03. The Mission

154 30 13
                                    

..

"Sial. Kenapa aku tidak bertanya namanya?"

"Kenapa dia bisa tahu aku ada disana?"

"Ini membuatku pusing setengah mati. Dan dia– arghh he's eyes pretty damn so much."

"Huh.. sepertinya aku terlalu banyak berpikir."

Yeonji, gadis itu sedari tadi hanya sibuk berguling kesana dan kemari sembari memikirkan hal yang beberapa saat lalu terjadi padanya.

Ingatan dari lelaki yang tiba-tiba saja datang dan menyeretnya tadi, raut datarnya, serta semua yang ada pada lelaki itu. Sungguh membuat Yeonji ingin tahu semuanya. Ia juga berpikir, sebenarnya ada apa ini? Apa semua yang ia alami selama hampir 17 tahun terakhir ini adalah suatu hal yang saling berkaitan?

Pun ia melirik ke arah gramophone di sisi kamarnya. Benda itu sudah diperbaiki di tempat paman Jae. Yah, hanya perlu beberapa menit saja untuk memperbaiki barang antik satu itu agar bisa memutar lagu kembali.

"Gramy, kira-kira.. dia siapa ya? Apa bisa aku bertemu dengan dia lagi?"

Tapi Yeonji teringat sesuatu. Ah, ia jadi punya celah untuk ini, kan? "Tapi dia, kan, sudah janji padaku. Sudah pasti kami akan bertemu lagi, hehe."

Dan gadis itu tersenyum lebar serta terkikik geli setelahnya. Ia tak sabar menanti kapan mereka akan bertemu lagi. Dan dari asyiknya memikirkan hal yang membuatnya bahagia itu, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Yeonji tahu jika itu adalah suara dari panggilan masuk.

"Ck. Siapa lagi ini?" Monolognya setelah melihat id caller pada layar di benda pipih dan canggih itu. Hanya nomor.

Tapi pada akhirnya ia mengangkat telpon itu dengan malas setelah berpikir cukup lama.

"Yah, siapa ini?"

"Choi! Ternyata benar ini nomormu."

Sialan satu ini ternyata, "mau kuhajar lagi?" Bahkan Yeonji menjawab dengan kerutan dahi dan alis menukik tajam.

"Just calm, Choi. Aku hanya bicara sebentar."

"Ck. Cepat."

"Berhentilah jadi rival. Aku bosan mendapat pukulan darimu."

"Ck. Kau yang mulai, dasar pembuli."

"Wow, kasarnya. Tapi bisa kan, kita jadi teman?"

"Kita? Teman? It just your dream."

"Hahaha, menarik. Aku akan–"

pip.

tut... tut…

Yeonji menghela napas kasarnya setelah memutuskan sambungan telpon dari Sunghoon. Ya, pemuda bermarga Kim itu dengan susah payah mendapatkan nomor milik Yeonji. Tapi tentu saja gadis itu tidak peduli. Ia malas berbicara secara cuma-cuma dengan Si pembuli itu.

Lagipula, Yeonji tahu jika Sunghoon hanya beralibi saja. Dasar manusia muka dua, batinnya seraya mematikan ponsel itu dan melemparnya ke sisi lain tempat tidur. Ia bahkan tak berminat menyimpan nomor itu sama sekali.

Tubuh ramping itu jatuh lagi ke tempat tidur setelah duduk beberapa menit guna mengangkat telpon. Ia menghirup napas teratur dan melihat langit-langit kamar. Tangannya terlentang mengusap-usap sprei yang dominan berwarna broken white dengan motif bunga Baby's Breath itu.

Rasanya bosan juga, padahal tadi sudah pergi jalan-jalan.

drrttttdrrrtttttdrrrttttt...

[ii] YEONJI : 637 Of ResideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang