18

9.1K 533 47
                                    

Jeno merapatkan jaketnya. Udara malam sangat dingin, ditambah kondisi tubuhya saat ini membuatnya semakin kedinginan. Sekarang ia berdiri di depan pintu rumah Jaemin. Tanpa mengetuk, ia segera memutar kenop pintu itu. Jeno tersenyum tipis menyadari pintunya tidak terkunci. Kebiasaan Jaemin yang tidak bisa hilang adalah lupa mengunci pintu, padahal dia tinggal sendirian.

Setelah Jaehyun pergi, Jeno memutuskan untuk datang ke sini. Karena pada awalnya ia memang ingin datang tapi tidak ingin bertemu Jaehyun, bukan?

Jeno masuk dan kembali menutup pintu pelan, lalu berjalan menuju kamar Jaemin. Dilihatnya sahabatnya itu sedang berbaring sambil memainkan ponsel, dan segera bangun begitu menyadari kedatangannya.

Jeno hanya diam saat Jaemin turun dari ranjang dan berlari ke arahnya. Tangan Jaemin sibuk memeriksa suhu di kening dan pipi Jeno.

"Kau sudah meminum obatnya?" Jaemin bertanya, lalu menarik tangan Jeno untuk duduk di tepi ranjang. Tiba-tiba Jeno bersin, membuat Jaemin terkejut dan Jeno menahan tawa.

"Jangan dekat-dekat denganku, kau bisa tertular." Jeno menggeser duduknya menjauhi Jaemin.

"Aku tidak peduli. Kita sama-sama sakit 'kan?" Jaemin menggeser duduknya kembali mendekati Jeno.

"Baiklah," Jeno merebahkan tubuhnya di kasur empuk Jaemin. Nyaman sekali rasanya. Ia memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya lagi.

"Hei, ngomong-ngomong aku sudah tahu siapa anak bodoh yang kau ceritakan." Jeno membuka suara, membuat Jaemin menoleh ke arahnya dengan wajah terkejut. Kau tahu, jika dijelaskan dengan perumpamaan yang berlebihan, sekarang Jaemin rasanya seperti tersambar petir.

"Apa?" Jaemin tidak tahu apa tujuan dari pertanyaan itu, tapi kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.

"Ya, aku setuju kalau dia sangat bodoh. Tapi asal kau tahu saja dia tidak hanya bodoh tapi juga pengecut." Jeno melanjutkan kalimatnya dan Jaemin semakin bingung.

"Apa maksudmu?"

"Dia terlalu bodoh untuk menyadari perasaannya, dan dia terlalu pengecut untuk menyadari perasaannya sendiri. Karena jika berakhir buruk dia akan kehilanganmu. Dia terlalu takut. Tapi, kenapa kau juga tidak menyadarinya?" Jeno berbicara dengan nada yang dibuat sesantai mungkin, sedangkan Jaemin semakin tidak mengerti dan terlalu takut untuk menduga-duga maksud Jeno.

"Apa yang kau bicarakan, sih? Bicara yang jelas!"

Jeno tersenyum, lalu bangkit dari posisinya dan duduk menghadap Jaemin. "Iya aku memang bodoh. Maafkan aku."

Jaemin bagai tersambar petir untuk kedua kalinya. Jantungnya berdegup kencang. Pikirannya masih penasaran apakah dia berhalusinasi? Tapi sepertinya tidak. Wajah tampan Jeno sangat nyata di depannya.

"Apakah sudah terlambat untuk sekarang?" Jeno berkata lagi. Jaemin masih diam.

"Aku benar-benar menyukaimu." lanjutnya.

"Bukankah kau menyukai Renjun?" tanya Jaemin masih dengan ekspresi bingung dan gugupnya.

"Tidak. Faktanya aku hanya berusaha melupakanmu, dan tidak pernah berhasil."

Jeno mendekatkan wajahnya ke wajah Jaemin dan mengecup bibirnya sekilas. Lagi-lagi Jaemin masih diam. "Kau tidak menghindar? Apa itu artinya masih ada kesempatan untukku?" tanya Jeno dengan senyum di wajahnya. Jaemin menunduk, tapi bisa Jeno lihat dengan jelas kalau ia mengangguk dan balas tersenyum.

Jeno meraih tangan kanan Jaemin dan menggenggamnya. "Maafkan aku. Aku tidak tahu seberapa banyak sudah menyakitimu. Kau selalu menjadi satu-satunya untukku. Aku sungguh menyukaimu."

Jaemin mengangkat kepalanya dan memperlihatkan senyum manisnya. "Aku juga." singkatnya.

Jaemin masih terlalu asing dengan suasana saat ini. Tapi ia sangat bahagia. Dia benar-benar tidak menyangka Jeno menyukainya. Yang ada dipikirannya selalu Jeno menyukai Renjun. Tapi memang itu yang Jeno katakan padanya. Sekarang ia menebak apakah Jaehyun yang memberitahu Jeno. Jaemin ingin marah, tapi ini tidak buruk juga. Sudah lama sekali rasanya Jaemin sudah tidak sebahagia ini.





Jeno, Jaemin, dan Renjun sedang duduk di perpustakaan sekarang. Renjun dari tadi tidak bisa diam, membolak-balik majalah dengan berisik. Dia sedang menunggu Mark yang katanya akan datang. Dan tentu saja dia belum tahu perubahan status dua sepasang sahabat di depannya itu.

Jaemin membaca buku dengan tenang. Sedangkan Jeno hanya diam menatapnya, seakan mengangumi setiap inchi wajah manis lelaki di sampingnya, yang sekarang sudah menjadi miliknya itu.

Aktifitas mereka terhenti saat dua orang datang dan duduk di samping Renjun, di depan Jeno dan Jaemin. Mereka berdua disambut dengan suara berisik Renjun, yang membuat Yeri; Si Penjaga Perpustakaan mendelik tidak suka ke arah mereka. Untungnya Jaemin segera menyadari itu dan mengisyaratkan Renjun untuk memelankan suaranya.

"Sebentar lagi musim dingin akan tiba. Kalian punya rencana?" tanya Mark dengan suara pelan.

Jaemin menyadari tatapan aneh Jaehyun sejak dia datang. Sekarang Jaehyun menatapnya dan menaikkan sebelah alisnya, mengisyaratkan pertanyaan. Jaemin hanya mengerutkan alisnya bingung.

"Hei kau akan ke mana liburan ini? Apa kau akan mengunjungi kampung halamanmu?" Mark menepuk bahu Jaehyun.

"Ya, kau benar. Taeyong memintaku datang ke sana. Katanya ada sesuatu yang baru dan menyenangkan. Tapi dia tidak mau beritahu apa itu." jawab Jaehyun, masih mengamati Jeno dan Jaemin.

"Jadi bagaimana?" tanya Jaehyun, menatap Jeno dan Jaemin bergantian.

"Apanya?" Jaemin balik bertanya, berpura-pura tidak mengerti.

"Kau tidak mengatakannya?" Jaehyun bertanya pada Jeno. Jeno hanya mengendikkan bahu.

"Ada apa ini?" Renjun ikut penasaran.

"Jadi benar itu ulahmu?!" Jaemin melemparkan majalah ke arah Jaehyun. Yang dilempari malah menampilkan senyum menyebalkan dan membuat Jaemin ingin melemparinya dengan sepuluh buku kamus.

"Um... jadi sekarang kalian berdua-" Jaehyun menghentikan kalimatnya, membuat Mark dan Renjun yang semakin penasaran menggeser duduknya semakin dekat.

Jeno mengangguk.

"Kalian tahu mereka berdua sekarang..." Jaehyun memberi isyarat dengan mengetukkan kedua telunjuknya seperti orang berciuman.

"Apa?!" Renjun yang paham langsung berteriak.

"Ssssttt!" Yeri menaruh telunjuknya di depan bibir. Sepertinya mereka semua memang terlalu berisik dari tadi.

"Mereka berpacaran?" sekarang Mark yang bertanya dengan tidak percaya.

Jaehyun mengangguk.

"Kukira kalian sahabat. Yang kusangka sedang dekat dengan Jaemin adalah Jaehyun sunbae."

Jaehyun hanya tersenyum mendengar perkataan Renjun. Ia harus merelakan. Mungkin ini memang tidak adil, tapi seperti inilah dunia bekerja. Agar seimbang, semua orang tidak bisa bahagia secara bersamaan. Terkadang harus ada yang berkorban untuk memberikan akhir yang bahagia dalam suatu kisah. Tapi percayalah, kau akan menemukan milikmu sendiri suatu saat nanti. Jika tidak sekarang, mungkin setelah ini.

-THE END-

Akhirnya.

Terima kasih buat semua readers yang sudah mau baca, vote, apalagi coment di cerita ini. Saya sangat menghargai jejak kalian.

See you in the next story~!
Papay~! (๑•̀д•́๑)

07/06/2021

SAHABAT || NOMIN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang