"Tok-tok." Ketukan keluar dari mulutku, membuat Chanyeol yang sedang membersihkan mesin kopinya menyadari kehadiranku. Pintu café terbuka lebar sehingga tidak ada bunyi bel ketika aku masuk. Café terlihat sepi, tidak terlihat ada pelanggan. Mungkin karena sekarang adalah jam masuk kantor.
"Kau baru datang?"
Aku mengangguk. Pukul Sembilan, harusnya aku sudah di kantor untuk mengerjakan pekerjaanku.
"Kenapa tidak di kantor?" Ucapnya melihat jam tangannya.
"Aku sengaja datang terlambat." Hari ini ada pertemuan dengan endorser untuk pemotretan Jongin. Seharusnya kami akan membahas dan mencocokan konsep pemotretan dengan pakaian yang akan dipakai Jongin jum'at ini.
Aku dan timku sudah menyelesaikan konsepnya, hanya tinggal mempresentasikan dan membahas lebih lanjut dengan tim endorser. Aku sengaja datang terlambat dan mengirim pesan untuk Taeyong, Jisoo, dan Doyoung untuk melakukan hal yang sama untuk memberikan kesempatan para junior untuk bertanggungjawab atas pekerjaan kami.
Tentu saja tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ponselku bergetar berkali-kali sedari tadi. Johnny dan junior lain menelfonku secara bergantian. Aku mengabaikannya. Haa rasakan itu.
"Cinnamon Coffee Latte?" Chanyeol sudah selesai dengan urusannya.
"Bolehkah aku membuatnya sendiri?"
"Tentu, kemari."
Chanyeol mengambil sebuah apron berwarna biru dongker di laci bawah meja kasir. Memakaikannya pada leherku lalu memutar pundakku agar berbalik untuk mengikat tali belakangnya. "Untuk melindungi bajumu yang berwarna putih." Terangnya tanpa kuminta.
Senyumku mengembang. Chanyeol memberiku sebuah cangkir berwarna putih padaku.
"Ini bubuk kopi robusta, karena kau lebih menyukai rasa kopi yang pekat."
"Benarkah?" aku menaikkan sebelah alisku, Chanyeol lebih mengerti tentang seleraku.
Ia hanya menyunggingkan senyum lalu menuntunku untuk memasukkan bubuk kopi yang sudah digiling pada alat yang disebut portafilter. Chanyeol menjelaskan satu persatu.
Tangan kiri Chanyeol mengenggam pergelangan tangan kananku untuk mengontrol susu yang ku masukkan pada cangkir. Lengan bajuku tergulung, aku bisa merasakan telapak tangan Chanyeol yang hangat. Terasa menyenangkan ketika tangan kami bersentuhan.
"Mau Latte art?"
"Tentu, bentuk menara eiffel."
"Kau memberikan tantangan yang begitu sulit." Genggamannya naik pada punggung telapak tanganku, ia memposisikan tubuhnya tepat dibelakangku agar lebih mudah. Ia menyongkong kedua tanganku untuk bergerak. Aku merasa sedang dipeluk beruang berbulu lebat, Chanyeol sangat besar dan hangat.
Chanyeol menuntun kedua tanganku membentuk latte art yang seharusnya berbentuk hati, namun kacau karena tanganku yang gemetaran. Kami tertawa dengan kekacauan yang kubuat.
Setelah selesai dengan latte art, Chanyeol tetap mengenggam pergelangan tangan kiriku yang bergambar daffodil di sana.
Kemarin setelah pertunjukan band selesai, Chanyeol membantuku untuk melepas perbannya dan mengoleskan salep antibakteri yang dibelinya di apotik dua puluh empat jam. Sehun dengan baik hati meminjamkan tempatnya mengurus tato kami sementara ia membereskan sisa kesenangan pelanggan.
"Apa masih sakit?" Ia mengelusnya dengan jari tengah yang bertuliskan 'Loey'
"Tidak aku baik-baik saja." Aku membalik tubuhku supaya bisa melihat Chanyeol dengan lebih jelas. Tangan kami terlepas. Pandangan bertaut tidak terlepas sedikitpun. Chanyeol meletakkan kedua tangannya pada meja di belakangku. Aku terkunci membentur pinggiran meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My World? (completed)
FanfictionAku berada di dunia yang nyaman, dimana aku bisa melakukan dan menyimpan semua hal yang selalu kulakukan. Tidak ada keluhan antara aku dan duniaku, kami sama, kami membutuhkan satu sama lain. Namun di usiaku yang menginjak 29 tahun, saat musim akan...