matt [6]

24 8 16
                                    

Pagi hari yang sangat cerah dengan embum pagi yang membasahi daun daun yang bergantung kepada pohonnya.

Orang orang yang sudah siap dengan baju rapih untuk bekerja atau anak anak yang kesekolah atau bahkan orang tua yang masih sibuk membangun kan anaknya yang sangat susah untuk dibangunkan seperti abrar.

"serius deh brar, masa setiap chapter bagian lo harus mak lo bangunin tidur terus" ucap author.

"yaudah ini cerita nya gw lagi ngambis aja deh di meja belajar" ucap abrar pada author.

"ga lah ga, tidur lo sana" author pun segera membuat abrar tidur.

Ok back to story.

"ABRAR!!!!!" ucap bu chika yang sedari tadi memukul abrar menggunakan sapu lidi di tangannya.

Matteo yang melihat itu di depan pintu hanya tertawa terbahak bahak.

"apasi bu" ucap abrar mengucak mata nya seperti model yang baru bangun.

"cepet bangun, sarapan terus mandi" bu chika meninggalkan kamar abrar lalu mengajak matteo untuk ngobrol.

"yuniar mukulin kamu lagi?" tanya bu chika tiba tiba melihat lebam lebam luka yang ada di setiap muka matteo.

Matteo tidak menjawab ia hanya menatap mata bu chika dengan lekat memberikan isyarat bahwa itu yang terjadi.

"jangan benci papah mu ya nak" ucap bu chika mengusap pelan bahu matteo

"biar sejahat apapun orang tua sama kamu, mereka tetap orang tua yang harus kamu hargai" ucap bu chika yang masih mengusap pelan pundak matteo.

"kata papah, matteo bukan anaknya bu" ucap matteo tersenyum tipis lalu menunduk menahan tangisan.

Tak terasa air mata bu chika berjatuhan bagaimana melihat anak yang tidak bersalah di pukul oleh orang tuanya sendiri, bahkan di rendahkan oleh orang tua yang seharusnya menjadi tempat bersandar mereka di saat saat umur segini.

"kali ini karena apa?" ucap bu chika

"matteo cuma dapet 90 bu, di pelajaran matematika" ucap matteo masih menatap lekat wajah bu chika.

"wah bagus sekali, ibu bangga banget sama kamu matteo. Kamu udah bekerja keras. Ibu bangga" mata matteo berkaca kaca mendengar kalimat itu. Kalau saja kalimat itu keluar dari mamahnya. Mungkin matteo sudah menjadi anak yang paling bahagia di dunia ini.

"papah bilang, nilai segitu malu maluin bu, ga kaya kaka yang selalu dapet 100 matteo sedih" ucap matteo, matta nya sudah tak kuat menahan tangisan yang sudah ia simpan dari kemarin.

Buliran demi buliran air jatuh dari mata cantik milik matteo. Mata dari anak korban kekerasan orang tuanya.

"engga malu maluin matteo kamu bagus banget dapet segitu!" ucap bu chika merasa iba terhadap matteo. Sakit sangat sakit anak ini.

"matteo, kalau kamu sudah tidak punya tempat tujuan lagi kesini nak ibu sama abrar bakal nerima kamu dengan tangan yang terbuka ya?" ucap bu chika memeluk matteo dengan sangat lembut memberikan kasih sayang yang tidak pernah diberikan oleh vania kepada anak kandung nya ini. Matteo hanya menggangung dan membalas pelukan bu chika.

marzenie || Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang