49. Kobaran Api

131K 23.1K 26.9K
                                    

49. Kobaran Api
"Emosi itu bagaikan kobaran api. Susah dipadamkan dan tidak bisa dikendalikan."

-———-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-———-

APA KABAR BUDAK BARBAR? KANGEN GA?

SIAPKAH KALIAN MEMENUHI KOMENTAR TIAP PARAGRAF?

JAM BERAPA KALIAN BACA PART INI?

9K VOTE + 25K KOMEN FOR NEXT!

-———-

SEBISA mungkin Hanina menghindar dari orang lain ketika ia telah sampai di rumah. Entah apa alasan gadis itu sampai tidak ingin berpapasan dengan siapapun. Mungkin Hanina tidak mau dilihat dalam kondisi seperti ini, atau mungkin juga Hanina masih terlalu takut untuk bertemu seseorang.

Namun saat gadis itu keluar dari lift rumahnya, ia malah berpapasan dengan sosok Galileo yang baru saja hendak masuk ke dalam lift. Tatapan keduanya pun selama beberapa saat bertemu.

"Kak," panggil Hanina.

Galileo tak merespon, lelaki itu justru melewati Hanina begitu saja. Apakah Galileo masih marah kepadanya? Apa masalah beberapa hari lalu masih belum juga ia lupakan? Entahlah Hanina terlalu lelah untuk memikirkan hal itu. Saat ini fisik dan batinnya benar-benar butuh istirahat penuh.

Baru saja Hanina hendak berjalan menuju kamar, tiba-tiba lengannya ditahan oleh Galileo. Lelaki itu menarik kasar lengan Hanina sehingga membuat gadis itu menghadap ke arahnya.

Galileo kemudian menarik ujung jaket yang Hanina pakai, "Punya siapa?" todongnya dengan nada dingin.

Hanina tak menjawab. Lebih tepatnya gadis itu merasa kaget dengan sikap Galileo yang agresif.

"Gue tanya, punya siapa?" ulang lelaki itu. Kali ini suara Galileo terdengar sedikit membentak.

Airmata yang sejak tadi Hanina tahan akhirnya kembali menetes. Padahal Hanina pikir dirinya sudah tidak akan bisa menangis lagi hari ini, mengingat sebelum pulang Hanina telah banyak
menangis di hadapan Georgie.

Hanina menatap Galileo sejenak, sebelum akhirnya ia menarik lelaki itu ke dalam pelukannya. Sungguh Hanina tidak ingin bergantung pada Galileo lagi, hanya saja untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan lelaki itu. Dia butuh Galileo berada di dekatnya. Dia butuh Galileo untuk menenangkannya.

Dipeluk secara mendadak, tentu membuat Galileo kaget. Lelaki itu diam sejenak, sebelum akhirnya ia mulai tersadar saat mendengar isak tangis Hanina. Galileo langsung melepas pelukannya, dan menatap ke arah gadis itu. "Lo ngapain nangis?" tanya Galileo cemas. Tak ada lagi nada penuh emosi seperti tadi.

Unfamiliar Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang