Chapter 6. Kirana

84 12 3
                                    

🍂🍂🍂


Endra menatap tak percaya pada air seni yang semerah darah itu. Denyutan rasa sakit masih tersisa merambat pada saraf-saraf sensitif di area bawahnya. Berbagai pikiran buruk mulai berseliweran di otaknya.

Mungkinkah aku terkena penyakit kelamin? Bukankah penyakit kelamin sangat berbahaya dan mematikan?

Hal pertama yang terbesit di kepalanya adalah deretan nama-nama penyakit yang sering menghampiri para pria pecandu seks bebas yang tidak memperhatikan kebersihan. Sipilis, gonore, hingga HIV AIDS. Tak ada penderitanya yang bisa bertahan hidup tanpa menderita kesakitan yang sangat hebat.

Selama ini Endra yakin selalu melakukan seks aman dan Kirana adalah wanita yang bersih dari bibit penyakit kelamin. Walaupun dia pernah melakukan hubungan dengan wanita lain sebelum Kirana, pasangan kencannya pun harus dipastikan bersih melalui rekomendasi salah satu temannya yang berprofesi sebagai dokter. Lalu dimana letak kesalahannya?

Pergulatan pikiran dan emosi membuat Endra frustasi. Belum lagi rasa sakit menyengat terus saja terasa sehingga tanpa Endra sadari keringat telah membasahi sekujur tubuhnya. Segera dia membersihkan diri kemudian mengemasi barang-barang bawaannya. Hari ini dia harus pulang ke Jakarta. Hal pertama yang akan dia lakukan adalah berkonsultasi dengan teman dokternya.

"Ada apa, Sayang?" Kirana yang merasa terganggu dengan suara berisik dalam kamar langsung terbangun.

"Ayo bersiap pulang ke Jakarta?" ajak Endra masih sibuk membereskan beberapa barang miliknya juga milik Kirana.

"Mengapa tergesa-gesa? Ini masih pagi, En. Kita bahkan belum sarapan," protes Kirana seraya beranjak bangun dari tempat tidur.

Kondisinya masih berantakan seperti semalam. Namun, Endra tidak memedulikan protes wanita itu. Kini dia sibuk menelpon Bima untuk memesan tiket pulang.

Ketika dia selesai menelepon, Kirana sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Endra menghela napas panjang sembari mengempaskan tubuhnya ke sofa. Pria itu menyugar rambut sebahunya penuh rasa frustasi. Rencana untuk menghabiskan waktu berdua dengan Kirana harus berakhir tidak mengenakkan seperti ini.

Tiba-tiba denyutan rasa sakit kembali mengentak di bawah sana. Endra memekik sambil memegang perut bagian bawah. Suara pekikannya mengejutkan Kirana yang masih sibuk di kamar mandi. Wanita itu segera berlari keluar hanya menggunakan sehelai handuk putih melilit tubuhnya yang basah.

"Ada apa, Yang?" tanya Kirana panik.

Endra meringis menahan rasa sakit. Kedua tangannya menggenggam lengan sofa dengan erat demi mengalihkan rasa sakit yang terus berdenyut.

"Gak apa-apa. Hanya ... hanya terkejut saja ... tiba-tiba ada kecoak terbang melintas," jawab Endra berusaha tersenyum.

"Hah? Lalu, kemana kecoaknya?" Mata Kirana meliar mencari keberadaan hewan yang dimaksud.

"Sudah pergi kayanya," lirih Endra kembali meringis menahan sakit. Bulir-bulir keringat mulai menetes di dahinya.

"Yang, kamu gak apa-apa, kan? Kenapa kamu berkeringat gitu?" sela Kirana yang mulai heran melihat gelagat aneh Endra.

"Aku bilang gak ada apa-apa. Cepat bersiap. Aku tunggu di bawah," bentak Endra kemudian beranjak keluar dengan tergesa-gesa.

Kirana hanya bisa melongo setelah dibentak oleh Endra. Seketika kemarahan menguasai dirinya.

"Berani benar dia membentak aku. Kenapa sih dia sensi amat pagi-pagi. Mana suruh buru-buru juga. Tunggu saja nanti," gerutu Kirana.

Wanita itu kembali ke kamar mandi untuk segera bersiap sebelum terkena amukan Endra. Dia begitu paham bagaimana temperamen Endra yang mudah marah. Akan tetapi tidak sulit baginya untuk menjinakkan pria itu. Dia punya banyak cara untuk membuat Endra kembali lemah dan meminta maaf padanya.

Gadis Penyembuh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang