24

91 14 33
                                    

Hari ini, jadwal Aiyla untuk cek kandungannya ke dokter. Setelah pulang dari kantor beberapa jam yang lalu, ia sudah diingatkan oleh Hanan.

"Ai, udah siap belum?" seru Hanan dari luar kamar.

Tak berapa lama, Aiyla pun datang dengan tergesa-gesa seraya memasang jarum peniti di jilbabnya.

"Jangan lari-lari, nanti jatuh" peringat Hanan saat melihat Aiyla berlari ke arahnya.

Aiyla hanya nyegir saja di hadapan suaminya ini. "Ya udah, yuk berangkat!" ajak Aiyla menggamit lengan Hanan.

Setelah mengunci pintu rumah, Hanan langsung masuk ke mobil dan melesat dari pekarangan rumahnya.

2 jam berlalu, akhirnya mobil yang di membawa sepasang suami istri itu pun sampai dengan selamat di rumahnya.

Aiyla mengernyitkan dahinya saat melihat kedua orang tuanya yang duduk di bangku yang ada di teras rumah.

Cepat-cepat Aiyla turun dari mobil dan menghampiri mereka.

Di dalam mobil, Hanan masih terdiam. Ia teringat kejadian beberapa waktu lalu saat Aiyla meninggalkannya dan ia pergi ke rumah mertuanya untuk menanyakan keberadaan istrinya itu.

Tapi sayang, saat mereka tau permasalahan Hanan dan Aiyla. Ayah mertuanya itu meminta Hanan untuk berpisah dengan putrinya saat Aiyla sudah di temukan.

Terhitung dari beberapa bulan yang lalu, setelah Aiyla kembali padanya. Hanan selalu mencari alasan agar Aiyla tidak pergi ke sana.

Karena ada sebuah ketakutan yang masih Hanan rasakan.

Dengan memberanikan diri, Hanan pun turun dari mobil dan menghampiri mertuanya dan menyalami keduanya.

"Kenapa kamu tidak memberitahu kami kalau Aiyla sudah kembali?" tanya Tama dingin pada Hanan.

Hanan terdiam. Lidahnya kelu. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya. Dan menggumamkan kata 'maaf'

"Aiyla, kemasi barang-barangmu. Pulang ke rumah sama Ayah" titahnya.

Aiyla menggerutkan keningnya bingung. Ada apa yang terjadi sebenarnya? Aiyla terus berpikir.

"Kenapa, Yah?" tanya Aiyla akhirnya.

"Intinya kemasi barang-barangmu sekarang juga!" kata Tama dingin. Mata elangnya menatap Hanam tajam.

Hanan mendongak dan menggelengkan kepalanya, pertanda ia tidak rela kalau istrinya di bawa pulang oleh mertuanya.

"Saya minta maaf, Yah. Berikan saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya" pinta Hanan memohon.

Ayah Aiyla tersenyum sinis. "Kata maafmu sudah tidak bisa saya tolerir lagi, Hanan"

Karena tak kunjung mendengarkan perkataan Ayahnya. Tanpa ba bi bu lagi, Ayah Aiyla menarik Aiyla untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Persetan dengan barang-barang Aiyla yang tertinggal di rumah itu. Toh, nanti bisa di beli lagi.

Bunda Aiyla sempat tersentak saat suaminya menarik anaknya kasar memasuki mobil.

Aiyla yang tidak ingin meninggalkan Hanan tiba-tiba memberontak. Ia menghempaskan tangan Ayahnya. "Ini ada apa sih, Yah?" tanya Aiyla menggebu-gebu, matanya pun sudah berkaca-kaca.

Aiyla merasa dirinya seperti orang bodoh, yang tidak tahu apa-apa.

"Nanti Ayah jelaskan dirumah. Intinya sekarang kamu masuk! Kita pulang" Ayah Aiyla kembali memaksa Aiyla masuk ke mobil.

Bunda Aiyla mendekat, dan meminta pengertian pada Aiyla untuk menurutinya saja.

Tapi, Aiyla menggelengkan kepalanya. Ia tak ingin meninggalkan Hanan. Hanan masih suaminya. Tak mungkin ia meninggalkannya seorang diri.

"Bun" rengek Aiyla yang masih di paksa Bundanya untuk memasuki mobil.

Jika kalian menanyakan bagaimana Hanan? Dia sedari tadi mencoba untuk meminta pada Ayah mertuanya itu untuk tidak membawa Aiyla pulang. Tapi, sayang. Ayah mertuanya itu benar-benar keras. Tidak ada yang bisa membantahnya.

Hanan hanya bisa menatap kepergian istrinya itu. Sekarang ia menyesal.

'AAAAKKKHHH'

Hanan teriak di depan rumahnya. Meluapkan segala kekesalan yang ia rasakan.

"Umi, Hanan nggak bisa mempertahankan istri Hanan, Mi" lirihnya.

Malam itu Hanan terus meraung, ia tidak rela melepaskan Aiyla. Ia benar-benar mencintai Aiyla. Di tambah lagi ada malaikat kecil yang ada di perut istrinya itu.

***

Sudah 3 hari semenjak Ayahnya membawanya pulang kerumah. Dan selama itu juga, Aiyla tidak pernah keluar kamar. Bahkan makan pun ia tidak makan. Paling hanya meminum air putih saja.

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara ketukan pintu membuat Aiyla tersadar dari lamunannya.

Ternyata bundalah yang mengetuk pintu kamarnya itu. Bunda pun masuk ke kamarnya, dan menaiki ke atas ranjang Aiyla dan mendekat.

Di elusnya puncak kepala putrinya itu.

"Makan yuk, Dek" ajak Bunda.

Aiyla menggeleng. Tatapannya kosong. Wajahnya sedikit tirus, mukanya pucat dan itu membuat bundanya khawatir dengan keadaan Aiyla sekarang.

Lagi-lagi Bundanya hanya menghela napas. Orang-orang yang ada di rumah itu pun tidak ada yang bisa membujuk Aiyla untuk makan.

"Adek nggak mau makan, Bund. Adek mau ketemu Mas Hanan" lirih Aiyla menatap bunda memohon.

Bunda Aiyla hanya bisa mengusap puncak kepala Aiyla yang di biarkan terbuka. Toh, juga cuma di dalam kamar, jadi Aiyla tidak memakai hijabnya.

Hoek .. Hoek ..

Aiyla segera berlari ke kamar mandinya dan memuntahkan isi perutnya, tapi sayang yang keluar hanya cairan bening.

Bunda yang tadinya ada di atas ranjang, ikut berlari menghampiri Aiyla di kamar mandinya.

Setelah merasa tidak mual lagi, Aiyla pun keluar dari sana. Tapi, entah kenapa kepalanya terasa sangat berat sekali. Pandangannya berkunang-kunang.

Sekelebat hitam tiba-tiba menghantamnya. Yah, Aiyla pingsan. Bunda yang masih ada di sana, panik. Bunda memanggil Ayah yang kebetulan tidak pergi ke kantor hari ini.

Tama yang merasa di panggil pun memhampiri istrinya di kamar putrinya.

Tama terkejut saat melihat putrinya terbaring tak sadarkan diri di lantai kamarnya.

Dengan segera Tama pun menggendong Aiyla, dan membawanya ke rumah sakit diikuti Istrinya di belakang.












Bagaimana chapter kali ini? Membosankan ya? Sorry, author lagi nggak dapat masukan buat ngelanjutin ceritanya Aiyla dan Hanan ini. Tapi author bakal usahain buat tetap update.

TBC ...

[2] I Love You, Mas CEO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang