20. Entahlah

6.9K 951 57
                                    

Ayu

Perasaanku masih belum tenang semenjak kejadian di butikku sehari yang lalu. Arga yang nangis menjerit membuatku kaget sekaligus nggak enak sama Aryan. Dia jelas tersentak kala Arga menepis tangannya. Bukan cuma Aryan, aku juga sedikit terperangah dengan apa yang dilakukan Arga kepada Aryan.

Selama ini mereka dekat dan hanya karena satu fakta yang membuat Arga ketakutan, menyebabkan hubungan Aryan dan anaknya renggang.

Bahkan kepalaku mau meledak akibat memikirkan cara bagaimana Arga bisa menerima Aryan sebagai ayahnya.

Arga baru selesai menangis ketika pulang ke rumah. Namun, setelahnya dia kelihatan bingung dan entah harus bersikap bagaimana. Masih bisa ditanya, cuma ya masih sering kutemukan melamun.

"Makan dulu sarapannya ya, Sayang." Kuletakkan sepiring nasi goreng ke hadapannya. "Hari ini kan hari Minggu, kamu mau ikut sama Ibu ke butik nggak?"

"Kenapa Ibu ke sana? Bukannya hari Minggu kerjaan Ibu juga libur?" tanya Arga sambil memegang sendok dan garpu.

"Ada yang harus Ibu selesaikan di sana, Arga. Pesanan gaunnya harus selesai dua hari lagi," jelasku pada Arga. "Lagian cuma sebentar kok di butiknya."

Arga cukup lama menatapku dan masih belum memulai sarapannya. Beberapa saat kemudian, Arga menggeleng lemah.

"Kamu nggak mau ikut?"

"Iya, Bu." Arga menggeleng lagi.

"Kenapa?" Aku duduk di sampingnya. Menatap Arga dari samping sambil mengusap-ngusap sayang kepalanya.

"Aku nggak mau ketemu sama Om Aryan, Bu," lirihnya. "Aku takut di sana ada Om Aryan lagi."

Aku terdiam cukup lama mendengar jawaban Arga barusan. Ada rasa bersalah dalam diriku saat menemukan Arga yang nggak mau bertemu sama Aryan lagi.

"Kamu marah sama Om Aryan?"

Arga nggak menjawab dan memilih untuk memulai sarapan paginya. Aku nggak bertanya lagi karena takut membuat mood Arga semakin anjlok yang berakibat kesulitanku untuk menjelaskan kejadian kemarin. Jadi, kubiarkan Arga selesai dengan sarapannya. Sedangkan aku pergi ke beranda belakang untuk menelepon Aryan. Setelah kejadian kemarin, kami belum mengobrol sama sekali.

Semoga dia baik-baik saja dan nggak bertindak gila setelah ditolak Arga.

Yaa... siapa tahu Aryan merencanakan untuk menggantung dirinya di kamar seorang diri.

Aku mondar-mandir dengan gelisah di beranda belakang rumah sambil menunggu sambungan teleponku dijawab sama Aryan. Butuh beberapa kali aku meneleponnya balik dan sampai akhirnya terdengar suara Aryan di seberang sana mengangkat teleponku.

"Halo?" Suara Aryan terdengar parau dan serak.

Aku menggigit kecil bibir bawahku mendengarnya. Pasalnya, suara yang terdengar asing buatku itu justru membuatku semakin khawatir dengannya. Mungkinkah Aryan sedang sakit atau apa?

"Ayu?"

"Eh, iya Aryan," sahutku seraya menengok ke ruang makan dan menemukan Arga masih menyantap sarapannya. "Kamu ... apa kabar?"

Ya ampun, kenapa aku bodoh banget sampai yang pertama kali aku tanyakan adalah kabarnya? Harusnya aku peka bahwa kabar Aryan nggak mungkin baik-baik saja setelah mendapat penolakan dari Arga.

"Mau jawab baik, tapi aku lagi nggak lagi keadaan baik, Ay." Aryan terdengar putus asa. "Setelah Arga nolak aku sebagai ayahnya dan dia nggak mau ketemu lagi sama aku, apa yang kamu harapkan, Ayu? Aku baik-baik aja?" Dia kemudian tertawa sumbang. "Bahkan sekarang, aku ngerencanain buat bunuh diri."

My Hottest Daddy [Hottest Series#3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang