Bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dan yang menjadi tujuan utama semua siswa adalah kantin.
"Kantik kuy," ajak Agas sambil meletakkan lengannya dikepala Tera. Dengan secepat kilat, Tera langsung menyingkirkan tangan Agas.
"Nyadar diri dikit napa, tangan lo berat!"
"Bukan tangan gue yang berat, tapi lo yang kekecilan. Lagian tinggi lo segitu, cocok buat naroh tangan."
"Lo ngatain gue pendek?! Lo nya aja tuh yang ketinggian. Gue diapit lo sama indukan penyu berasa diapit titan." Tera tidak mau dibilang pendek, menurutnya tingginya sangat pas.
"Gue diam daritadi anjir." Cakra hanya menatap perdebatan ketiga siswa itu yang ia yakini sudah dekat cukup lama. Sama seperti Kania, Agas juga bersahabat dengan Tera dan Abi sejak masuk SMP.
"Berantem terus," ucap Kania yang tertawa dan menggeleng kepala. Heran dengan kelakuan teman-temannya yang selalu suka jahil.
"Eh, lo kan tadi telat. Kenalin nih anggota baru, namanya Cakra." Tera yang tadi kesal beralih menatap Cakra.
"Cakra," ujar Cakra sambil mengulurkan tangannya.
"Meteora, panggil aja Tera." Tera membalas uluran tangan Cakra. Cakra juga melakukan hal yang sama pada Abi dan Kania untuk berkenalan.
"Berasa anak TK gue, diapit empat titan."
"Heh! Gue cantik begini dibilang titan."
"Hehe... Becanda atuh beb." Tera mencubit gemas kedua pipi Kania. Setelahnya mereka pergi ke kantin.
•°•°•°•°•
"Sa, gue denger ada murid baru. Apa dia orang yang di antar sama bokap lo ke ruang kepsek? Soalnya gue tadi liat bokap lo." kata Kala, sahabat Angkasa. Saat ini mereka berada di kantin.
Angkasa yang tadinya sedang makan, napsu makannya langsung menguap. Ia menggenggam kuat sendok yang ada di tangannya.
"Jangan bahas dia." Angkasa berucap dengan dingin dan tatapan Angkasa juga tajam.
"Anjir, jangan liatin gue kayak gitu napa. Masih mau hidup gue, Sa."
Angkasa tidak ambil pusing dengan ucapan sahabatnya, ia bangkit dari duduknya dan berniat keluar dari kantin.
Dari kejauhan, Angkasa dapat melihat Cakra berjalan bersama beberapa siswa yang dia kenal.
"cukup papa, jangan Tera!" Angkasa menghampiri Tera dan menarik tangannya. Kala juga memilih mengikuti Angkasa.
"Eh, Sa. Apa-apaan sih?!" Tera kaget dan berusaha melepas tangannya dari genggaman Angkasa. Abi yang berada di samping Tera dengan cepat menahan tangan Tera yang satunya.
"Woy Angkasat! Lo mau bawa kemana si Mete?!"
"Lepas. Tera harus ikut gue."
"Eh anjir, lu siapanya? Pacar aja bukan." kata Agas.
"Tera ikut gue." Angkasa terus menatap Tera dengan tatapan tajamnya. Kalimatnya tadi bukan lagi kalimat ajakan tapi perintah.
"Angkasa, lo nyakitin Tera." Angkasa langsung menghempaskan tangan Kania yang tadi ingin menarik tangannya.
"Jangan ikut campur."
"Lepasin, tangan gue sakit, Sa." Tera benar-benar merasa sakit pada pergelangan tangannya. Semakin berusaha dilepaskan, maka semakin kuat Angkasa menggenggam tangannya. Tera tahu Angkasa sedang kesal saat ini, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya. Tera merasa dirinya tidak mencari masalah apapun dengan siswa dihadapannya ini.
"Makanya lo harus nurut." kalimat Angkasa masih penuh penekanan.
Cakra tidak suka melihat orang yang berbuat kasar pada perempuan. Ia selalu ingat pada ibunya dan wejangan sang ibu. Cakra tau kalau dia ikut campur, Angkasa akan semakin membencinya nanti. Namun, dia tidak bisa membiarkan ini terjadi.
"Angkasa, kalau ada masalah selesain baik-baik. Tera itu cewek, jangan kasar sama dia." Cakra mendekati Angkasa, mencoba menasehati Angkasa seperti kakak yang menasehati adiknya.
"Berisik lo anak haram! Lo jangan ikut campur masalah gue!" seketika kantin menjadi hening. Cakra kaget dan terdiam setelah mendengar ucapan Angkasa. Tera yang tidak suka dengan ucapan Angkasa, langsung menarik tangannya yang dipegang oleh Abi dan menampar wajah Angkasa. Genggaman Angkasa mengendor dan dengan cepat Tera menarik tangannya. Perih, itu yang dia rasakan pada tangannya.
"Lo kenapa sih, Sa?! Kalau ngomong tuh difilter, kata-kata lo bisa nyakitin orang!"
"Tanya sama dia!" Angkasa menunjuk Cakra dan menatap tidak suka pada Cakra.
"Dia datang dan ngerebut perhatian bokap nyokap gua! Dia anak haram! Nyokap dia udah godain bokap gua!" Angkasa tertawa remeh dan menatap Cakra.
"Dan sekarang, lo mau deketin Tera juga?" kalimat yang diucapkan pelan namun penuh penekanan.
"Angkasa, saya gak pernah ada niatan ngerebut siapa-siapa dari kamu. Kamu boleh benci saya tapi jangan bawa-bawa ibu saya. Biarin ibu saya tenang." Cakra berusaha tegar saat mendengar ucapan dan melihat tatapan benci dari Angkasa.
"Ck, dasar kampungan. Lo kalo butuh duit, bilang. Jangan ngerusak keluarga orang."
"Gue benci lo, Sa." Tera menarik tangan Cakra dan mengajaknya pergi diikuti sahabat-sahabatnya.
"Lo jangan masukin ke hati kata-kata Angkasa tadi. Dia emang gitu, suka seenaknya sama orang."mendengar ucapan Tera, Cakra berhenti berjalan karena mereka juga sudah keluar dari area kantin. Cakra menatap teman barunya satu persatu.
"Kalian masih mau jadi teman saya?"
"Masihlah, ngapain dengerin kata-kata setan." jawab Agas.
"Lo bakal tetap jadi teman kita. Kita gak tau masalah lo sama Angkasa itu apa. Tapi gue yakin lo orangnya baik."
"Mbak Mete sekarang bijak sodara-sodara." mereka semua tertawa untuk mencairkan suasana karena ucapan Abi.
"Terima kasih."
"Aelah gak perlu formal kali. Berasa ngobrol sama guru aja." Cakra terkekeh mendengar ucapan Abi.
"Tera, tangan lo." mereka semua langsung melihat tangan Tera saat mendengar ucapan Kania. Tangan kania merah dan sedikit berdarah. Sepertinya kuku Angkasa tadi menancap ke kulit putih Tera, terlihat dari pergelangan tangan Tera yang terdapat bekas tancapan kuku.
"Biar saya obatin, ya."
• ° • ° • ° •
Kalandra Alghavero
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
FanfictionIni tentang Cakrawala si pria sederhana. Mau tau lengkapnya langsung baca aja