3. Benih-Benih Cinta

5 1 0
                                    

    Buku yang masih berserakan di ubin membuat seseorang menghampiri mereka berdua dengan gelagatnya yang cukup heran dan mulai memuncak amarahnya.

"Eh kalian main cabut-cabut aja. Enak aja kalian mau pergi. Ini buku siapa yang mau beresin ?!" dengan nada tingginya yang ingin sekali memarahi mereka berdua.

"Eh bu Nia. Maaf buk kami berdua nggak sengaja," dengan nada bicaranya yang sopan seraya tersenyum cengengesan.

Melihat bu Nia yang merupakan penjaga ruang perpustakaan dengan raut wajah gusar seraya menyudutkan bibirnya membuat Sapta harus melakukan sesuatu.

"Buk saya minta tolong beresin ya. Ibu nggak kasihan sama Santhi kalau dia kenapa-kenapa tadi gimana coba, yang di salahkan pasti ibu karena tidak membantu Santhi untuk mengambil buku di rak tadi. Untungnya saya tadi nyelamatin dia kalau nggak anak orang kenapa-kenapa, ibu loh yang bisa di tuntut sama orangtuanya," ucap Sapta dengan berkata-kata yang manis mencoba untuk mencari alasan yang masuk akal.

"Ya juga sih, bener juga omongan kamu. Ya sudah lain kali jangan gini lagi, sana pergi kalian merusak mood ibu saja. Asik-asik tadi ibu nonton film drakor."

Santhi dan Sapta ingin sekali tertawa terpingkal. Melihat bu Nia yang tadinya sedang nonton film drakor seperti anak jaman sekarang yang sukanya Kpop, ternyata orangtua pun menyukainya.

Mereka berdua pergi sesuai perintah dari bu Nia, cepat-cepat pergi agar ia tidak cepat menyadari kebodohan yang di buat oleh Sapta. Tepat di lorong sekolah Santhi dan Sapta masih bersama.

"Sap, sumpah lo pinter banget nyari alasan."

"Gue udah biasa soal gituan."

"Ya udah gue cabut ya."

"Ke mana ?" tanya Sapta.

"Bukan urusan lo," jawab Santhi, membalikkan tubuhnya ke arah belakang.

Santhi yang kini mulai berjalan seketika terhenti karena mendengar suara cowok itu mengatakan.

"Tunggu, lo mau kan kalau kita temenan," ucap Sapta sambil membelakangi punggung gadis itu.

"Liat aja nanti," terdapat senyuman menyeringai di balik cewek yang bernama Santhi.

Gadis yang kian terus menerus berjalan menuju ke toilet cewek di lorong kampus. Memasuki toilet itu dengan dua orang perempuan sedang berdandan rapi mengobrol dengan temannya seraya menyindir Santhi.

"Lo tau nggak ada anak baru fakultas Psikologi yang sok cantik gitu loh, dia deketin Sapta mulu deh, trus Saptanya malah seneng lagi."

"Kok bisa ?! Gue aja yang udah lama ngampus di sini nggak pernah tuh deket sama dia. Paling dia cuek aja."

"Itu dah yang gue bingungin kenapa bisa coba."

"Kayaknya tuh cewek cenayang deh," seraya berbisik kepada temannya sambil  melirik-lirik ke arah Santhi.

Santhi yang hanya diam sambil membasuh tangannya di wastafel, tidak peduli dengan omongan orang lain. Santhi orangnya juga tidak mudah terpengaruh dengan orang lain ia tetap pada pendiriannya.

"Ya udah yuk kita pergi aja, ngapain juga kita lama-lama di sini, hawanya tambah panas aja."

Santhi yang melihat hal itu sedikit terkekeh. Merasa kalau memang bukan ia yang di bicarakan.

"Wait, tapi tadi yang di omongin itu gue atau orang lain ya. Hmm.. tau ah nggak penting, gue nggak mempan kalik di gituin. Sapta, hmm.. dia bikin jantung gue berdegup dengan kencang seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Gue nggak bisa merasakan semua ini dulu sama Miko," ucap Santhi berbicara sendiri seraya menatap ke cermin toilet sontak termenung.

SAPTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang