Mobil Damian membelah jalan keruman. Ia mengajak Aurora untuk singgah sejenak, tidak mungkin ia menurunkan Aurora di jalanan apalagi meninggalkan Aurora di rumah sendirian.
Selama perjalanan tidak ada yang menggeluarkan suara. Setelah perjalanan lama akhirnya Damian sampai ke tempat tinggalnya. Damian memarkirkan mobilnya di bassement.
Percikan air hujan terdengar begitu jelas. Mereka berada di apartemen Damian. Mereka sedang duduk di sofa tak lupa menyaksikan pertandingan sepakbola yang ditanyangkan secara live di channel TV. Mereka menonton dengan sungguh-sungguh menanti siapa yang menjadi pemenang dalam pertandingan.
Damian sangat fokus, dia taruhan dengan Aurora. Awalnya mereka mendukung tim yang sama, tetapi Aurora tidak ingin Damian sama dengan nya, akhirnya Damian yang mengalah. Dia tidak ingin Aurora sakit hati. Damian tau siapa yang akan menang.
Kruyuk kryuk
Suara bunyi perut keroncongan Aurora mengalihkan perhatian Damian. Aurora mengelus perutnya seraya cemberut. Damian langsung berdiri dari tempat duduknya. Lalu ia berjalan menuju dapur.
"Kakak mau kemana?" tanya Aurora bingung.
"Dapur," balas Damian masih melanjutkan langkahnya.
"Ngapain?" tanya Aurora penasaran. Sebab semua cemilan sudah tersedia di depan matanya.
"Masak makanan buat kamu. Kamu mau makan apa?" tanya Damian seraya memakai celemek, ketampanan Damian semakin bertambah. Damian lebih dulu mencuci tangan dengan sabun.
Aurora ikut berdiri lalu menyusul Damian. Aurora berlari tanpa sengaja ia menginjak sesuatu mengakibatkan jatuh. Damian dengan sigap menangkap Aurora. Kedua bola mata mereka saling berpandangan. Damian hanyut kedalam bola mata Aurora yang begitu indah.
Damian berdehem untuk menetralkan jantungnya yang berdetak kencang. "Lain kali hati-hati," ujar Damian membantu Aurora berdiri.
Aurora menundukkan kepalanya. Damian mengakat dagu Aurora agar menatapnya.
"Jangan nunduk tuan putri. Arah pandangan tuan putri seharunya ke depan bukan di bawah."
Aurora mengangguk kepala. Ia menaruh tangannya di telinga. "Maaf Rara enggak akan ngilanginnya lagi."
Damian mengacak-acak rambut Aurora. Lalu merapikannya kembali. Dia mengambil sayuran di kulkas. Damian baru ingat kejadian yang tak mengenakan di kampus tadi.
"Kamu sudah dewasa. Lebih berhati-hati. Apalagi jika berteman. Semakin dewasa, kebutuhannya semakin besar. Apapun yang diinginkan pasti mereka ingin mewujudkan dengan cara apapun. Kakak takut kamu terjerumus."
Aurora mengangguk kepala lalu berlari kearah Damian. Aurora memeluk tubuh Damian.
"Makasih kakak ku sayang," ucap Aurora disertai senyuman lalu mencium pipi Damian dengan cepat.
Damian memegangi pipinya yang sehabis dicium Aurora. Ia memalingkan wajahnya. Damian tersenyum miris. Apakah dia bisa melalui semuanya? Hidup memang kejam.
"Pesen go food aja kak. Banyak makanan sepat saji," saran Aurora. Damian mengelengkan kepalanya.
"Enggak bagus buat kesehatan. Kita bisa masak kenapa harus repot beli? Makan yang dibuat itu lebih enak daripada buatan orang lain."
"Nanti kakak capek. Aku bantu, ya?"
"Enggak usah tangan kamu nanti sakit."
Aurora menenggelamkan wajahnya di meja. Lalu mengangkat wajahnya kembali. Dia menatap Damian dengan tatapan memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS LOVE
Romance"My sweet heart, jangan pernah berdekatan dengan pria sekalipun dia teman mu. Jika kamu melanggarnya siap-siap melihat jasad nya berserakan dimana-mana." Seorang Pemuda tersenyum misterius seraya mengodongkan badannya. "Kakak gila! Aku bukan robot!"...