"Aku menemukannya..." Suara Gun terlampau lirih untuk ditutur.
Pria itu jatuh memerosot di atas kedua lututnya yang kebas. Tangisnya luruh, seolah turut bersedih, langit pun nampak ikut serta menjatuhkan air mata keputusasaan.
"...Off, orang itu Off Jumpol.." Sepasang mata yang tujuh hari lalu sempat meledak, memamerkan kilauannya yang berpendar ke seisi jagat raya kini meredup. Sekarang kedua onyx pekat yang berkilau indah berubah saling mengaburkan pandangan, gelap oleh muntahan tangis.
"Orang yang tidak akan membiarkanku jatuh cinta sendirian, ternyata ikut serta jatuh cinta kepadaku..."
Kepalanya menghadap langit. Memerhatikan horizon yang tercetak jelas di atas sana, yang memilih untuk bisu menonton. Selama tamparan-tamparan hujan yang merobek pori-porinya belum tuntas menyakiti, mereka nampak hirau.
"Chi..." Gun menakup wajahnya dengan kedua tangan. Berusaha untuk menutupi tangis. "Apa setelah ini tugasku berhasil?"
Ia merintih. Dadanya bergemuruh luka. Tak rela namun harus membuat janji dan keinginannya tuntas saat waktunya tiba. "Katakan kalau aku manusia hipokrit, aku hanya iba padanya, iya kan?"
"Kenapa kamu hadir waktu itu, Chi..." Gun meratapi pigura foto yang retak, mendongak menanti jawab. Meski hanya hening yang hadir sebagai jawaban.
Flashback started.
Oktober 2020
Detik Gun siumanIa mengerjapkan mata. Di antara silau lampu rumah sakit dan matras dingin yang ia tiduri, Gun melihat Off tertidur di sampingnya. Pria itu nampak kacau dengan kepala yang menunduk bersembunyi. Dan satu hal yang mengganggu perasaan leganya seketika ialah, cara Off menggenggam tangannya.
Sekelebat Dejavu mulai melesak paksa ke dalam ingatan Gun. Satu dua warna, satu dua hz, hingga buram yang legam mendadak melemparnya ke dalam memori dan perasaan yang sama persis.
Lantas Gun mencicit lemah, "Tangan ini... Seperti di dalam ingatan Chimon."
Mendadak kedua mata terasa semerbak panas. Sentuhan tangan ini benar-benar orang yang dimaksudkan adiknya tempo hari. Orang yang Chimon ingin Gun mencarinya. Ternyata malah sosok yang dicari tidak pernah berada jauh darinya.
Kenapa takdir mempermainkanku di dalam kisah hidupku sendiri?
Hanya bersisa hening. Gun menangis tanpa suara. Kepalanya masih terasa sakit berkat luka fisik yang ia dapatkan pasca menerjunkan tubuh dari atas balkon. Dan keheningan itu disahuti oleh kehadiran Chimon yang menginterupsi isak tangisnya. Ruh Chimon balas menatapnya dengan sekilas senyum tipis. Sosok itu lagi-lagi menunjukkan form bentuk aslinya yang membuat Gun masih belum percaya bahwa adiknya telah mati.
"Chi..." Lantas Gun mengerjapkan matanya berkali-kali. "Chi— CHI??" Dan sekali lagi bayangannya melesat hilang oleh kabut pagi.
Hingga tanpa sengaja, teriakan Gun membangunkan Off dari tidur singkatnya. "Ada apa? Gun?? Kamu udah siuman?" Hanya terdengar helaan yang terpatah-patah akibat mengisak dan kedua mata yang sudah menangiskan lelehan air mata. "Tunggu, aku panggilin dokterny--"
"Off." Panggil Gun penuh kepastian.
"Kamu kenal anak yang bernama Chimon?"Kedua mata Off tampak menyipit dan menyatu. Ia menggelengkan kepala seadanya. "Siapa?"
"Adikku. Kamu pernah ketemu sama dia?"
"Aku bertemu dengan banyak macam orang, Gun."
"Anak SMA, duduk di kelas tiga. Anak yang ceria, yang sekarang udah menyisakan ruh. Terluntang-lantung di dunia yang masih menahannya pergi, Off! Kamu nggak pernah inget dia, hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Palmistry [OffGun]
FanfictionCOMPLETED Sinopsis : Kalau kamu percaya takdir berada di tiap bentang garis tangan, maka Gun dengan segala keberaniannya menentang takdir tidak pernah percaya akan garis tangan yang membawanya pada seutas benang merah. Liku, ceruk, lintang, naik dan...