3

80 21 3
                                    

Suara lonceng yang menempel pada pintu café berbunyi saat aku memasukinya. Mataku menemukan Chanyeol yang sibuk memindahkan meja kayu besar bersama Kyungsoo. Aku membantu mereka dengan mengangkat bagian tengahnya.

"Sudah datang? Rajin sekali untuk orang yang awalnya menolak untuk memanggang." Ungkap chanyeol lalu mengambil beberapa perlengkapan yang aku tidak mengerti apa gunanya.

Mataku mengikuti gerak-geriknya, "Aku langsung kesini, kantorku pulang satu jam lebih awal di hari jum'at."

"Begitu, masih ada dua jam lagi. Tunggulah dengan nyaman aku akan membuatkanmu minuman."

"Aku bisa membantu." Aku menahan Chanyeol yang terlihat akan bergegas pada mesin kopi. Aku tidak ingin merepotkannya dengan kehadiranku.

"Kau kan muridku, bagaimana bisa aku memintamu untuk menyiapkan kelas?"

"Anggap saja seperti piket, murid memiliki jadwal piket kan? Atau kau bisa memberiku kopi gratis setiap senin."

Chanyeol terkekeh ringan, "Baiklah aku akan memberimu kopi gratis setiap senin."

Dua karton tepung terpampang di depan mataku. Aku menemukan si pororo membawa tepung itu dengan wajah datarnya. "Bisakah kau meletakkannya di meja?", katanya.

Aku menerima dan memindahkannya dengan perasaan bingung.

Sejujurnya aku tidak membantu banyak, karena ketika aku datang semuanya sudah hampir siap. Jum'at ini menu yang akan kita buat adalah cookies. Aku tidak yakin akan memakannya setelah jadi karena aku tidak terlalu suka makanan manis.

Ketika jam menunjukkan pukul 18.00 semua yang mengikuti kursus ini sudah datang. Ada enam orang, semuanya adalah perempuan. Chanyeol menyapa mereka dengan akrab, aku rasa ia sudah mengenal mereka semua. Tidak ada yang perlu diherankan, Chanyeol mudah bergaul.

Kami mengambil tempat masing-masing di meja panjang yang sudah disediai masing-masing peralatan dan bahan. Aku berada di pojok meja karena tak mengenal siapapun. Sedangkan Chanyeol berada di tengah untuk bisa memusatkan perhatian. Namun itu terlalu jauh dariku.

Aku sangat kikuk ketika menguleni mentega. Padahal ini masih tahap awal.

Aku tersadar Chanyeol memperhatikanku ketika mendengar suara tawanya di belakangku. "Kau mengaduknya seperti membuat kopi instan." Lalu ia mengambil spatulaku, menunjukkan caranya dengan sabar.

"Kalian bisa memasukkan gula dan choco chips sesuai selera, jika menyukai manis kalian bisa memasukkan tiga puluh gram dan jika tidak kalian bisa menguranginnya sesuai selera." Intruksi Chanyeol membuatku lega, ternyata aku bisa mengatur kadar kemanisannya.

Aku menimbang gula bubuk dan memasukkan lima gram dengan percaya diri. Gula lima gram tanpa choco chips, sempurna.

Setelah cookiesku jadi aku menyesali kepercayaan diriku. Aku membeku memandangi cookiesku yang lebih nampak seperti piring kecil retak dibandingkan dengan milik murid-murid lainnya, begitu cantik dengan warna lainnya seperti coklat, merah, dan hiasan choco chips. Aku benar-benar tidak berbakat dalam memanggang.

Chanyeol meletakkan segelas coklat panas pada mejaku. Kelas telah usai beberapa menit yang lalu. Ada yang sudah meninggalkan café, ada yang sedang menikmati cookis buatannya dengan kopi. Sedangkan aku tinggal dengan segala keterkejutanku pada tampilan cookiesku.

"Penyebabnya adalah terlalu cair itu kenapa adonanmu meluber. Tidak apa, kita tetap bisa memakannya." Chanyeol mengambil satu buah dan memakannya. Alisnya naik, pertanda ada yang salah.

"Apakah rasanya aneh?"

Chanyeol memiringkan sedikit kepalanya, "Kau tidak memberinya gula?"

"Aku mengurangi jumlahnya karena tidak suka manis."

Where is My World? (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang