2.

39 5 1
                                    

Selamat membaca

***

Tiba, di pondok sederhana milik Arka. Terlihat kotor, lama tak di kunjungi. Aku duduk di kursi di teras pondok. Sesekali menghirup nafas panjang berharap keadaanku membaik.

"Sekar, aku akan mencarikanmu makanan, sebentar saja. Di dekat sini ada yang menjualnya. Jangan pergi atau beranjak sedikit saja dari kursi. Aku tidak mau kamu kenapa napa." Ucap Arka kemudian beranjak pergi.

Aku memijat kepalaku perlahan, kepalaku masih terasa pusing. Entah mengapa bisa seperti ini. Apa karena terlalu lama berputar? Aku masih ingin tau tentang bayangan itu. Aku harap itu hanya halusinasiku saja. Aku harap dugaanku akan hal buruk hanya sekedar menjadi dugaan dan tidak menjadi kenyataan.

Tak lama Arka datang membawa sebungkus makanan. Memberikannya padaku. Aku memakannya perlahan.

"Sekar, setelah ini aku akan membawamu ke bumi. Lebih baik kamu beristirahat di sana. Entah apa yang terjadi padamu namun firasatku tempat ini mulai tidak aman."

"Apa maksudmu tidak aman?"

"Ya, tadi aku melihat sesuatu yang janggal. Biasanya hutan tadi akan terasa sepi dan tak ada hewan di sana, namun kau tau bukan, jika tadi ada beberapa burung yang terbang di sana. Hutan pada bagian sana sebenarnya cukup keramat. Dan maaf aku tadi terlambat menyadari kepergianmu. Dan saat aku menyadarinya aku menemukanmu tidak sadarkan diri."

"Aku tadi melihat bayangan, aku mengejarnya,"

"Bayangan? Apakah kau benarelihatnya?" Wajah Arka berubah serius.

"Namun aku harap yang ku lihat salah. Mungkin itu hanya halusinasiku saja. Sebaiknya sekarang kita ke bumi. Keadaanku sudah membaik. Besok kita harus pergi ke sekolah bukan?"

"Baiklah, kau benar mau berjalan sendiri. Punggungku masih kuat untuk menggendongmu. Seberat apapun kamu, hehe," Arka menyengir aku merasa tersinggung.

"Lain kali kalau tidak kuat menggendongku jangan di paksakan,"

"Tidak, akukan seorang kesatria. Pangeran yang tampan ini bagaimana bisa tidak kuat menggendong tuan putri yang mulai membengkak badannya."

"Ooh, sekarang kamu banyak bicara ya, dulu waktu bertemu saja susah sekali memancingmu bicara. Penakut lagi."

"Hey jangan bahas hal itu lagi. Semua ini karena kau Sekar. Aku menjadi sepertimu, cerewet. Sudahlah sekarang kita pergi ke bumi."

Kami berjalan beriringan, aku harap akan seperti ini seterusnya. Damai, tak ada peperangan, oh ya aku hampir saja melupakan pekerjaan rumahku.

"Arka setelah sampai di rumah, aku pinjam buku pr mu ya," ucapku sambil menyatukan telapak tangam.

"Enak saja, kerjakan sendiri. Katanya mau pandai." Tolak Arka.

"Kali ini saja, aku lupa dan aku terlalu lelah untuk mengejakannya."

"Itu resiko kamu, tidak mau menuruti perkataanku untuk langsung mengerjakan PR setelah pulang sekolah."

"Tapi Ak," belum selesai aku berbicara Arka berlari menuju keramaian. Di depan tak jauh dariku berdiri terdapat pasar yang menjual berbagai hasil panen ataupun karya dari para warga di Reli.

Entah kemana Arka pergi, aku memutuskan untuk menyempatkan waktu untuk melihat lihat. Aku melihat satu penjual yang unik. Dia menjual berbagai barang antik yang menurutku sangat indah.

"Pak, botol ini sangat indah, barapa bapak menjual ini?" Tanyaku menunjuk sebuah botol.

"Maaf, botol ini tidak saya jual. Baru saja saya membelinya. Dan saya sangat menyukai botol ini." Jawab penjual dengan halus.

"Apakah botol ini spesial? Atau sangat langka? Sehingga bapak tidak menjualnya."

"Benda ini mengingatkan saya pada istri saya yang telah pergi."

Aku terdiam sejenak.

"Bolehkah aku memberimu sesuatu?" Tanya penjual itu padaku.

Aku mengangguk, penjual yang terlihat tua itu mengambil telapak tanganku dan memberikan sesuatu di atasnya.

"Biji? Biji apa ini pak?"

"Itu hanya biji bunga, kau pasti menyukainya."

"Terimakasih pak, saya tidak punya apa apa yang bisa diberikan kepada bapak selain uang. Bolehkah saya membayarnya?"

"Tidak, tidak, aku tidak menginginkan uang. Kau bisa membantuku di masa mendatang."

"Baiklah pak, saya pergi dulu. Permisi."

Aku berjalan perlahan, aku sudah menempatkan biji yang di berikan pak tua tadi di dalam saku. Aku senang, disini tidak ada yang tau siapa aku, tak ada yang menghinaku ataupun memujaku bak seorang putri.

Ini lebih nyaman, dari pada aku harus di kekang kemana aku akan pergi.







My Mysterious Magic 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang