21

74 25 14
                                    

'Demam atau Rindu?'

***

Hoek! Hoek! Hoek!

Entah kenapa sedari tadi subuh, Hanan merasa perutnya tidak enak. Ia harus keluar masuk kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya. Tapi sayang, yang keluar hanya cairan bening saja.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Umi Ningsih menghampiri Hanan di kamarnya.

Yah, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, Hanan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Karena ia merasa, tak bisa hidup sendiri dalam keadaan seperti ini. Hanan takut nantinya, ia salah langkah.

Untuk permasalahan Hanan dan Aiyla, orang tua Hanan sudah tau. Mereka merasa menyesal, dan sangat merasa bersalah pada Aiyla. Mereka tidak menyalahkan Hanan sepenuhnya, emang benar kalau mereka meminta Hanan untuk menikah dengan Aiyla saja daripada menunggu hal yang tidak pasti dari Zahra waktu itu.

"Mi, Hanan kok pusing ya? Mana mual terus lagi" keluh Hanan sembari memegang keningnya yang terasa berat.

"Kamu masuk angin mungkin" Umi Ningsih memapah Hanan ke ranjangnya, dan mengambilkan minyak angin untuk Hanan.

Tapi, baru saja Umi Ningsih akan memberikan minyak angin itu, Hanan langsung berlari ke kamar mandi lagi.

Entah kenapa saat mencium aroma minyak angin tersebut, Hanan malah menjadi-jadi.

"Umi panggil dokter ya" ujar Umi Ningsih, lalu beranjak dari sebelah Hanan.

Tapi baru saja satu langkah, Hanan langsung memahannya. "Nggak usah Umi. Ini paling cuma masuk angin biasa. Nanti bakal sembuh sendiri kok.

"Ya sudah, Umi keluar dulu ya. Kamu istirahat yang banyak" Umi Ningsih mengusap puncak kepala Hanan sayang.

"Mi" panggil Hanan lirih, sembari menahan lengan Umi Ningsih.

"Ada apa?"

"Apa udah ada kabar tentang keberadaan Aiyla?" tanya Hanan.

Dari semenjak Aiyla hilang dan tak ada kabar waktu itu. Hanan mengerahkan beberapa bawahannya untuk mencari keberadaan istrinya. Ia tidak ingin, jika nanti yang menemukan istrinya adalah keluarganya. Karena ia takut nantinya permintaan Tama waktu itu akan menjadi kenyataan.

Umi Ningsih menggeleng, pertanda kalau belum ada kabar sama sekali tentang keberadaan Aiyla.

Hanan menghela napas beratnya. "Hanan benar-benar menyesal, Mi" kata Hanan sedih.

"Sudahlah, Nak. Kamu yang sabar. Nanti kalau Aiyla sudah ketemu, kita cari jalan keluarnya bersama. Kamu tenang ya. Mereka sedang berusaha mencari Aiyla"

Hanan hanya mengangguk lemah.

Selepas Umi Ningsih pergi, Hanan diatas tempat tidurnya hanya bisa melamun. Memikirkan kesalahannya.

"Maafkan Mas, Ai. Mas salah. Tidak seharusnya Mas berkata seperti itu" gumam Hanan lirih. Ia mengacak rambutnya.

Hanan mengusap foto Aiyla yang ada di ponselnya. Hanya foto itu yang bisa menjadi penawar rindu Hanan pada Aiyla.

"Cepat pulang" Hanan mencium layar ponselnya yang berisi foto Aiyla tadi.

***

Drt.. Drt.. Drt..

Suara getaran yang berasal dari ponsel Hanan yang berada di atas nakas mengusik istirahatnya.

"Hallo, Assalamu'alaikum"

" ....... "

Hanan menghela napas beratnya, "Baik, saya akan segera kesana. Kirimkan saja alamatnya"

" .... "

"Wa'alaikumussalam"

Hanan menyimpan kembali ponselnya di atas nakas. Barusan adalah bawahannya yang menggantikan posisinya sementara di kantor memberi tahu kalau ada salah satu klien yang ingin bertemu untuk membahas salah satu proyek pembangunan gedung yang mereka buat di Bandung.

Dengan langkah yang sempoyongan, Hanan pun mengambil baju kemejanya di lemari, dan segera memakainya.

Saat tiba di salah satu cafe tempatnya bertemu klien, Hanan hampir saja terjatuh karena pening di kepalanya semakin menjadi. Tapi, untung saja Hanan masih bisa menopang tubuhnya di salah satu mobil yang ada di parkiran.

"Maaf saya terlambat, Pak" ujar Hanan sembari menyalami klien nya.

"Oh tidak apa Pak Hanan. Silahkan duduk"

Mereka pun membahas proyek yang sedang perusahaan Hanan buat.

"Maaf Mas terlambat. Ini berkas yang Mas katakan tadi, kan?" ujar seorang perempuan, memberikan map pada klien yang duduk di hadapan Hanan saat ini.

Suara itu. Suara yang Hanan rindukan belakangan ini. Hanan mendongak untuk melihat perempuan tersebut.

Benar saja, perempuan itu adalah Aiyla, istrinya. Tapi, penampilannya berubah. Dia lebih terlihat cantik sekarang, apalagi kalau dia menggunakan gamis seperti ini, ditambah jilbab syar'i yang menutupi sebagian tubuhnya. Benar-benar sempurna di mata Hanan.

"Aiyla" lirih Hanan. Senyuman mengembang dibibir pucatnya.

Hanan berdiri, lalu menarik Aiyla kedalam pelukannya. "Mas rindu kamu" Hanan mengeratkan pelukannya, dan tak berniat untuk melepaskannya barang sedetik pun.

Sedang Aiyla, perempuan yang ia peluk hanya bergeming ditempat.

Hal yang sama Aiyla rasakan. Ia juga sangat merindukan suaminya.

Tak terasa cairan bening itu merembes membasahi pipi Aiyla.

Seketika Aiyla merasa tidak kuat menopang tubuhnya sendiri karena kepalanya tiba-tiba pusing. Dan Hampir saja ia luruh ke lantai, untung saja Hanan menahannya. 

Di dalam pelukan Hanan, Aiyla menangis. Meluapkan segalanya.

Sedangkan klien Hanan yang tak lain dan tak bukan adalah Abran, hanya melihat pemandangan yang mengharukan di hadapannya saat ini.

Abran tak menyangka, kalau Aiyla ini adalah istri Hanan, yang merupakan kliennya.

Mata Abran ikut berkaca-kaca, terharu melihat sepasang suami istri yang sudah seminggu lebih ini tidak berjumpa.

Aiyla ingin mengurai pelukan Hanan, tapi tenaga Hanan lebih kuat darinya.

Entah kenapa, Aiyla merasa kepalanya seperti berat sekali. Dan pandangannya buram, ia tidak tahu apa itu karena air matanya yang menggenang, atau efek dari kepalanya yang sakit. 

"Mas" lirih Aiyla sembari memegangi kepalanya. Dan tak lama, Aiyla merasa penglihatannya menggelap, dan ia tak sadarkan diri.

"Aiyla!!" seru Hanan panik,menepuk-nepuk pipi Aiyla.

Abran pun tak kalah terkejut, melihat Aiyla yang tak sadarkan diri. Ia bangkit dari duduknya, panik. Dan menghampiri mereka.

"Kita bawa ke rumah sakit saja, Pak" ajak Abran, dan diangguki oleh Hanan.

Hanan menggendong Aiyla ke mobilnya, dan segera membawa Aiyla ke rumah sakit terdekat.

Setelah membereskan barangnya dan membayar pesanan, Abran pun menyusul mobil Hanan.











TBC...

[2] I Love You, Mas CEO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang