54

831 142 0
                                    

"Tenang aja, Ma. Aku tau dia di mana."

Edgar yakin Alana mengikuti dirinya. Sejak tadi ia merasa aneh dengan gadis yang berpenampilan serba hitam bagai seorang detektif yang duduk di belakang mejanya.

Dasar Alana, menyamar saja tak bisa. Mana ada orang yang sedang menyamar berpenampilan mencolok seperti itu. Edgar tertawa dalam hati.

Pasti saat ini Alana sedang mengikuti Adrian, pikir Edgar. Ia segera menghubungi nomor Adrian, nomor itu ia dapatkan dari kartu nama yang diberikan Adrian tadi pagi.

***

Alana pergi diam-diam mengikuti Edgar. Ia tak percaya begitu saja saat Edgar mengatakan akan pergi membeli sesuatu, apalagi Edgar melarangnya ikut. Alana curiga Edgar pergi menemui Adrian.

Alana mengikuti Edgar sampai ke kafe. Dan benar saja Edgar menemui Adrian. Ia memesan meja yang agak jauh untuk menguping pembicaraan mereka. Ia juga sempat melihat Edgar yang hampir saja memukul Adrian, saat itu hampir saja ia bangkit dari kursinya untuk melerai mereka. Untungnya tidak jadi.

Kini ia mengikuti Adrian sampai ke parkiran. Nampak Adrian yang berjalan menuju mobilnya, Alana bersiap mencari taksi untuk mengikutinya.

Tapi Adrian mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobilnya. Ia berbicara seorang diri.

"Keluar. Aku sudah tau."

Dada Alana berdebar kencang, ia tak menyangka Adrian sudah mengetahui persembunyiannya.

"Keluar, Alana. Aku lagi males main detektif-detektifan."

Perlahan Alana keluar dari persembunyiannya. Adrian menggelengkan kepalanya melihat penampilan Alana. Adrian menghampiri gadis itu dan melepaskan topi yang dikenakannya

"Kamu nggak ada bakat jadi detektif."

"Mas Adrian kok tau?"

"Masuk, banyak yang harus kita bicarakan." Adrian membuka pintu mobilnya, Alana ragu untuk masuk. Adrian memiringkan kepalanya, memberi kode agar Alana segera masuk.

"Mas, kita mau ke mana?" Alana bertanya takut-takut, ia melihat rahang Adrian yang mengeras. Seperti menahan marah. Adrian tak menjawab pertanyaannya, membuat Alana semakin takut.

Setelah lima belas menit perjalanan, akhirnya Adrian menghentikan mobilnya di sebuah apartemen.

"Mas, ini di mana?" Alana mengamati gedung tinggi di depannya. Alana merasa takut, karena ia tak mengenal tempat ini. Itu hotel atau ...

"Apartemen aku."

"Bu-buat apa kamu bawa aku ke sini?" Alana kaget mendengar jawaban Adrian.

"Menurut kamu?" Adrian mengangkat sebelah alisnya, sengaja ingin menggoda Alana.

"Enggak, enggak mungkin." Alana mengelengkan kepala. Ia jadi ragu kepada Adrian, apa tiga bulan tinggal di luar negeri membuat Adrian berubah? Ia jadi terpengaruh pergaulan bebas di sini.

Adrian merasa gemas melihat ekspresi Alana. Ia mendekati Alana dan mengacak rambut Alana dengan kesal.

"Nggak usah mikir aneh-aneh. Aku masih Adrian yang dulu."

Alana kaget dan segera membetulkan rambutnya. Adrian tersenyum manis, sangat manis. Sudah lama Alana tak melihat senyumannya.

"Terus ngapain kita ke sini, Mas?"

"Ada yang harus kita bicarakan."

"Di kafe 'kan bisa?" Alana setuju dengan pendapat Adrian kalau ada yang perlu mereka bicarakan, tapi nggak harus di apartemen juga 'kan?

"Di sini aja, ya? Aku udah capek banget, pulang kerja langsung ketemu temenmu itu, aku juga belum sempat makan."

"Tapi kata mama, kalau berdua yang ke tiga ...."

"Setan? Aku tinggal berdua sama temenku kok."

"Dia cowok?"

"Iyalah, masa cewek?" Adrian memutar malas bola matanya.

"Tapi, Mas ...."

"Udah, jangan berdebat lagi, aku udah nggak punya tenaga."

Akhirnya Alana setuju untuk mengikuti Adrian masuk ke apartemennya. Apartemen itu terletak di pinggiran kota. Kamar Adrian ada di lantai 54. Selama di dalam lift mereka lebih banyak diam. Adrian merasa dari tadi Alana melirik ke arahnya.

"Kamu takut sama aku?"

"Nggak, cuma ...."

"Aku janji nggak macem-macem. Lagian kalau aku macem-macem, si Edgar itu nggak akan lepasin aku gitu aja."

Ting

Lift berhenti di lantai tempat kamar Adrian berada. Setelah memasukkan kode apartemennya, Adrian segera mempersilahkan Alana masuk.

Alana memperhatikan kamar Adrian yang bernuansa monokrom, khas kamar pria. Terlihat maskulin, tapi rapi. Ada dua tempat tidur single di sana, juga sebuah sofa kecil. Rupanya Adrian tak berbohong perihal dirinya yang memiliki teman sekamar.

"Kamar kamu bagus, Mas. Cuma ...."

"Aku kangen banget sama kamu."

Alana kaget karena tiba-tiba Adrian memeluknya dari belakang.

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang