Selamat Membaca 💖Gadis itu masih tertidur lelap namun beberapa jam kemudian Santhi mulai terbangun. Kedua matanya secara perlahan terbuka sedikit demi sedikit diiringi jemari tangannya yang sontak memegang perutnya yang kini terasa lapar.
"Duh, gue laper banget..." ucap Santhi sembari memegang perutnya.
Tapi di saat Santhi menundukkan kepalanya ke bawah Santhi melihat sepiring nasi goreng dan segelas susu putih. Walaupun di rasa susu itu sudah tidak sepanas tadi.
"Ini beneran ada makanan di meja. Tapi siapa yang buat ?!" gadis itu bertanya-tanya di dalam hatinya.
"Udah deh mending gue makan aja. Mumpung perut gue dari tadi bunyi."
Santhi sontak memakan makanan itu dengan satu sendok di lahapnya.
"Astaga ini enak banget. Lebih enak yang biasanya gue beli di kampus," kata Santhi seraya tersenyum menyeringai.
Sekonyong-konyong cewek itu langsung melahapnya dengan sedikit cepat karena saking laparnya dan juga makanan ini begitu lezat. Bahkan lebih enak dari yang biasanya ia makan di kampus. Sehingga gadis itu pun tidak menyadari kalau di samping makanannya terdapat surat. Dia bahkan tidak menyadari juga kalau Sapta sudah tidak ada di sini seakan-akan lupa kalau Sapta tadi ke rumahnya.
"Bentar, ini kertas apa."
"From Sapta."
Gadis itu telah membaca nama yang sudah tertera di kertas. Lalu membaca isi dari surat itu. Isi surat itu hanya kata sederhana yang memang tak bisa meluluhkan hati wanita. Karena Sapta bukanlah cowok yang bisa berpuitis tapi dia bisa membuat hal lelucon. Tapi terkadang dia cowok yang puitis dan romantis.
Setelah Santhi membacanya, sekejap terlintas di pikirannya kalau Sapta memang sudah pulang. Usai tidur dan merasakan lapar di perutnya membuat ia melupakan semuanya.
"Jadi yang bikin ini semua lo Sap."
"Cowok itu udah banyak bantu gue seharian," gumam Santhi merasa bersalah dan berhutang budi oleh sosok lelaki yang mencoba ingin dekat dengannya.
Santhi bukannya tidak ingin berteman dengan Sapta. Namun dia masih tidak bisa berhubungan kepada cowok, mencoba untuk sementara waktu tidak mengenal dengan lelaki. Ingin fokus kuliah saja dan ingin melupakan semua peristiwa itu. Tak henti-hentinya dia merasa trauma akan kecelakaan itu. Mencoba untuk melupakan tapi rasanya berat untuk di lupakan. Merasa kalau dirinya adalah penyebab di balik semua kecelakaan itu. Lebih tepatnya Santhi merasa bahwa ia pembawa sial bagi kaum lelaki manapun yang mencoba dekat dengannya.
Yang tadinya cewek itu termenung tiba-tiba pikirannya dan pandangannya teralihkan oleh handphone yang sontak berdering. Tertera di layar handphonenya dengan jelas kalau ternyata Bu Mala yang kini menelepon Santhi. Melihat hal itu cewek itu langsung cepat mengangkatnya.
Mala : Halo sayang kamu baik-baik aja kan ?! Mama khawatir sama kamu nak.
Santhi : Ma aku baik-baik aja. Please jangan khawatirin Santhi. Santhi bukan anak kecil lagi.
Mala : Oke mama ngerti, tapi mama khawatir sama kamu. Perasaan mama gelisah terus. Ya udah gimana kalau besok mama suruh Bik Inah buat ke Jakarta supaya kamu bisa ada ngejaga di sana.
Santhi : Nggak usah ma, aku jamin semuanya baik-baik aja.
Mala : Enggak pokoknya kali ini kamu nggak boleh nolak. Kan sekalian Bik Inah bisa bantu-bantu kamu beresin rumah.