Cakrawala Putra Gentala

90 8 0
                                    

Suara helaan napas terdengar dari mulut Cakra. Hanya dia yang dapat mendengarnya karena saat ini Cakra duduk sendirian dibawah pohon. Cakrawala Putra Gentala itulah namanya. Jika kalian baru pertama kali bertemu dengannya mungkin kalian akan berpikir dia cowok yang cuek, dingin, dan sombong. Memang wajahnya keliatan seperti itu, tapi kalian salah kalau berpikir kayak gitu. Justru dia memiliki sifat yang sebaliknya.

Cakra menatap langit sore yang sangat cerah, pikirannya melayang entah kemana. Pandangan Cakra kini teralihkan menatap sebuah foto yang ada ditangannya dengan wajah yang sendu.

"Ayah kapan jemput Cakra?" kalimat itu yang selalu ia lontarkan setiap mengingat sang ibu yang kini sudah tidak ada bersamanya. Ibunya sudah berpulang sekitar lima bulan yang lalu dan keluarga yang Cakra punya hanya ayahnya. Namun, ia belum pernah bertemu dengan sosok sang ayah. Bahkan saat pemakaman sang ibu, ayahnya tidak datang.

Cakra sangat terpukul saat mengetahui ibunya telah berpulang karena wanita itu adalah sosok yang sangat ia cintai dan kagumi. Butuh waktu hampir sepekan untuk menguatkan dirinya. Cakra sadar bahwa dia tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Ia harus melanjutkan hidupnya. Tetangga dan teman terdekatnya juga selalu menguatkannya sehingga ia bisa melewati hari-harinya tanpa sosok ibu. Cakra berasal dari keluarga yang sederhana dan ibunya merupakan wanita yang pekerja keras. Walaupun setiap bulan ayahnya mengirim uang, uang itu ditabung untuk keperluan mendesak dan biaya sekolah Cakra. Ibunya dulu hanya bekerja disebuah pabrik roti.

Ibunya selalu memberi wejangan pada Cakra, agar Cakra bisa menjadi sosok yang berguna untuk orang lain dan bukan menjadi beban. Cakra juga diajarkan agar menjadi orang yang bisa menjaga seorang wanita seperti ia menjaga ibunya.

"Kak Cakra!" panggilan itu menarik kesadarannya yang sejak tadi berkelana. Cakra melihat seorang gadis kecil berumur 8 tahun yang tadi memanggilnya.

"Kaila? Kenapa dek?" tanya Cakra pada anak bernama Kaila itu.

"Ayo pulang, mama panggil makan bareng Kaila di rumah."

"Kamu duluan aja, ya. Ntar kakak nyusul."

"Kakak ngapain disini?"

"Lagi duduk, nunggu mbak kunti," jawab Cakra kemudian tertawa. Ia melupakan sejenak kesedihannya saat melihat wajah terkejut Kaila yang kemudian berlari ke arahnya dan memeluk lengannya.

"Ayo pulang, Kaila takut sama mbak kunti, mukanya serem."

"Emangnya kamu udah pernah liat?"

"Belum."

"Terus tau darimana dia serem kalau kamu belum pernah liat?"

"Kata teman. Ayo kak pulang," Kaila mulai merengek dan berusaha menarik tangan Cakra agar berdiri.

"Tarik kak Cakra dulu, kalau bisa kita pulang." Kaila pun berusaha menarik Cakra dan yang ditarik hanya tertawa.

"Ih... Gak bisa! Kakak kan badannya lebih gede dari Kaila." Cakra tertawa puas kemudian mencubit kedua pipi tembem Kaila.

"Ya udah, ayo pulang." Cakra bangkit dari duduknya dan mengajak Kaila untuk pulang ke rumah.

Kaila adalah salah satu anak yang akrab dengan Cakra.

"Tadi ada yang cari kak Cakra."

"Siapa?"

"Gak tau, tapi omnya bawa mobil."

"Waktu itu juga pernah kesini tapi kakak gak ada di rumah." Cakra berpikir, kira-kira siapa yang datang ke rumahnya untuk mencarinyapp.

"Apa orang itu ayah? Semoga saja."

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang