binatang buas. Dia sudah pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Penyembuh (TAMAT)
Genel Kurgu*🏆Winner of Sunny-Autumn Writing Challenge 2021🏆🥇* Blurb: Apa yang akan dilakukan seorang fotografer terkenal Endra Arifiandi Putrawan ketika dia harus mengahadapi kenyataan bahwa dirinya mengidap penyakit misterius yang tak bisa disembuhkan oleh...