17

59 27 21
                                    

'Dia?'

***

Pagi ini, entah kenapa Aiyla merasa kepalanya pusing sekali. Saat ia terbangun dari tidur, Aiyla merasa kepalanya sangat berat.

Hanan yang melihat Aiyla yang berjalan sempoyongan langsung terbangun dan menuntun istrinya.

"Mau kemana?" tanya Hanan menuntun Aiyla duduk di sofa yang ada di kamarnya. Ia mengambilkan segelas air minum yang ada di nakas.

"Kamu kenapa sayang, muka kamu kelihatannya pucat sekali. Apa yang sakit?" tanya Hanan khawatir.

"Ai nggak apa-apa Mas. Mungkin efek kehujanan kemarin"

Yah, kemarin Aiyla sempat kehujanan saat pergi dari kantor menuju cafe yang ada di seberang kantor untuk membeli kopi.

Fyi, Aiyla masih bekerja di kantor Hanan menjadi sekretarisnya. Padahal Hanan sudah memintanya untuk resign saja, dan fokus menjadi ibu rumah tangga. Tapi Aiyla kekeh menolaknya. Ia sempat merajuk pada Hanan selama hampir 2 hari.

Karena tak sanggup di diami oleh Aiyla. Akhirnya, Hanan pun menyetujuinya dengan syarat tidak boleh terlalu memaksakan dirinya.

"Kita ke rumah sakit ya" ajak Hanan sambil mengusap keringat dingin yang mengalir di pelipis istrinya.

Dengan keras Aiyla menggeleng. Ia paling anti dengan yang namanya rumah sakit. Selama ini, kalau dirinya sakit Aiyla cukup meminum obat yang di beli di apotek untuk sekedar menghilangkan nyeri sakit kepala atau pun sakit lainnya.

"Nggak Mas. Ai nggak mau ke dokter" tolaknya.

Hanan mengernyitkan dahinya bingung. "Lah terus gimana? Masa kamu sakit, didiamin aja. Gimana mau sembuh"

"Pokoknya Ai nggak mau ke rumah sakit. Ai biasa minum obat, trus istirahat aja udah deh. Nanti mendingan sendiri."

Hanan menghela napas beratnya. Lalu mengangguk menyetujui apa yang Aiyla inginkan.

"Biasa minum obat apa? Biar Mas cari obatnya"

Aiyla pun memberi tahu nama obat yang biasa ia minum kalau sedang sakit. Dengan segera, Hanan pergi keluar untuk mencari obat yang Aiyla katakan tadi.

Tak lama, Hanan sudah tiba di rumah dengan membawa obat itu. Tapi bahunya langsung luruh saat melihat Aiyla yang sedang memakan bubur ayam di meja makan.

Bukankah istrinya itu tadi sedang sakit? Kenapa sekarang tiba-tiba sudah sehat, dan malah tengah menikmati bubur ayam yang entah datang dari mana.

"Udah sehat?" tanya Hanan bingung. Ia mendekat dan menarik kursi di sebelah Aiyla.

"Udah kok Mas" jawab Aiyla sekenanya. Ia tetap melanjutkan makannya, tak memperdulikan tatapan Hanan yang seolah ingin menerkamnya. Karena gemas melihat kelakuan istrinya itu.

Setelah di buat panik setengah mati karena melihatnya pucat, kini ia malah seperti orang yang sehat wal afiat.

Hanan mendengus, ia meraih sendok Aiyla yang menganggur. Tapi, tangannya langsung di tampol oleh Aiyla.

"Kalo Mas mau, Mas beli sendiri gih. Nanti Ai kurang. Mas nggak bisa gantinya" gerutu Aiyla sambil melanjutkan makannya.

"Pelit banget sih. Dikit aja, nggak banyak-banyak kok" bujuk Hanan mencoba meraih sendok yang ada di genggaman Aiyla.

"No, No, No. Kalo Mas mau, beli sendiri. Mungkin kang buburnya masih ada di gang sebelah"

Fyi, rumah mereka berada di salah satu perumahan elit di kota. Yang memiliki beberapa gang di sana.

Hanan mendengus, ia mengambil air minum yang ada di meja makan untuk meredakan hausnya. Tapi, baru saja gelas itu akan menempel di bibirnya. Aiyla langsung mengambilnya, dan meneguk air tersebut sampai habis tak bersisa.

"Aaaiii" geram Hanan tertahan. Aiyla hanya terkekeh melihat suaminya itu yang mungkin sedang menahan kesal padanya.

"Maaf Mas. Ai haus" ujarnya tanpa dosa, dan kembali melahap bubur ayam yang ada di hadapannya.

***

Siang ini, Hanan dipanggil abah Abdullah untuk datang ke rumahnya. Tidak tau, ada hal apa. Sehingga abah Abdullah memanggilnya.

Karena tak ingin Aiyla sendiri di rumah, Hanan pun membawa serta dirinya ke sana.

Saat sampai di kediaman orang tua Hanan beberapa jam yang lalu, Aiyla meminta izin untuk beristirahat. Karena ia merasa kepalanya sedikit pusing, dan berdenyut-denyut.

Aiyla terbangun dari tidurnya, dan ia tiba-tiba merasa tenggorokkannya kering, dan ia ingin minum.

Karena tidak ada air yang disediakan di kamar tersebut, Aiyla pun memutuskan untuk turun ke bawah dan mengambil sendiri di dapur.

Langkah kaki Aiyla terhenti saat melihat keadaan ruang tamu yang terlihat ramai. Di sana ada kedua mertuanya, beserta kedua anaknya, siapa lagi kalau bukan Hanan dan Fatimah. Di sofa lainnya, Aiyla melihat ada seorang perempuan yang berpakaian syar'i di antara sepasang suami istri yang ia yakini itu adalah orang tua perempuan tersebut.

Karena penasaran, Aiyla mengurungkan niatnya untuk mengambil minum, lalu sedikit mendekat ke arah ruang tamu untuk mendengar apa yang sedang dibicarakan di sana.

Sayup-sayup Aiyla mendengar suara dari ruang tamu. Ia menajamkan pendengarannya.

"Maaf sebelumnya, kalau saya terlalu lama menggantungkan lamaran dari Gus Hanan. Hari ini, saya akan menjawabnya. Setelah saya pikir-pikir, saya menerima lamaran dari Gus Hanan"

JDAAAR!!!

Bagaikan disambar petir di siang bolong. Aiyla memegang dadanya yang terasa nyeri, ia tercengang mendengarnya. Apa perempuan itu yang bibi Hanan katakan waktu itu? Perempuan yang sempat Hanan lamar, tapi tak kunjung di beri jawaban?

Tapi kenapa tiba-tiba dia datang, dan menerima lamaran Hanan yang sudah lama ia gantungkan itu? Apakah dia tidak tahu, kalau Hanan sudah menikah dengan Aiyla?

Sama halnya dengan Aiyla, orang-orang di sana pun tak kalah terkejut mendengar hal tersebut.

Pandangan Aiyla terhenti saat melihat Fatimah tersenyum mendengar hal itu. Hanya Fatimah yang terlihat bahagia mendengarnya. Umi Ningsih dan abah Abdullah sama dengan Hanan, mereka juga terkejut.

Aiyla menggeleng kuat di balik tembok. Ia tidak ingin ada orang ketiga dalam rumah tangga mereka. Semoga saja, Hanan bisa menjelaskan pada perempuan tersebut, kalau dirinya sudah menikah dengan perempuan lain. 

"Silahkan di minum" kata Abah Abdullah menawarkan tamunya untuk minum. Sekedar mengalihkan pembicaraan mereka.

Sayang sekali, dari balik tembok Aiyla tak bisa melihat bagaimana wajah suaminya. Apa dia senang atau biasa saja.

Aiyla tetap berdiri di sana mencoba untuk mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan disana.

Sampai kemudian ia melihat laki-laki paru baya yang ia tebak itu adalah Ayah dari si perempuan meminta izin untuk menerima telepon dan menjauh dari ruang tamu. 

Sekembalinya Ayah perempuan itu, Aiyla melihat kedua perempuan itu beranjak dari duduk mereka yang sepertinya mereka pamit untuk segera pulang.








TBC ...

Wah. Si PHO udah muncul aja nih. Yuk bantu author buat basmiin para PHO. Biar rumah tangga Aiyla dan Hanan baik-baik aja :)

[2] I Love You, Mas CEO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang