2

21 6 0
                                    

Lisa berjalan ke arah lobi mall. Terlihat Caca sudah menunggu di depan salah satu toko tas. "Caca!" Lisa menepuk pundak Caca yang sedang melihat-lihat tas dari luar. "Sialan! Untung gue gak jantungan ya anjir!"

Lisa hanya terkekeh pelan. "Lisa, gue mau liat-liat tas di dalem sini. Kayaknya bagus." Caca menarik tangan Lisa untuk masuk ke dalam toko yang penuh dengan berbagai model tas. Caca menelusuri setiap sudut toko itu, mengecek setiap tas yang terlihat. "Jadi beli gak? Lama amat milihnya," ujar Lisa kesal. "Nggak deh, bagusan yang chamel." Lisa memutar bola matanya malas, "ya jelas chamel mah bagus, mata lo taro dimana?" Sedangkan Caca hanya tersenyum kecil.

"Mau kemana? Ke tempat mainan atau mau keliling aja dulu?"

"Keliling aja dulu, gue mau beli dress." Lisa menggandeng tangan Caca. Mereka berkeliling mall, melihat-lihat dari satu toko ke toko yang lain. "Lis, dress ini lucu kayaknya di lo." Caca memperlihatkan dress selutut yang berwarna hitam. "Boleh, gue mau coba deh." Lisa masuk ke salah satu bilik untuk mencoba dress hitam selutut itu. Lima menit kemudian Lisa keluar dengan dresss hitam yang sangat indah di tubuhnya. "Gila! Lo cocok banget! Parah!"

Lisa melihat pantulan dirinya di cermin, cantik. "Yaudah gue mau beli yang ini aja." Lisa menutup pintu lalu mengganti lagi bajunya. Mereka berjalan ke kasir yang tidak terlalu mengatre itu. "Ini aja mba?" Petugas kasir mengambil dress hitam itu. "Iya," jawab Lisa sembari mengeluarkan kartunya. "Eits! Gue yang bayar. Anggap hadiah ultah!" Caca mencegah tangan Lisa yang sudah mengeluarkan kartu itu. "Jadi berapa?"

"Dua ratus lima puluh tiga ribu."

Caca memberikan kartunya. Setelah selesai membayar, mereka langsung keluar dari toko itu. "Mau kemana lagi?" Lisa melihat sekelilingnya. "Makan yuk, laper." Lisa mengangguk setuju. Memang sudah waktunya untuk makan malam. Mereka pun berjalan menuju restoran yang biasa mereka kunjungi.

"Boleh saya ambil pesanannya?"

"Eum.. Creamy chicken pesto pasta satu, creamy fettuccine carbonara satu, sama vanilla milkshake dua." Pesan Lisa.

"Baik, saya ulangi ya. Creamy chicken pesto pasta satu, creamy fettuccine carbonara satu, vanilla milkshake dua ya. Ditunggu 6 menit ya." Pelayan itu mengambil menu lalu pergi. Lisa mengedarkan pandangannya. Lumayan banyak orang disini. "Besok lo kemana? Gak ada rencana sama keluarga gitu?" Caca memulai percakapan. "Cuma makan malam di luar aja."

"Masa setiap tahun gitu doang? Lo gak adain pesta gitu?"

Lisa menggeleng. Dirinya tidak pernah mengadakan pesta ulang tahun, hanya makan malam di restoran bersama keluarganya saja sudah cukup. "Yah, gak rame! Lisa Maurellien, lo tuh kan bisa dibilang banyak uang, sekali-kali adain pesta gitu. Undang temen SMP, SMA, atau tempat kerja."

Lisa menggeleng lagi, "makan malam sama keluarga aja udah cukup. Gak usah meriah banget." Caca menatap kagum ke arah sahabatnya ini, cantik dan rendah hati sekali. "Tapi Karina pernah adain pesta kan? Jalan-jalan ke luar negeri juga. Kenapa lo nggak?"

"Karena itu bukan ulang tahun gue."

Dalam hati Lisa ingin berkata seperti itu ke dunia. Namun dia tidak ingin karirnya sebagai penipu berakhir begitu saja. Sudah 6 menit, pesanan mereka datang. Mereka makan sembari mengobrol dan bercerita tentang apa yang mereka tahu.

"Ian?" Tiba-tiba saja seorang lelaki berumur 20 tahunan mendekati Lisa dan Caca. Lisa mematung, jantungnya berdetak dengan sangat cepat. "Ian? Itu kamu kan?" Lisa dengan hati-hati menoleh ke arah sumber suara. Matanya membulat, dengan cepat dia mengatur ekspresinya.

"Maaf, anda siapa ya?" Caca menatap aneh lelaki itu. "Ian, kamu pasti Ian kan!" Lelaki itu langsung duduk di samping Lisa tanpa permisi. "Anda siapa ya? Anda kenal saya?" Lisa bertanya dengan tenang, mengandalkan kemampuan beraktingnya. "Ian ini Ilo! Masa kamu gak kenal abang kamu sendiri!" Jantung Lisa berdetak dengan sangat cepat seakan-akan mau keluar dari tubuhnya.

ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang