Ini menyeramkan. Mengapa satu persatu mulai muncul? Mengganggu ketenangan seorang Lisa. Ya. Lisa sedang menatap seorang lelaki paruh baya yang memakai kaos coklat di ujung sana. Wajahnya memang tertutup kacamata, tapi Lisa tidak mungkin salah mengenali. Mata Lisa terus mengikuti gerak-gerik bapak itu. Dirinya setengah percaya setengah tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
“Ada apa?”
David dari tadi mencoba mencari apa yang menarik perhatian perempuan di depannya. Hanya ada orang-orang yang berlalu-lalang, tidak ada yang spesial. “Engga ada apa-apa. Gue mau meat lovers aja. Sama strawberry milkshake.” Lisa menjawab tanpa melihat menu. Tangannya sibuk menari-nari di atas layar ponsel. “Oh, oke. Permisi!” David mengangkat tangannya. Seorang lelaki datang menghampiri, “ada yang bisa saya bantu?”
“Saya pesen meat lovers pizza yang reguler satu, strawberry milkshake satu, lychee iced tea satu. Sudah itu saja.” Lelaki itu menyebut ulang pesanan dan kembali ke dapur. Keheningan terjadi diantara Lisa dan David. Lisa terus menerus menatap ponselnya. Sedangkan David tidak tahu harus melakukan apa. Dia sedikit gugup untuk jurnal kali ini. “Gue masih belum ngerti isi jurnalnya apa? Disana bakal ngapain?” David membuka obrolan. Dia memang belum begitu mengerti tentang apa yang harus dilakukan kali ini. Lisa meletakkan ponselnya. “Jadi lo sama gue ini jadi asisten untuk orang yang namanya Al ini. Jadi, Al punya satu toko kumuh yang produksi barang ‘handmade’ yang bakal dijual. Nah, hasil jualnya ini akan dipakai untuk yang baik.“
“Nyonya Marie ini bakal berinvestasi sama toko punya Al. Toko ini bakal dapet exposure ke dunia perbisnisan. Topik ini bakal jadi perbincangan panas di kalangan pembisnis dan juga masyarakat. Akhirnya banyak yang berinvestasi, pihak kita dapet banyak untung.”
Ini sudah termasuk jurnal yang sangat besar. Topik ini akan dipublikasikan ke seluruh dunia. Melibatkan para perusahaan-perusahaan besar. Jika jurnal ini berjalan seperti rencana, keuntungannya bisa milayaran. Yah, untuk memulai jurnal ini membutuhkan modal yang tidak sedikit. Tetapi jika dibandingkan dengan kemungkinan pemasukkan, jurnal ini memiliki banyak keuntungan. “Target awal kita ini para pembisnis yang membutuhkan ‘imej baik’ mereka pasti akan melakukan apapun demi mendapatkan citra yang baik.”
“Bagaimana mereka tahu mengenai toko ini?”
“Semua orang di ‘dunia’ ini pasti memiliki banyak informan. Apalagi Nyonya Marie adalah salah satu orang yang berpengaruh, ini pasti akan sangat menguntungkan.” Lisa menjelaskan dengan lancar. Dia hapal betul bagaimana jurnal jni seharusnya berjalan.
“Bagaimana kalau ada masalah di tengah jalan? Misalnya ketauan atau hal seperti itu, bagaimana?” David bertanya sembari mengunyah potongan pizza yang baru saja datang lima menit yang lalu. “Di setiap jurnal pasti ada rencana B, rencana C, rencana Z. Jika ketahuan di tengah jalan, gue udah nyiapin rencana hitam.” Lisa bahkan sudah menyiapkan berbagai rencana sampingan. Karena di dunia ini tidak semuanya berjalan seperti yang direncanakan.
Topik ini terlalu pusing untuk dibicarakan sembari makan. David mengubah topik pembicaraan, “Lucu gak sih? Gak akan ada yang mengira lo kerja kaya gini. Kan biasanya orang-orang kaya gini tuh sembunyi-sembunyi gitu.” David ini memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi. “Lebih mudah sembunyi di antara cahaya daripada di kegelapan.” Entah apa yang Lisa maksud itu. David belum terlalu bisa mengikuti cara Lisa berpikir. Mungkin suatu saat. “Apa alasan lo kaya gini?” Lisa berasal dari keluarga kaya raya yang uangnya tidak akan habis. Keluarganyapun terlihat harmonis. Tidak terpikirkan satupun alasan yang logis mengenai Lisa yang masuk ke dalam ‘dunia’ menyesatkan ini.
“Coba gue balik tanya. Lo kenapa masuk kesini? Kalau lo jawab, gue juga bakal jawab.”
David terlihat berpikir sebentar. Mungkin saja dengan memberitahu Lisa alasannya, dia bisa selangkah lebih dekat dengan tujuannya. “Ayah gue.” David menjawab dengan singkat. David sudah berhenti mengunyah, wajahnya terlihat serius. “Ayah gue, dibunuh sama perampok. Sampai sekarang gak pernah terungkap siapa pelakunya. Gue denger, kalau berada di ‘dunia’ ini, bakal gampang buat carinya.” Wajahnya berubah menjadi sendu, mungkin sedih mengingatnya. “Ayah lo? Bukannya kedua orang tua lo masih ada?” Seingat Lisa, David juga berasal dari keluarga yang bisa dibilang cukup kaya dan kedua orangtuanya masih hidup.
“Mereka … orangtua angkat.”
Lisa mendengarkan sembari membuka ponselnya. Mengetik sesuatu dengan cepat. “Kenapa sampai sekarang gak ketemu pelakunya?” Lisa berpikir, katanya ayah David dibunuh oleh perampok. Untuk menangkap seorang perampok tidaklah sulit. “Gue juga gak tau. Padahal ayah gue katanya detektif. Tapi mereka langsung tutup kasusnya.”
Begitu mendengar kata detektif, jari Lisa berhenti. “Detektif?” Lisa bertanya, memastikan apa yang baru saja ia dengar. “Iya, pangkatnya bisa dibilang tinggi.” Lisa diam sebentar. Menatap David sembari berpikir apa yang harus dilakukan.“Kalau lo ketemu sama pembunuhnya, apa yang bakal lo lakuin?”
David mengepalkan tangannya. Memikirkannya saja sudah membuat marah. “Gue bakal bunuh dia juga. Lebih menyakitkan sebagaimana dia bunuh ayah gue.” Lisa menghela napasnya. Siapa yang tidak dendam jika berada di posisi David. “Minum tuh minumannya. Keliatannya emosi banget.”
David menurut lagi. Meminum minumannya yang masih banyak. “Terus alasan lo apa?” David tidak melupakan perkataan Lisa sepuluh menit yang lalu. “Cuma bosen aja. Gak ada alasan lain.” David membelalakan matanya. Hampir saja minuman ini menyembur kemana-mana. Walaupun David dan Lisa baru bertemu beberapa hari, tapi jawaban Lisa memang tidak dapat diprediksi. Siapa yang melakukan pekerjaan berbahaya ini hanya karena bosan?
Lisa mengeluarkan salah satu ponselnya. “Lo jangan berisik. Gue mau nelpon Caca.” Lisa menekan tombol hijau di layar ponselnya. Nada sambubg terdengar, menunggu orang di seberang sana mengangkat. “Halo? Ada apa, Lis?” Dari suaranya bisa terdengar bahwa Caca mengantuk. “Ini, gue udah kirim tugasnya lewat email. Oh iya, nanti gue titip absen ya. Kayaknya gue gak akan masuk beberapa hari.” Lisa berkata dengan santai. Dia memang agak sering ‘menitip’ absen. “Oke deh. Makasih ya.” Caca sudah terbiasa dengan ini. Jika Lisa tiba-tiba menitip absen tanpa memberitahu tujuannya, berarti Lisa akan menghilang beberapa hari. Dia akan sulit dihubungi. Caca awalnya merasa aneh, tapi setelah bertahun-tahun berteman dengan Lisa dia menjadi terbiasa. Caca menganggap Lisa sedang mencari waktu sendiri, mengeksplor alam dan keindahannya.
Panggilan untuk para penumpang pesawat dengan tujuan ke Bali menggema. Lisa segera memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. “Ini pake.” Lisa menyodorkan sebuah kaca mata hitam dan topi warna putih. “Bakal bahaya kalau terlalu banyak terekspos, setidaknya ini bisa sedikit mengelabui CCTV.” Lisa juga ikut mengenakan kaca mata hitam dan topi berwarna putih.
Sebelum masuk pesawat, seorang pramugari mengecek terlebih dahulu tiket. Beberapa pramugari menatap aneh sepasang manusia yang memakai topi dan kaca mata pada malam hari. “Ah, ini kami sudah tidak tidur dan tidak mencuci rambut selama tiga hari.” Lisa mengungkap sesuatu yang sedikit menjijikan. Para pramugari itu tersenyum tipis membayangkan betapa lepeknya rambut di dalam topi dan kantung mata yang bersembunyi di balik kaca mata pemuda-pemudi itu. Lisa masuk ke dalam kabin. Rama membeli tiket kelas bisnis. Padahal jaraknya hanya satu jam.Drrrrt… Drrrrt…
Ponsel milik Lisa bergetar, untung saja pesawat belum lepas landas. Telepon dari nomor tidak dikenal. Lisa mengangkatnya. Hanya ada keheningan selama satu menit. Lisa tidak mengeluarkan suara apapun, begitu pula diujung sana. Daripada membuang waktu lebih baik dimatikan saja.
“Lisa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ENEMY
Teen FictionLisa Maurellien. Menjalani kehidupan palsu, identitas palsu, keluarga palsu. Dirinya yang asli sudah menghilang, terkunci entah dimana. Pekerjaan yang harus ia kerjakanpun mengikatnya makin kencang. Bualan selalu keluar dari mulutnya. Hidupnya hanya...