07. To The Truth

58 5 0
                                    

..

"Iya-iya, akan aku kirim nanti malam. Kau tidak perlu meneleponku berulang kali tentang berkas itu."

"Apapun itu, jangan lupa. Bos bisa marah."

"Ku matikan!"

pip.

Gerutuan hadir setelah sambungan telepon itu diputus sepihak. Gadis itu terus bergumam karena kesal pada teman sekaligus kepala bagian devisinya, ya– Chaeryeong hanya tidak ingin diburu-buru. Lagi pula ia akan mengirim file itu nanti malam, tidak perlu meneleponnya sepanjang waktu.

cklek.

"Menyebalkan! rasanya ingin resign saja segera."

"Ibu..., aku lelah."

Chaeryeong membuka pintu rumah, ia melepas sepatu dan kemudian meletakkan tas di sofa dengan asal. Ia duduk bersandar di sana sembari menghela napas cukup panjang. Ia teringat beberapa tahun lalu, ia pernah ikut perang tapi tak selelah ini.

"Kenapa bekerja jauh lebih lelah dari pada perang? apa aku harus perang saja dari pada kerja?"

Tapi baru saja Chaeryeong menutup mulut, suara lain hadir menyahutinya dengan cepat. Dan itu membuat Chaeryeong menegakkan badan lalu menoleh ke belakang, tepat pada kursi pantry dekat dapur. Lelaki itu menatap Chaeryeong datar, dengan santainya meminum kopi pahit yang dibuatnya sendiri.

"Kalau ada perang, artinya ada pertumpahan darah lagi, Cha."

Kang Taehyun– siapa lagi yang bisa masuk sesuka hati di rumah Chaeryeong selain dirinya dan Hyunjin? Lantas Chaeryeong mendengus keras, ia benar-benar lelah tapi harus meladeni Taehyun terlebih dulu. Atau mungkin akan ia abaikan saja lelaki itu.

"Sudahlah, kau tidak tahu maksudku. Aku lelah, jangan ganggu aku," pintanya dengan kembali bersandar di sofa.

Ia tak tahu jika Taehyun berjalan ke arahnya. Berkata padanya dengan nada biasa, namun berbeda di telinga Chaeryeong. Taehyun... sedikit membuatnya terkejut. Apakah ia salah menangkap makna, atau memang Taehyun menegaskan satu hal padanya?

"Aku sudah bilang padamu untuk mengeluh padaku. Kau mau berhenti bekerja di perusahaan itu? jika iya, ikutlah dengan timku. Kau bisa membantu Kai–"

"Kenapa kau selalu mengatakan itu sebagai jalan keluar? Aku tidak menginginkannya, Taehyun." Chaeryeong memotong perkataan Taehyun dengan segera. Pertama, ia bosan mendengar kalimat itu. Kedua, bukan ini yang ia maksudkan pada lelaki itu.

"Apa maumu?"

Chaeryeong mengatur napasnya yang mulai tak teratur. Kali ini, ia akan mengatakannya dengan jelas pada Taehyun. Atas dasar pernyataan yang sudah lama ingin ia keluarkan.

"Bawa aku pergi dari sini, Taehyun... tempat ini membuatku sedih terus."

Mendengar suara lirih setengah bergetar itu, Taehyun lantas mendekatkan diri pada Chaeryeong. Gadis itu kira, Taehyun akan memeluknya dan memberi ketenangan. Namun, ia terlalu berharap lebih, untuk selama ini Taehyun memang benar-benar hanya menjalankan tugasnya untuk bertanggung jawab atas Chaeryeong, tidak lain.

"Tidak, bukan ini maumu."

"Lalu apalagi? kau pikir ada di sini seumur hidup tanpa siapapun itu menyenangkan? tidak, Taehyun."

"Aku a-aku merasa selalu sendiri... sejak bibi Jisoo pergi, lalu kak Yeji pergi... bahkan Ibuku sendiri meninggalkanku. Aku tidak punya siapa-siapa...."

Isakan itu terdengar jelas, ingin sekali lelaki itu menghentikannya. Tapi, apakah egonya bisa lenyap? Dan pada akhirnya Taehyun hanya harus membuat pernyataan baru tentang dirinya dan Chaeryeong.

[ii] YEONJI : 637 Of ResideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang