Lisa berjalan santai memasuki perkarangan rumahnya. Dia sengaja mengambil penerbangan pagi hari agar bisa beristirahat. Lisa dan David berpisah di bandara. Seingat Lisa, rumah mereka dekat. Entah mengapa lelaki itu tidak terlihat kembali ke rumahnya.
“Halo? Ada apa?” Lisa menempelkan benda pipih itu ke telinganya. “Kamu dimana?” Suara Rama di seberang sana terdengar. “Pas banget di depan pintu rumah.” Lisa menarik gagang pintu rumahnya yang besar itu. Begitu terbuka,
“Kamu bukan kakakku!” Karina dengan suara penuh amarah berjalan menghampiri Lisa. Ponselnya langsung terjatuh, diiringi dengan suara khawatir Rama. “Kamu bukan kakakku! Dasar penipu!” Karina melemparkan lembaran kertas. Bisa dilihat di atas kertas itu, fakta bahwa jantung Lisa baik-baik saja. Fakta bahwa lima tahun yang lalu ada seseorang yang meninggal karena sakit jantung. Fakta bahwa Lisa yang ada di hadapannya ini bukan kakaknya sama sekali. Damar dan Seli langsung menahan Karina, emosinya sangat tidak stabil sekarang. “Apa maksudmu? Mengapa kamu berkata seperti itu, Karin?” Lisa berdiri diam. Berusaha tersenyum. “Kamu yang mengada-ada! Kamu bukan Lisa Maurellien! Kamu bukan kakakku! Penipu!”
Penipu. Ya, Lisa memang penipu. Kenyataan itu bagaikan truk yang menabrak Lisa. Dia tidak bisa mengelak. Bertahun-tahun dia menipu Karina, memang pantas disebut penipu. Lisa berdiam diri bagai patung. Senyumannya sudah hilang. Matanya hanya bisa menatap lembaran kertas itu. “Kenapa?! Kenapa kamu tidak memiliki riwayat penyakit jantung?! Aku jelas-jelas menemaninya di rumah sakit!” Suara penuh amarah dan kesedihan menggelegar. Siapa yang terima jika ditipu selama bertahun-tahun?
“Karina.” Suara datar itu. Lisa menatap Karina. Ekspresinya datar sekali, tidak ada kesedihan. “Jangan panggil namaku dengan mulutmu itu! Keluar! Keluar sekarang!” Karina makin mengamuk. “Lisa!!!” Suara lelaki terdengar dari ujung pintu. Gadis itu menoleh, suara yang sangat ia kenali. Siapa lagi selain Rama. Rama langsung pergi begitu dia mendengar suara teriakan saat menelepon tadi.
Rama langsung menghampiri Lisa yang terlihat baik-baik saja. “Rama, tolong bawa pergi Lisa. Mereka harus pisah untuk sementara waktu.” Damar menghampiri Lisa. Sedangkan Karina, ditahan oleh Seli, menatap sinis Lisa yang perlahan keluar dari rumah.
Rama dengan perlahan menuntun Lisa masuk ke dalam mobilnya. Walaupun dia terlihat baik-baik saja, Rama tahu betul bahwa perempuan itu tidak baik-baik saja. “Kalau mau menangis, menangis saja.” Rama berkata dengan pelan sembari melajukan mobilnya. Rama tidak terkejut mengetahui hal ini. Dia tahu dari awal, apa kebenarannya.
“Aku sudah memberitahu kalau kamu tidak bisa merahasiakan ini selamanya.” Lisa mengangguk. Dirinya tahu, bahwa dia tidak bisa menipu orang yang tinggal bersamanya terlalu lama. “Kalau begitu, harusnya kamu tau hari seperti ini akan datang.” Lisa diam saja. Matanya menatap keluar, melihat jalanan kota yang sangat sibuk. Keadaan mobil sangat hening. Tidak ada yang berbicara sama sekali. “Kamu sudah makan?” Rama memecah keheningan. Mobil sudah terparkir di halaman rumah Rama. “Lebih baik kita masuk dulu.” Lisa membuka pintu mobil, melangkah menuju pintu rumah Rama. Dia pernah berkunjung, tapi tidak sesering itu. Dia lebih sering menemui Rama di kafe.
Rama membuka kunci. “Ganti dulu bajumu. Ada di lemari kamar aku.” Rama membukakan pintu untuk Lisa. Dia harus memasukkan mobil ke dalam garasi terlebih dahulu. Lisa langsung masuk ke dalam. Melangkahkan kaki menuju kamar Rama. Lisa membuka pintu walk-in-closet milik Rama. Baju-baju dari berbagai merek terkenal menggantung. Di bagian paling ujung, tergantung beberapa pakaian untuk perempuan. Rama menyimpannya hanya untuk berjaga-jaga bila Lisa berkunjung ke rumahnya. Lisa mengambil salah satu kaus berwarna abu-abu dan celana berwarna cokelat.
“Kamu mau makan apa? Seperti biasanya?” Rama membuka jasnya. “Terserah, apa saja.” Lisa duduk di atas sofa. Menyalakan televisi. Rama menggulung lengan bajunya. Lelaki itu yakin kalau Lisa sudah beberapa hari tidak makan masakan rumah. Rama mulai mengeluarkan ayam dan bahan-bahan lainnya. Lisa sangat suka ayam panggang. Tapi semenjak lima tahun yang lalu, Lisa tidak bisa makan ayam panggang secara bebas. Dia hanya bisa memakan ayam panggang bila makan bersama Rama.
Rama mulai memotong ayam-ayam itu. Melumurinya dengan rempah-rempah. Sangat terampil. “Kamu tau kan, kalau kamu terlihat ganteng saat memasak seperti ini?” Lisa merubah posisinya, menatap Rama yang sedang memasak. Dia tidak ada niat membantu, hanya ingin melihatnya. “Ya, aku tau.” Rama menyombong lagi.
“Apa yang akan kamu lakukan sekarang?”
Lisa jadi diam. Kejadian beberapa saat yang lalu cukup mengejutkan. Lisa sudah tahu suatu saat niatnya terbongkar. Lima tahun bukanlah waktu yang tidak sebentar. “Karin sudah tau sekarang, aku bisa lebih bebas sekarang.”
“Kamu akan terus lanjut, Lien?”
...
KAMU SEDANG MEMBACA
ENEMY
Teen FictionLisa Maurellien. Menjalani kehidupan palsu, identitas palsu, keluarga palsu. Dirinya yang asli sudah menghilang, terkunci entah dimana. Pekerjaan yang harus ia kerjakanpun mengikatnya makin kencang. Bualan selalu keluar dari mulutnya. Hidupnya hanya...