9

115 15 7
                                    

Aku terbangun dengan Jongin yang tersenyum menatapku. Tangannya mengelus pipiku, "Selamat pagi." Aku membalasnya dengan memeluk tubuhnya.

Jongin mengecup puncak kepalaku, lalu meletakkan tangannya di sana. "Baekhyun menelfonmu beberapa kali semalam, aku tidak mau kau terbangun jadi aku mengangkatnya."

Aku melepaskan pelukanku, "Apa yang Baekhyun katakan?"

"Dia marah-marah menanyakan keberadaanmu, tapi setelah mendengar suaraku dia menutup telfonnya sepertinya dia mabuk."

Aku mendudukkan badanku, mengambil ponselku yang berada di meja nakas dekat Jongin tanpa beranjak dari tempat tidur. Jongin tidak membuka pesan-pesan yang masuk ke ponselku. Aku lega tanpa alasan yang jelas.

"Apa ada yang salah?" Jongin ikut menegakkan badannya.

"Tidak, hanya saja kemarin harusnya memiliki janji dengan teman-temanku."

"Teman-teman?" Jongin mengangkat satu alisnya.

"Ya, teman-teman Baekhyun juga."

"Kau memiliki banyak teman sekarang." Jongin tersenyum tipis.

Jongin tidak menyukainya. Walaupun ia tersenyum, aku bisa melihat otot di wajahnya menegang. Aku sangat mengenal Jongin. Walaupun dia tidak pernah menunjukkan emosinya, aku akan selalu hafal bagaimana otot wajahnya berubah jika tidak senang ataupun marah.

Jongin mengembangkan senyumnya lebih lagi dan memandangiku, "Dan kau lebih memilih bersamaku? Terima kasih." Lalu mengecup pundakku. Benar, aku harus memilihmu karena jika tidak aku mungkin akan meninggalkanmu. Aku akan menyakitimu. Aku tidak mau itu terjadi.

Jongin menahanku selama akhir pekan. Drama yang dibintanginya sudah menyelesaikan semua rekamannya dan Jongin tidak ada jadwal apapun untuk dua hari ke depan. Kami menghabiskan waktu dengan menonton film di apartement bersama seperti biasanya.

Di sore hari setelah selesai dengan treadmillnya Jongin menghampiriku yang sedang sibuk dengan acara televisi. "Aku akan mandi, kau juga bersiaplah kita akan makan di luar."

Makan di luar maksud Jongin adalah menyewa sebuah ruangan di restoran mewah untuk kita berdua. Menurut informasi yang aku dapatkan dari Jongin, banyak artis-artis yang berkencan dengan cara itu.

Aku memakai gaun knit abu-abuku dan sneakers putih, tidak berdandan banyak karena hanya ada kami berdua. Dan juga tidak banyak pakaianku yang tertinggal di rumah Jongin. Aku tidak memiliki banyak pilihan pakaian untuk makan malam romantis. Jongin juga berpakaian santai dengan sweater hitam dan celana jeans.

Jongin memesan tempat pada restoran itali favorit kami. Jongin sangat menyukai pasta. Kami jalan terpisah dari parkiran. Jongin terlebih dahulu masuk ke restoran lalu aku menyusul lima menit kemudian.

Jongin menungguku di dekat pintu masuk lorong tempat ruang yang kami pesan. Ia menggenggam tanganku saat berjalan di lorong menuju ruangan itu. Aku senang saat kami bergandengan di luar rumah walaupun hanya sebentar.

Saat Jongin menggeser pintunya senyumku luntur karena menemukan seorang wanita bergaun merah dengan potongan dada rendah di sana. Itu Kim Yerim, wanita berlingerie merah di ponsel Jongin.

Kim Yerim berdiri dari duduknya. Rambutnya bergelombang rapi. Memakai gaun mewah berwarna merah dan sepatu hak tinggi hitam mengkilat. Tidak bisakah dia memakai baju lain selain merah? Lalu apa itu sepatunya? Kenapa seolah-olah mengejekku dengan kilatannya?

"Kalian sudah datang? Hai Jennie kau terlihat sangat cantik." Sapanya kepadaku dengan nada sok ramahnya. Aku tahu matanya menghina penampilanku yang nampak seperti pengemis jika disandingkan dengan dirinya.

Where is My World? (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang