Beberapa hari setelah Cakra pindah ke rumah ayahnya, Cakra sadar kalau saudara-saudaranya tidak suka dengan kedatangannya. Namun, Cakra bisa memaklumi itu. Mereka pasti tidak terima, ayahnya mempunyai anak dengan wanita lain selain ibu mereka.
Hari ini Cakra akan bersekolah di sekolah barunya. Selama beberapa hari sebelumnya, Andreas dan Clarissa sudah mengurus kepindahan Cakra. Mereka juga membeli beberapa keperluan sekolah dan keperluan sehari-hari Cakra termasuk ponsel baru.
"Cakra, hari ini ayah yang akan antar kamu ke sekolah. Besok kamu bisa bareng Angkasa." ucap Andreas. Saat ini mereka sedang sarapan.
"Gak! Aku gak mau satu mobil sama dia!" Angkasa yang sejak tadi hanya memotong-motong rotinya, kini menatap geram kepada sang ayah. Selama beberapa hari ini dia hanya diam dan tidak peduli dengan kedatangan Cakra akhirnya membuka suaranya.
"Angkasa!"
"Kenapa ayah harus bawa dia kesini?! Aku gak mau punya saudara tiri! Apalagi anak haram kayak dia!" Andreas yang tidak suka dengan ucapan Angkasa, langsung bangkit dan menampar pipi Angkasa.
PLAKK!
"Ayah! / mas!" Mereka semua terkejut melihat tamparan Andreas yang cukup kuat.
"Jaga ucapan kamu! Cakra kakak kamu dan dia anak yang sah!"
Angkasa menyunggingkan senyumnya. Ayahnya yang selama ini tidak pernah berbuat kasar pada anak-anaknya, sekarang menamparnya. Angkasa menyeka sudut bibirnya yang berdarah karena tamparan tadi.
"Ayah sekarang tampar Angkasa cuma karena dia? Sesayang itu ayah sama dia?" ujar Angkasa dengan suaranya yang bergetar. Ia tidak mau terdengar lemah didepan ayahnya. Jujur, Angkasa merasa sakit melihat ayahnya kini memihak anak yang baru ditemuinya beberapa hari yang lalu.
"Seneng kan lo sekarang?" Angkasa menatap Cakra dengan tatapan tidak sukanya. Ia mengambil tas sekolah sebelum meninggalkan ruang makan.
Thea dan Aries memilih mengikuti sang kakak yang sudah pergi.
"Mas?"
"Maaf, mas gak bisa kontrol emosi." Andreas kembali terduduk dan mengusak rambutnya frustasi.
"Maafin Cakra, Yah. Bunda, maafin Cakra."
"Ini bukan salah kamu, sayang. Angkasa belum bisa terima semua ini. Kamu yang sabar ya, dia belum bisa kontrol emosi." Clarissa berusaha menenangkan suaminya dan juga Cakra yang sekarang merasa bersalah dengan kedatangannya.
•°•°•°•°•
Setelah kejadian tadi, Andreas tetap mengantar Cakra sampai ke ruang kepala sekolah. Cakra sekarang bersekolah di Phoenix School, salah satu sekolah favorit di daerah tempat tinggalnya sekarang. Di Phoenix School, gedung SMA dan SMP bersebelahan. Sekolah dengan lambang burung bersayap emas yang indah itu, berisi siswa-siswa yang berprestasi dan didominasi oleh kalangan atas. Namun, sama seperti sekolah-sekolah yang lain, disini juga kadang terjadi perisakkan. Kekayaan yang dimiliki oleh orang tua mereka selalu disalah gunakan. Jadi, kalau masuk ke sekolah ini, selain harus pintar atau berduit, mental juga harus kuat. Namun, tidak semua seperti itu, masih ada segelintir siswa yang bisa berpikiran dewasa.
Cakra mengikuti langkah seorang guru di depannya yang mulai sekarang akan menjadi wali kelasnya. Cakra masuk di kelas XII IPS 1.
"Selamat pagi anak-anak." sapa bu guru ketika memasuki kelasnya. Siswa dikelas itu ada yang duduk di atas meja, ada yang bermain game, ada juga kumpulan cewek-cewek yang sedang bergosip ria, dan ada yang melakukan kegiatan lainnya. Mereka semua kaget dan langsung mengambil posisi duduk ditempat masing-masing.
"Pagi, Bu."
"Harap tenang dulu. Jadi hari ini kelas kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan diri kamu."
"Perkenalkan nama saya Cakrawala Putra Gentala, biasa dipanggil Cakra. Saya pindahan dari SMA Garuda. Mohon kerja samanya. Terima kasih."
"Mbak Mete, ngapain lo ngintip-ngintip?" tanya seorang siswa sambil menatap keluar kelas.
"Cakrawala, kamu duduk disamping Agastya." siswa bernama Agastya itu melabaikan tangan ke arah Cakra.
"Terima kasih, Bu." gurunya mengangguk dan Cakra menghampiri Agastya. Sementara bu guru sudah keliar kelas untuk melihat siapa yang dimaksud oleh muridnya tadi.
"Gue Agastya Anindhito, panggil aja Agas yang selalu setia plus ganteng. Anak pak Sooman Waluyo si juragan sapi. Sekarang lo jadi teman gue." cakra tertawa mendengar perkenalan teman barunya itu.
"Serius?"
"Bagian mana yang lo gak percaya? lo gak percaya gue setia? Emangnya lo liat tampang gue ada bangsat-bangsatnya? gak kan? Gue mah setia. Bapak gue namanya Sooman Waluyo, darahnya kecampur Korea-China-Indonesia, makanya gue cakep." ucap Agas dengan bangga dan menaik turunkan alisnya.
"Bapak gue juragan sapi, tapi sapinya beda sih. Ntar kapan-kapan gue ajak lo ketemu sapi-sapi punya bapak gue." Cakra rasa ini awal yang baik, dihari pertama ia bertemu dengan Agas yang ternyata sangat suka mengoceh.
"Berapa ekor, sapi bapak kamu, Gas?" tanya Cakra masih dengan tawanya. Agas tampak menatapnya bingung.
"Maaf, saya dari kampung jadi gak biasa ngomong kayak kalian. Aneh ya?"
"Oh, gapapa sans aja sama gue."
"Sapi bapak gue banyak. Ntar gue ajak ketemu."
Mereka mengobrol sampai seorang guru masuk ke dalam kelas.
• ° • ° • ° •
AgastyaAnindhito
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.