01

150 81 130
                                    

07.30 AM Waktu Indonesia Barat.

Ditengah jalan ramai, terlihat seorang pemuda yang lari dengan tergesa gesa. Rambutnya yang dicukur pendek itu memakai sebuah blangkon, salah satu kelengkapan pakaian adat jawa, dengan tubuhnya yang kurus dipasangi seragam putih abu. Sungguh tampilan yang aneh untuk seorang siswa atau pelajar sma.

"Waduhhh, pie iki, nanti kalau aku telat kan berabe!!" Aksara Bengi dengan panik terus berlari, dalam pikirannya dia kalut karena takut dihukum oleh gurunya.

Tanpa sadar waktu terus berlalu, dan tiga puluh menit telah dikonsumsi oleh waktu jadi tepat pada pukul delapan pagi waktu indonesia barat Aksara Bengi sampai didepan gerbang sekolahnya, SMAN Harapan Bangsa , yang jelas kondisi nya telat tertutup rapat.

"Aduhhh, Mbok aku telat!!" ratap Aksara Bengi dengan sedih, dia memegangi pagar besi itu dengan mata celingukan seperti sedang mencari kesempatan.

"Sepi sih, tapi moso aku harus maksa masuk? Ga mungkin lah, kan iku ga baik." Ketika Aksara Benci tengah berpikir tentang apa yang harus dia lakukan, dia tiba tiba dikagetkan dengan suara yang lembut dibelakangnya.

"Lho, Sara, kamu kok masih disini? Telat ya?" Tanya seorang wanita dewasa, berusia sekitar 25 - 26, dengan memakai seragam resmi guru mengajar.

Aksara Bengi berbalik, dan tersenyum setengah malu.

"Aduh, iya e bu, saya terlambat, maaf ya bu, kemarin saya begadang buat menyelesaikan tugas yang diberikan Pak Irfan kemarin."

"Ooo, jadi begitu? Yasudah, kamu ikut ibu dulu ke ruang guru, meski kamu jarang terlambat tapi tetap yang salah harus dihukum. Ngerti?"

"Iya, bu, saya mengerti" dengan patuh, Aksara Bengi menjawab setelahnya dia mengikuti wanita itu yang telah masuk ke dalam sekolah terlebih dulu.

Dalam perjalanan ke ruang guru.

"Gimana kabarmu, sara?" Tanya wanita itu, yang notabene adalah guru Aksara Bengi, Bu Mediana atau kerap dipanggil Bu Ana.

"Saya baik, bu, alhamdulillah." Aksara Bengi dengan sopan menjawab dan tersenyum pada Bu Ana.

"Bagus kalau begitu, jadi kenapa kamu bisa begadang buat ngerjain tugasnya Pak Irfan?"

"Oh itu, saya ngga punya waktu e, bu. Soalnya saya sepulang sekolah kerja dulu, bu, kemarin."

"Kamu kerja?" Bu Ana menoleh, dengan sedikit cepat, mungkin terkejut.

Malu malu Aksara mengaku.

"Hehehe, nggeh, bu, saya kerja sambilan jadi tukang permak"

"Ooo gitu ya?" Dengan berbincang, mereka tidak sadar bahwa mereka telah sampai pada tujuan.

"Ohh, sudah sampai, ayo masuk, Sara!" mereka pun melenggang masuk ke ruang guru. Berjalan dengan pelan tapi pasti menuju meja milik Bu Ana. Sesekali menyapa guru lain yang tengah berada disini.

Setelah Bu Ana duduk di kursi nya.

"Ok, sara, silahkan duduk!" ucap Bu Ana pada Aksara.

"Iya, bu" Aksara pun segera duduk, menghadap Bu Ana.

"Jadi, kamu telat masuknya, denda 15 poin dan uang sebesar 50 ribu, poin saya akan ambil dari poin mu dan uang, saya akan ambil dari uang tabungan sekolah mu." ucap Bu Ana dengan tegas.

Mendengar ini, wajah Aksara berubah muram murung dan sedih.

Uang 50 ribu dapat dibuatnya bertahan hidup selama dua setengah hari dan sekarang di sia sia kan untuk urusan yang sangat tidak berguna, bukannya itu pemborosan?

Bully : Cerita Perihal Pembunuh Tanpa TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang