1

196 23 4
                                    

Aku menggeliat dalam tidurku, udara dingin terasa menusuk hingga ke tulangku. Seluruh badanku terasa sakit. Tentu saja, aku tertidur di lantai kamarku dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Dengan sekuat tenaga aku tegakkan tubuhku. Seketika kaca besar disisi pintu kamarku menampilkan keadaanku yang mengerikan.

Kemeja dan celana yang kupakai sedari kemarin pagi terlihat sangat kusut, rambut berantakan, mata bengkak dengan hiasan maskara luntur di sekitarnya.

Kim Jongin brengsek, aku merutuki satu-satunya orang yang bisa ku salahkan saat ini. Bukan bisa, tapi ini memang salahnya. Bayangkan saja laki-laki yang adalah kekasihmu baru saja menidurimu dengan bisikan-bisikan cinta memabukkan bahkan di saat pagi dia memasakkan waffle dengan banyak buah beri diatasnya. Namun tiba-tiba kau tidak sengaja melihat seorang wanita mengiriminya pesan disertai foto berlingerie merah.

Ponselku menjerit-jerit seperti orang gila sejak kemarin. Tentu saja dari Jongin dan orang kantor yang tidak rela jika aku menganggur barang sedikit. Ya benar aku tidak masuk tanpa kabar, tapi bukankah seharusnya mereka sedikit khawatir kepadaku?! Aku sempat membuka notifikasi di ponselku, isinya penuh makian karna aku menghilang tanpa kabar. Mau tidak mau aku memaksakan diriku untuk bersiap menghadapi makian itu.

Taraaa tebakanku benar, baru saja aku meletakkan tas di mejaku general manajerku segera menyeretku ke ruangannya dengan teriakan.

"Apa kau bosnya di sini?" Tangannya bertenger di pinggang saat aku memasuki ruangannya.

"Maaf, aku tidak enak badan kemarin."

"Dan itu membuat tanganmu lumpuh untuk meminta ijin atau sekedar mengabari?"

Aku hanya menunduk tanpa sepatah kata apapun, karna sejujurnya itu percuma. Ku akui jika aku juga salah di sini. Hanya karena cinta aku menetelantarkan pekerjaanku tanpa tanggungjawab padahal ini sudah mendekati akhir bulan, artinya persiapan pemotretan untuk majalah edisi bulan depan sudah harus selesai.

"Kau mengerti apa yang aku ucapkan Kim Jennie?" Teriak manajer berkepala empat itu. Tidak, tentu saja tidak. Yang ada di kepalaku saat ini hanyalah foto belahan dada wanita berlingerie yang menjadi lawan main Jongin di drama yang dibintanginya kali ini.

Aku Kim Jennie dua puluh sembilan tahun, seorang creative director junior majalah mode internasional di Korea Selatan. Pekerjaan ini membawaku berpacaran dengan Brand Ambasador sebuah merk mahal yang hampir setiap waktu berkolaborasi dengan majalah mode tempatku bekerja. Kim Jongin, aktor yang sedang naik daun.

Dengan langkah lunglai, aku pergi dari ruangan manajer setelah setengah jam. Jisoo yang duduk di kursinya menatapku dengan iba, "Aku turut berbela sungkawa atas hilangnya indra pendengaranmu."

Aku mengela nafas panjang dan mengambil duduk di kursiku yang berada ditengah ruangan kecil timku. "Aku benar-benar bingung bagaimana Jung Yunho bisa tidak kehabisan kalimat sama sekali dalam setengah jam penuh."

"Kau benar dia lebih cocok menjadi juru kampanye sebuah partai."

Aku setuju dengan pendapat Jisoo.

"Ngomong-ngomong kenapa kau tidak masuk tanpa kabar? kau tidak pingsan di tengah jalan bukan?"

"Tidak seekstrim itu hanya sedikit tidak enak badan."

Mata Jisoo penuh telisik, "Kau benar baik-baik saja?"

"Tentu, memangnya aku kenapa?" Oh tidak kurasa mataku bengkak sangat parah.

"Bu Choi beberapa kali tidak masuk sebelum mengundurkan diri tanpa persetujuan, aku akan membunuhmu jika kau lari dari tanggung jawab sepertinya apalagi disaat-saat kita sibuk dengan edisi bulan depan." Jisoo membicarakan mantan creative director seniorku yang sebelumnya memimpin timku.

Where is My World? (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang