7. Tak Terduga

10.1K 1.2K 269
                                    

Cung yang nungguin cerita ini update?

Berapa banyak "💙" untuk cerita ini?

Kali ini, targetnya dinaikin lagi yaa...

500+ vote dan komen untuk bab selanjutnya. Bisa nggak?

Happy reading!

***

Ayu

"Maafin Ibu, ya?"

Arga cuma bergumam pelan seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Membuatku menghela napas panjang. Memang salahku juga karena sudah telat menjemput Arga di sekolah. Bukan tanpa alasan juga aku telat menjemputnya, aku harus menunggu Sabiru yang mau ikut menjemput Arga bersamaku.

Sabiru Raja Adiyaksa. Cowok yang sudah menjalin hubungan denganku selama lima bulan terakhir karena dikenalkan oleh Papa. Tapi, aku nggak bisa mengatakan bahwa kami pacaran karena Sabiru juga nggak pernah mengungkapkan perasaan apa-apa kepadaku. Hanya saja, dia selalu perhatian kepadaku dan kadang juga kepada Arga. Itulah yang membuatku nyaman dengannya seiring berjalannya waktu. Meski awalnya, aku sempat menolak kala Papa mengenalkan Sabiru kepadaku.

Mau dikata pacaran atau nggak, jawaban Sabiru akan tetap sama saat aku bertanya perihal kejelasan hubungan kami. Yaa... yang namanya cewek kan harus ada kejelasan dalam sebuah hubungan.

Beginilah jawaban dari Sabiru saat aku bertanya, "Aku nggak mau bilang kalau kita ini pacaran, karena udah nggak pantes lagi. Aku mau bilang kalau kita punya hubungan spesial yang serius. Karena aku mau serius sama kamu, Ayu. Jadi, yang kita jalani sekarang ini adalah masa pendekatan sebelum aku bisa membawa kamu ke jenjang pernikahan."

Awalnya, aku keberatan dan takut untuk melanjutkan hubungan dengan Sabiru. Statusku sebagai single parent lah membuatku cemas dan merasa minder menjalin hubungan dengan Sabiru. Sedangkan di luaran sana banyak sekali cewek cantik nan seksi yang rela mengantre supaya bisa menjadi kekasih Sabiru. Tapi tetap saja, Sabiru memilihku dan mengabaikan semua cewek di luaran sana.

Cuma ada satu lagi yang membuatku nggak seratus persen yakin hubunganku dengan Sabiru akan berjalan mulus. Yaitu kedua orangtuanya belum tahu bahwa aku sudah mempunyai anak. Mereka tahunya aku single karena Sabiru juga belum pernah mengajakku bersama Arga untuk bertemu dengan kedua orangtuanya.

"Jangan marah-marah sama ibu kamu, Arga," seloroh Sabiru dengan nada datarnya kepada Arga sambil terus menyetir mobilnya.

Arga mengembuskan napas panjang. Ada paper bag entah dapat dari mana, berada di pangkuannya.

"Aku nggak marah," balas Arga datar. "Om Sabiru jangan sok tahu."

"Arga..." Aku memperingatinya.

"Ibu aku ngantuk. Masih lama kan di jalannya?" tanya Arga, mengabaikan peringatanku.

"Ya udah, kamu tidur aja," balasku dan nggak lama kemudian, Arga sudah terlelap di bagian kursi belakang.

Tiba-tiba Sabiru di sebelahku mendengus pelan. "Kamu harus bisa kasih tahu Arga biar nggak judes sama orang lain. Apalagi sama aku. Nggak suka sama sikapnya yang kayak begitu setiap kali aku kasih dia peringatan."

"Hmm..." balasku dan memilih untuk nggak melanjutkan obrolan dengannya.

Sabiru akan selalu merasa nothing special jika kami sedang bertiga seperti ini. Dia selalu berkata kalau aku akan lebih memberikan Arga perhatian daripada kepadanya. Ya sudah lah, aku juga nggak mau berdebat dengannya. Anakku bukan topik yang harus jadi perdebatan. Sedari awal, aku selalu berkata kepada Sabiru jika dia mau denganku, maka dia harus menerima Arga. Di awal, dia memang nggak keberatan, tapi sekarang ... aku nggak tahu kenapa sikapnya menjadi seolah nggak suka dengan keberadaan Arga.

My Hottest Daddy [Hottest Series#3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang