Here we go chapter 2 😆 makasih jg yg udh vomment ya.
Enjoy ^^
***
Kayu di perapian hampir habis. Butuh waktu setengah jam sampai seluruh prefek dan tentunya Draco sendiri untuk selesai makan. Hermione sedang sibuk memikirkan kenapa Draco mendadak populer seperti bintang film akhir-akhir ini.
Oke, pertama dia kapten tim Quidditch. Sekarang juga merupakan Ketua Murid Putra yang disegani.
Dia tampan. Ugh!
Meskipun tidak terlalu diakui, semua orang sudah tahu soal Narcissa yang membantu Harry. Wanita itu, sama sekali tidak ingin terjebak dengan Voldemort. Dia hanya ingin putranya selamat. Dan... semua orang bersimpati pada cerita itu tak terkecuali pula Hermione.
Dia sadar, meskipun angkuh, Narcissa tidak seburuk yang dia pikirkan. Diluar semua perbuatannya, itu semata-mata dia lakukan hanya agar putranya jauh dari kemarahan iblis yang mencengram suaminya. Mungkin wanita itu lega sekarang. Meskipun suaminya mendekam di Azkaban. Dia pasti memaklumi, itu harga termurah yang Lucius bisa bayar untuk segala kesalahannya selama beberapa dekade ini.
Hermione meregangkan tubuhnya yang kaku karena duduk terdiam sambil melamun cukup lama. Dengan tak sabaran dia mengetuk-ngetukkan kakinya menunggu Draco yang belum muncul juga. Takut terlambat, Hermione memutuskan pergi terlebih dulu ke koridor lantai empat. Benar saja sudah ada beberapa prefek yang menunggunya disana.
Mereka mengangguk sopan pada Hermione lalu kembali sibuk dengan pikiran mereka sendiri.
“...begitulah. Mungkin. Kita harus membicarakannya dengan si Granger dulu.” Suara Draco terdengar dari kejauhan dan dia terlihat bersama 3 orang prefek tahun ke empat.
“Sudah hadir semua?” tanya Draco penuh wibawa dan serius. Sesaat Hermione dibuat tertegun karenanya.
“Baru 11 orang.” Jawab Hermione setelah bisa menguasai dirinya sendiri. Mereka menunggu sejenak, dan para prefek lainnya mulai muncul berbondong-bondong. Draco sempat saling sapa dengan Blaise yang merupakan prefek Slytherin. Hermione juga bisa melihat Ginny, Hannah, dan beberapa wajah familiar lainnya.
“Karena semua sudah disini, bagaimana kalau kita mulai?” Draco membuka rapat kecil malam itu dengan pembagian pasangan patroli serta jadwal mereka.
“Dan satu hal lagi Hermione. Tadi prefek tahun ke 4 bertanya padaku, bolehkah mereka menukar jadwal secara tiba-tiba jika ada latihan Quidditch mendadak?” tanya Draco masih dalam mode serius penuh wibawa. Hermione memutar matanya sebentar.
“Selalu itu. Boleh saja. Memang siapa aku bisa menghentikan gairah para pemain Quidditch untuk terbang diatas sapu?” ucapnya sarkas. Draco membuat seringaian kecil.
“Well, untung kau menyetujuinya. Kalau tidak aku ingin mengancammu dengan melemparkanmu dari atas sapu yang melayang ratusan kaki dari tanah.” Bulu kuduk Hermione langsung berdiri.
Dia benci terbang, dia benci sapu, dia benci ketinggian, dan dia benci Malfoy.
Hermione tercengang dengan kenyataan kalimat Draco nyaris bagaikan vonis mati untuknya.
“Malfoy, dia benar-benar ketakutan. Bisa ganti ancaman?” usul Ginny yang tak tega melihat wajah Hermione. Draco mengangkat sebelah alisnya sebelum kembali bicara tegas.
“Kita mulai patroli malam ini. Jangan beri kelonggaran. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dumbledore, jangan pilih kasih dan mementingkan asrama sendiri. Aku sedang mencoba melakukannya, maka dari itu kuharap kalian bisa mengerjakan hal yang sama.” ucapan Draco menutup pertemuan singkat mereka malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramione-Magic
FanfictionMalfoy sudah terselamatkan dari ancaman mendekam di Azkaban. Hermione pikir, pemuda angkuh itu akan sedikit menjaga sikap, minimal tidak lagi mencari masalah dengannya dan sahabat-sahabatnya. Sialan, buang saja harapan itu ke laut! Dia masih memangg...