1

35 8 4
                                    

Sang mentari mulai menampakkan dirinya. Burung-burung saling bersahutan menghasilkan irama yang indah. Daun-daun yang dihiasi embun pagi dan kabut tipis yang melengkapi hari senin kali ini. Seorang gadis masih bersembunyi di bawah selimutnya meskipun bunyi alarm sudah berkali-kali berdering. "LISA BANGUN KAMU!" Suara wanita paruh baya menggelegar. Gadis yang dipanggil Lisa itu tetap tertidur di atas kasur besarnya. "Lisaaa! Bangun atau hari ini kamu pergi sendiriii!" sahut pria paruh baya di depan kamar Lisa. "Lisa udah bangun!" Mendengar ancaman dari ayahnya langsung membuat gadis itu tebangun.

Lisa Maurellien. Gadis semester 4 ini dengan malas membuka matanya. Setiap ada kelas pagi, Lisa selalu berangkat dengan sang ayah.

Lisa masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan rutinitas paginya. Lisa hanya menggunakan riasan tipis di wajahnya, tidak perlu terlalu tebal. Lalu bergabung dengan keluarganya di meja makan. Menu sarapan kali ini hanya roti bakar seperti biasanya. Di ruang makan sudah berkumpul ibu, ayah, dan adeknya Lisa. Hari ini hari pertama sekolah setelah libur semester. Adeknya Lisa, Karina, yang sekarang duduk dibangku kelas SMP akan diantar oleh ibu mereka. Sedangkan Lisa akan diantar oleh Ayahnya. Kedua orang tua mereka bekerja setiap hari, jadi sebisa mungkin mereka memiliki waktu untuk anak mereka. Contohnya, mengantar ke sekolah.

"Ayah berangkat sekarang yuk! Takut telat!" Lisa terburu-buru memakai sepatunya. Sang ayah hanya mengikuti kemauan putri sulungnya itu.

...

Lisa berjalan masuk ke dalam lingkungan sekolahnya. Matanya menatap ponsel tanpa melihat sekelilingnya.

BRUKKK...

"Aw!" Lisa menabrak seseorang. "Makanya kalau jalan liat ke depan bukan ke hp!" Lelaki yang menabrak Lisa itu langsung pergi begitu saja. "Dih, apaan sih itu cowo." Lisa mendengus kesal lalu melanjutkan perjalanannya yang sedikit tertunda.

"WOY LISAA!!!"

Lisa yang merasa namanya terpanggil mencari sumber suara tersebut. Matanya menangkap sesosok gadis dengan kuncir kuda melambai ke arahnya. "Gausah teriak juga kali!" Lisa menghampiri Caca, sahabatnya. "Lis, lo bakal ikut club teater lagi?"

"Iya, kenapa emang?"

"Gue kira lo mau keluar, secara lo ngeluh mulu," ujar Caca seraya menggandeng tangan Lisa. "Kalau gue gak ikut teater mau ikut apalagi, males juga daftar club lain." Lisa dan Caca masuk ke kelas lalu duduk di bangku kedua dari belakang

"Lis, katanya ada kating baru masuk yang terkenal itu loh! Kan semester lalu dia ambil cuti, sekarang udah masuk lagi." Caca menatap ponselnya, melihat berita yang menggemparkan satu universitas. "Oh." Lisa hanya menjawab dengan datar, matanya tetap setia menatap ponsel. "Ck, lo gak tau gitu siapa? Siapa tau ganteng, lo bisa gebet. Secara lo kan cantik."

Lisa memutar bola matanya malas mendengar ocehan sahabatnya. "Gue gak mau." Lisa menatap ke luar jendela melihat pemandangan pagi. "Yaelah lo belum bisa lupain cowok yang itu?" Caca menatap Lisa penasaran.

Namun yang ditanya belum kunjung menjawab. Caca hanya menghela napas melihat Lisa yang diam saja. Sudah hampir dua tahun Lisa belum juga melupakan mantannya itu. "Orang berengsek kaya gitu gak perlu lo tangisin, Lis." Caca kini menatap khawatir Lisa. Tampaknya Lisa belum bisa melupakan Riko, mantannya.

Mereka memang putus dengan cara yang tidak baik-baik. Riko selingkuh. Bukannya mengaku, Riko malah menuduh Lisa yang tidak-tidak. Siapa yang tidak sakit hati?

"Gak usah bahas-bahas mantan lagi. Gue mau beli kopi." Lisa mengambil dompetnya lalu meninggalkan kelas. "Yaelah itu anak gak nungguin." Caca dengan cepat mengejar Lisa ke luar ruangan.

Lisa berjalan pelan di koridor lantai dasar, tatapannya kosong. Dulu Lisa sering melewati koridor ini untuk mengunjungi Riko. Entah kenapa Lisa belum bisa melupakan Riko, padahal Riko adalah seorang bajingan.

ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang