David masuk ke dalam ruangan. Terlihat Lisa sedang duduk menyilangkan kakinya di atas sofa. "Ini ruangan apa?" David bertanya-tanya. Dia tidak pernah tahu ada ruangan seperti ini di lantai lima gedung tempat dia bekerja. Selama ini, telinganya hanya mendengar bahwa di lantai atas ada apartemen yang disewakan. Namun tidak tahu sebagus ini. Yakin sekali bahwa tempat ini lebih luas daripada tempat tinggalnya.
"Ini apartemen. Lo gak pernah kesini ya?" Lisa dengan santainya menyeruput es jeruk yang tampak segar untuk diminum di siang hari yang panas ini. "Iya. Gue udah denger sih katanya dari lantai dua sampai lantai lima itu apartemen. Gue pikir cuma apartemen biasa doang."
“EH IYA! Kenapa lo tadi pura-pura gak kenal gue, hah?”
Lisa tersenyum miring, “hubungan perkejaan ini bersifat sangat rahasia. Bayangin kalau orang-orang tau lo kerja bareng gue. Dua orang kaya kerja di kafe. Orang-orang pasti curiga.”
Lisa tiba-tiba berdiri. Dia mengeluarkan kantong besar berwarna hitam dari kolong meja. "Buka." Suara tegasnya menggema. Dengan rasa penasaran, dibukalah resleting tas hitam itu. Uang, ponsel, kotak aneh berwarna hitam, dan barang-barang yang belum pernah David liat sebelumnya bertumpuk di dalam tas itu. "Ini uang buat apa?" David mengangkat pundi-pundi lembaran berwarna merah. "Bukannya sudah jelas? Uang itu segalanya di dunia. Kalau lo terlibat masalah, pakai uang itu."
David mengambil salah satu kotak kecil berwarna hitam. Dibukanya kotak itu. Benda kecil aneh yang ia sering lihat di televisi kini ada ditangannya. "Itu semacam ear-piece. Bentuknya udah dimodifikasi biar lebih kecil. Jam tangannya itu buat lo kalau mau ngomong sesuatu." David menatap takjub dua benda itu. Seperti berada di dalam film action.
Lisa merebut benda itu dan berjalan mendekati David. Dengan perlahan dia memasukkannya ke dalam telinga David. "Sebenernya lo bisa minta model yang lo suka. Cuma buat sementara lo pakai yang ini aja dulu.
"APAAA??!!! LO NGOMONG APA???"
Teriakan itu membuat Lisa terkejut, sedikit. Perempuan itu lupa bahwa alat yang baru saja dipasang bisa menimbulkan sedikit gangguan pendengaran. Lisa menarik salah satu sisi kabel agar alat komunikasi itu lepas dari tempatnya. "Lo ngomong apa tadi? Gak kedengeran." David bertanya, dengan wajah tidak bersalahnya itu. "Lo bisa modifikasi model ear-piece yang lo pake." Jawab Lisa dengan malas.
"Kalau yang gue pelajari dari film-film. Handphone banyak kaya gini gue yakin fungsinya apa. Jadi gak usah dijelasin. Tapi... alat-alat tajam ini buat apa?" David dengan takut mengangkat sekumpulan benda tajam yang terlihat sangat berbahaya. Lisa tersenyum miring, "buat bela diri. Dan juga hal lain."
Entah apa hal lain yang dimaksud. David membereskan kotak-kotak itu kembali ke dalam tas. "Hari ini tes ear-piece nya. Ada sesuatu yang harus dikerjakan."
Lisa masuk ke dalam lift, diikuti David di belakangnya. Pintu lift tertutup, meluncur menuju lantai pertama, kafe. "Hari ini ada pesta di hotel M. Banyak pembisnis dan penjabat yang akan datang."
"Lo dan gue harus jadi pelayan."
David langsung menatap terkejut. Dia tidak pernah akan berpura-pura menjadi pelayan dalam hidupnya. Baru saja mau protes, pintu lift terbuka. Perempuan berambut hitam itu langsung melangkah keluar, tidak menghiraukan laki-laki yang mencoba menyamai langkahnya.Seperti biasa, Lisa masuk ke dalam ruangan penuh pakaian. Mengganti pakaian dengan kemeja putih dan rok span berwarna hitam. Sedangkan David menggunakan kemeja putih dan celana panjang hitam. "Eits! Buka dulu baju lo!" David langsung menyilangkan tangan di depan dada, menatap Lisa terkejut. "Lo mau apa?" Pikirannya sudah terbang kemana-mana. Siapa yang tidak takut tiba-tiba diminta untuk membuka baju?
"Lo gak usah mikir yang aneh-aneh. Lo harus pasang ini dulu." Lisa mengangkat benda seperti sabuk namun ukurannya lebih besar. Di dalamnya tertempel benda tajam dan alat pertahan diri lainnya. "Ini buat apa?"
"Lo bakal masuk ke tempat yang keamanannya sangat ketat. Kalau lo tertangkap, setidaknya lo bisa kabur kalau ngelawan." Mendengar penjelasan Lisa, laki-laki itu hanya mengangguk pelan. Namun dirinya berdiri diam disitu. Menatap Lisa yang tidak juga keluar dari ruangan. "Apa yang lo tunggu? Cepet pasang." Lisa menatap aneh David yang sedari tadi tidak bergerak. "Lo bisa keluar dulu?"
Gadis itu memutar bola matanya. Dengan nada ketus dia berkata, "gunanya ruang ganti apa?" Jari telunjuk mengarah ke bilik-bilik untuk berganti pakaian. David langsung masuk ke dalam bilik itu dan memakai perlengkapannya. Sedikit menakutkan mengetahui ada benda tajam menempel di tubuh, rasanya seperti itu bisa menusuk kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENEMY
Teen FictionLisa Maurellien. Menjalani kehidupan palsu, identitas palsu, keluarga palsu. Dirinya yang asli sudah menghilang, terkunci entah dimana. Pekerjaan yang harus ia kerjakanpun mengikatnya makin kencang. Bualan selalu keluar dari mulutnya. Hidupnya hanya...