5

15 5 10
                                    

“Jadi gunung api itu terbentuk akibat penunjaman atau subduksi lempeng samudera yang memiliki densitas lebih besar dibawah lempeng benua yang densitasnya ringan. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Simple nya sih densitas itu massa jenis atau tingkat kerapatan suatu benda.” ucapku berusaha memberi penjelasan semudah mungkin terhadap Axel.

Aku sudah berbaikan dengan Axel. Setelah dipikir pikir, kejadian yang lalu hanya kesalahpahaman saja. Mira juga sudah meminta maaf karena telat memberitahuku. Jadi, aku memilih memaafkan, aku tidak mau bersikap lebih kekanakan lagi.

Sudah sejak dua hari yang lalu, aku menghabiskan break-time berdua dengan Axel di perpustakaan. Kami belajar bersama untuk seleksi olimpiade yang tinggal satu hari lagi. Saling bertukar pikiran atau sekadar memberi penjelasan terkait materi yang lebih dominan dikuasai oleh diri sendiri.

Aku terus mencoret dan menebalkan kata kata yang menurutku penting. Cara belajar yang biasa memang, tapi selagi mudah dimengerti, why not? Aku mengambil waktu sejenak untuk mendengar respons Axel. Raut muka nya tidak berubah. Tidak ada tanda tanda sedikitpun kalau dia me-iyakan maupun me-nidakkan ucapanku. Jangan bilang kalau dia–

“Kamu ngerti, kan?” tanyaku penuh selidik. Axel hanya berdiam lalu memberikan senyum terbaik yang dia punya. Kesambet kah?

Aku diam untuk beberapa waktu. Menatap lurus ke Axel dengan pandangan penasaran. Hawa di sini membuat gelayar aneh. Tidak lain karena sudah banyaknya desas desus mistik yang ku dengar tentang perpustakaan sekolah ini. Selain karena tempat nya yang kurang strategis, yakni pojok kanan lapangan utama, perpus ini juga tak terlalu dikunjungi banyak siswa. Gelap pula.

“Aku ngantuk. Istirahat dulu yuk.”

KYAAA…
Percuma saja aku ngomong panjang lebar. Dia pasti tidak mengerti juga. Belum sempat aku membalas, Axel sudah bergelut dalam tidurnya. Ku lanjutkan mempelajari materi sendiri. Kali ini mengenai Geografi Ekonomi. Cukup sulit. Dengan beberapa rumus dan segelintir teori yang dikemukakan oleh para tokoh terkemuka.

TRING!!! Ponselku berdering singkat. Itu sebagai penanda ada pesan yang masuk. Tidak biasanya ada yang mengirim pesan di jam sekolah seperti ini. Aku meng-klik notifikasi pesan itu.

From : Mama
Pulang sekolah kita ke kantor pos ya, papa mengirim hadiah.

To : Mama
Well. With some coffee, please?

Hadiah? Papa memang suka memberi kami hadiah. Hal itu sebagai pengganti waktu yang tidak bisa papa habiskan bersama kami. Namun, kalau sekadar untuk hadiah, papa selalu memberikannya langsung ketika pulang ke rumah bukan melalui pos atau jasa pengiriman barang.

Suara notifikasi pesan memecah tanyaku, lagi.

From : Mama
Oke. But, less sugar.

To : Mama
Papa tidak pulang ma? Papa kan selalu memberikan hadiahnya langsung.

From : Mama
Papa dan yang lain harus terus berjaga. Ada masalah urgent di perbatasan.

To : Mama
Jadi, papa pulang bakal lebih lama lagi?

From : Mama
Mungkin. Sabar ya nak. Kita berdoa terus untuk keselamatan papa disana. Semoga papa bisa cepat kembali. Sudah masuk zuhur, kamu jangan lupa sholat ya.

To : Mama
Iya ma, mama juga. Aku sayang mama. Sampai jumpa nanti.

Aku mematikan data seluler ponselku.

Papa salah satu anggota DENJAKA (Departemen Jala Mangkara). Yang mana itu sebuah pasukan khusus milik TNI AL yang memiliki kemampuan mumpuni. Katanya, 1 personel DENJAKA setara dengan 120 personel biasa. Satu sisi aku sangat bangga papa bisa mencapai itu semua. Tapi, bukankah selalu ada dua sisi berlainan dalam hidup yang kita miliki? Aku pun mengalaminya. Sisi lain itu kerinduan dan waktuku bersama papa.

Belakangan ini, aku selalu memikirkan papa. Entah kenapa, aku juga tidak mengerti. Sudah 3 bulan papa pergi bertugas, belum lagi ditambah dengan situasi sekarang yang kata mama sedang urgent. Terakhir aku berbicara dan bertatap muka pun hanya sebatas video call beberapa hari lalu. Saat itu aku sebatas bilang kalau aku ingin cepat bertemu. Tidak lebih. Aku juga belum sempat mengatakan bahwa aku akan kembali mengikuti seleksi Olimpiade tahun ini. Karena, lagi dan lagi sinyal membatasi jarak kami.

“Se, sudah zuhur. Sholat yuk.”

Sahut Axel memecah keheningan. Sebentar kali dia tidur, gumamku. Tapi, gamungkin. Aku tau, paling singkat orang tidur pasti akan memakan waktu sekira 15 menit.

Apa aku melamun lagi?

☼☼☼☼

“Axel buruan! Kita udah telat.”

Hari ini adalah jadwal untuk tes seleksi Olimpiade. Semua siswa sesuai dengan bidang nya akan bersaing se-baik dan se-sehat mungkin. Tahun lalu aku menduduki peringkat 3 pada saat seleksi. Ku akui, aku cukup beruntung saat itu karena aku tidak mempersiapkan apapun untuk dipelajari. Dan semoga tahun ini pun juga akan begitu. Ya, semoga…

Di meeting room

Benar saja, ruangan seleksi sudah dipenuhi dengan calon peserta Olimpiade. Beberapa guru, pembina, sampai panitia pelaksana pun sudah turut berpartisipasi sesuai tugas masing-masing. Aku mengaitkan jemari Axel denganku lalu menariknya untuk segera duduk di kelompok kami, Geografi.

“Kamu duduk di sampingku saja. Jadi kalau tidak tau, aku tinggal tanya kamu.” candaku mencairkan suasana yang terasa menegangkan ini.

“Sttt, kamu ini! Lolos belum tentu, didiskualifikasi sudah pasti.” bantah Axel. Aku tertawa ringan.

“Eh tapi beneran aku takut banget kalau sampai enggak lolos seleksi. Lebih ke malu sih. Lihat deh, kelihatannya adik di sebelahmu pintar ya. Pendiam banget. Rata rata orang pinter kan pasti pendiam.” ujarku sambil terus mengamati adik kelas yang duduk samping Axel.

“Belum tentu lah. Aku yang lebih pendiam dari kamu aja IQ-ku rendah.” Axel merendah. Kebiasaan sekali anak satu ini. Aku yakin Axel bisa dikategorikan sebagai anak yang jenius. Pendiam, tidak banyak ulah, hobi tidur, dan sedikit malas. Bertolak belakang sekali denganku. Tapi, ketika ulangan tiba, nilainya tidak beda jauh dari yang lain yang justru sudah belajar mati matian. Semisalnya, kalau Tuhan beri satu kesempatan untuk meminta pada-Nya dan mengabulkan saat itu juga, aku hanya ingin menjadi Axel.

Panitia mulai mengatur tempat kembali. Calon peserta yang tadi duduk dalam barisan bidangnya masing masing, kini sudah terpencar jauh. Dan mau tidak mau, rencana untuk bersebelahan dengan Axel harus diredam. Karena, jarak antara aku dan Axel cukup jauh. Aku dapat bagian paling depan sedangkan Axel berada di barisan ke dua dari belakang.

Selama mengerjakan soal seleksi, aku tidak menemukan kesulitan yang berlebih. Dari awal aku sudah bisa memprediksi bakal seperti apa soal nya nanti. See? Mayoritas berasal dari soal soal Olimpiade tahun lalu dan ditambah sedikit materi antropologi yang hanya membutuhkan penalaran.

Aku menarik nafas lega. Usai sudah tes pra-Olimpiade ini. Sekarang hanya tinggal menunggu hasil nya seminggu kemudian. Dan semoga, selanjutnya, hanya kabar baik yang aku terima.



To be continued.
Haloo, aku update 2 part nih untuk kalian. Hihii jangan lupa klik bintang dan comment nya yaa. I love u guys, really.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When Oceana heals ocean (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang