2

14 5 0
                                    

TETTT!!! Suara bel menggema.

Dengan sedikit terburu buru, aku mulai memakai jas almamater dan bersiap menuju lapangan utama. Ku raih tangan kiri Ariel, sahabatku, dengan sedikit kasar. Aku memang anak yang super selebor. Jadi, teman sekelas sudah tidak asing lagi dengan kelakuanku itu.

Lapangan sudah dipadati banyak orang. Mulai dari kelas X, XI, XII sampai pada dewan guru. Aku dan beberapa teman yang lain memasuki barisan. Sambil menunggu upacara dimulai, kami habiskan paruh waktu untuk berbincang.

“Kalian liburan kemana?” tanyaku hangat

“Tanpa ku beritahu pun, kamu pasti sudah tahu. Ya, aku selalu berkunjung ke pulau pribadiku.” balas Mira dengan mimik angkuhnya. Temanku yang satu itu memang kelewat gila. Mulut ceplas ceplosnya menjadi ciri khas tersendiri yang terkadang membuat kami semua rindu. Ralat, kecuali Ariel.

“HAHA lucu! Bilang aja kamu ke pulau kapuk. Kamu kan pelor!” bantah Ariel tak kalah sengit. Dasar tak mau kalah!

Mereka berdua yang paling sering beradu mulut di antara teman temanku yang lain. Tak ada satupun yang mau mengalah. Dan perdebatan itu akan terus berlangsung kalau tidak segera dilerai.

Flashback
Saat itu kami sedang mencari kado bersama untuk salah satu teman. Sesampainya di suatu store, kami berpencar. Ketika sedang sibuk memilih, suara Shela mengejutkan aku dan Michelle yang kebetulan sedang berpapasan.

“Mira…Ariel, mereka bertengkar!” ucap Shela sambil menetralisir jantungnya. Dia masih terlihat sedang meredakan nafasnya.

“Loh, kok bisa? Kenapa?!” timpal Michelle dengan rasa terkejutnya juga. Sebenarnya, kami semua sudah maklum saja dengan tingkah dua anak itu. Masalahnya, ini di mall. Tempat umum. Ramai. Malu. Kok masih sempat-sempatnya bertengkar!

Kami berlari tunggang langgang menghampiri keduanya. Beruntungnya, store di sini terbilang cukup luas. Jadi, kami tidak sampai menabrak orang lain seperti yang digambarkan di sinetron.

Sesampainya di sana, mereka sudah dikerumuni oleh beberapa pengunjung lain dan pegawai store.

“Ada apa sih?!” tanyaku dengan cukup kasar. Saat melihat sudah ada keramaian akibat ulah mereka, aku menjadi sedikit emosional. Malu! Wajar kan?

“Ini, Mira! Sudah ku bilang Runa gak suka warna itu. Tapi dia ngotot!” sahut Ariel seraya menunjukkan sebuah sling bag.

“Aku gak ngotot! Kamu jangan berlebihan dong! Aku juga sudah bilang Runa lebih suka sneakers dibanding flatshoes. Kamu juga ngeyel kan?!” balas Mira tak kalah emosinya.

Aku memutar mata malas. Ini bukan terjadi sekali dua kali. Hampir setiap pertengkaran dan perdebatan mereka hanya akibat masalah kecil. Padahal, kalau dipikir lagi, kami kan beli kado masing masing. Ya terserah saja dong. Lepas dari Runa suka atau tidak, itu masalah belakangan. Bertengkar juga tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi, itulah mereka.
Flashback end

Setelah kejadian itu pula, perang dingin layaknya Amerika dan Uni Soviet pun terjadi. Bedanya, ini antara Mira dan Ariel. Mereka sampai tidak bertegur sapa satu sama lain. Itu berlangsung selama seminggu, yang ku ingat. Namun, pada akhirnya mereka berbaikan juga. Cara berbaikannya pun unik sekali. Diawali oleh Mira yang tidak sengaja memanggil Ariel dengan maksud menemaninya ke kantin. Dan juga Ariel yang bersikap seolah melupakan perang dingin mereka.

Satu hal yang selalu membuatku merasa bersyukur bisa berada dikelas ini, yakni dipertemukan dengan banyak manusia. Karakter dan pembawaan yang beragam membuatku mengenali mereka dengan baik.

Jangan lupakan tentang dunia per-geng-an. Karena itu akan tetap ada apapun tingkatannya. Aku pun terlibat dalam hal itu. Di SMA ini aku memiliki circle pertemanan yang lebih kecil lagi. Beranggotakan tujuh anak manusia, jenis kelamin perempuan, usia yang beragam, dan tentu saja punya keunikan tersendiri. Seperti, Mira dengan gaya humorisnya, Ariel si penulis amatiran, Michelle yang addict kebersihan, Nayla si jagoan Matematika, Shela dengan sikap lemot nya, Ara si fans fanatic Tom Holland, dan aku si maniak Geografi.

When Oceana heals ocean (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang