Tes dulu, ya ... Slow update meskipun mungkin tetap akan saya tulis daily di draft.
Komennya, dong, biar saya semangat🤗
Tararengkyu ....
🌷🌷🌷
Alunan musik rancak melatari meriah dan megahnya pesta malam ini. Pernikahan Abidurrahman dan Salma.
Dengan mencoba meraup setiap keping hatinya yang telah hancur, Abid berusaha berdiri tegak dan tersenyum di pelaminan mewah yang berdiri di tengah halaman Pesantren Nurul Iman. Ia menerima ucapan selamat yang ditujukan padanya. Demi sang guru, apa pun bisa ia korbankan, termasuk hatinya.
Tangan Salma menggelayut erat pada lengan Abid. Senyum terkembang di bibirnya. Ia tampak cantik dan bahagia dalam balutan gaun salem pilihan Ummanya. Dengan sangat ramah, ia membalas satu per satu ucapan selamat yang ditujukan padanya.
Saat sesi pemotretan di studio mini tak jauh dari pelaminan, senyum itu tak luntur sedikit pun dari bibir tipis sang mempelai perempuan. Sisi lain Salma terpampang nyata malam ini. Bagian lain yang sama sekali tak pernah Abid sangka sebelumnya.
Abid tak mampu menerka bagaimana sebenarnya perasaan Salma. Apakah ia benar-benar bahagia, atau hanya berpura-pura? Apakah semudah itu dia bisa menerima bahwa ia pun tak bisa bersanding dengan Ishak?
Yang jelas, Abid sendiri tak mampu memungkiri kecamuk rasa yang terjadi pada hatinya saat ini. Bagaimana mungkin ia mampu berbahagia, sementara hatinya tengah hancur remuk tak bersisa. Bahkan, beberapa hari lalu ia sempat mendengar kabar bahwa gadis pujaan hatinya tengah dirawat di rumah sakit.
Seorang lelaki berkemeja hitam menghampiri mereka. "Mumpung ada jeda sebentar, kita ambil gambar di pelaminan," ucap lelaki kurus berkulit kecokelatan itu.
Salma mengangguk dan mengiakan ucapan sang pengarah gaya. Ajaibnya, ia masih dengan wajah semringahnya. Sedangkan Abid hanya mengangguk dan mencoba untuk menyembunyikan kepiluan batinnya.
Abid mundur beberapa langkah, mengikuti instruksi sang penata gaya. Sementara itu, Salma duduk di ujung kiri kursi pengantin putih.
"Gusnya ke sebelah sini," ucap sang penata gaya mengarahkan Abid agar berdiri di belakang Salma.
Tak sampai sepuluh menit, beberapa pose berhasil diambil. Dan di tengah kegiatan itu, seorang gadis muda naik ke pelaminan dan mendekati Salma.
"Keluarga Ammi Djalal datang. Kata Umma, disuruh langsung ambil foto," ucapnya seraya mendekatkan wajah ke telinga Salma.
Salma mengangguk. Sekilas, ia melirik Abid dengan tatapan yang terasa menghunjam dada.
Untuk beberapa detik, Abid mematung, teringat pada ucapan Salma dua minggu yang lalu. Percakapan yang semakin memorak-morandakan jiwanya.
"Sampean nyadar nggak kalau Dik Husna itu suka sama sampean? Apa sampean akan tetap melanjutkan perjodohan ini?"
Kalau bukan karena bakti dan pengabdian, sungguh Abid tak akan meneruskan semua ini. Tapi, ia bisa apa di kala sang guru, murobbi ruh-nya, telah memintanya menjadi penjaga putri terkasih? Tak ada kecuali hanya menyanggupi semua.
Gadis muda itu turun dari pelaminan, lalu disusul kemunculan seorang lelaki tua dengan songkok putih di kepala dan sorban hijau tersampir di pundak. Dia adalah Kiai Djalal, ayah Husna. Di belakangnya, seorang perempuan sepuh tengah menggandeng gadis bergamis sage yang berjalan menunduk.
Oh, Husna juga datang? Dia telah sembuh dari sakitnya? Tubuhnya tampak semakin kurus dan kuyu.
Husna terus saja menunduk. Bahkan, saat telah berdiri di samping mempelai perempuan, tak sedikit pun ia mendongak. Hingga tiba-tiba, ia ambruk yang seketika membuat suasana ricuh.
Kontan, naluri kelelakian Abid membuatnya refleks berlari. Ia segera menggotong tubuh Salma dan membawanya ke sisi lain tempat pesta.
Hanya saja ... dehaman Salma kontan menyadarkannya. Ternyata, tindakan heroik itu hanya ada di dalam angannya saja. Pada kenyataannya, ia hanya mampu berdiri mematung, melihat seorang lelaki menggotong Husna menjauh. Ia adalah Kakak pertama sang gadis pujaan.
Ya, urusan benang kusut perasaan antara mereka, harus tetap terkubur rapat dan tak boleh ada seorang pun yang tahu. Sebab, sumpah akad telah terucap. Kini, Abid adalah suami Salma. Dan pernikahan ini adalah amanah besar dari sang guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik
RomanceSelama ini, Abid hanya ingin menjadi santri patuh dan berbakti pada sang Kiai. Karenanya, ia bisa melakukan apa saja demi pengabdiannya kepada gurunya itu, termasuk mengorbankan perasaan dan mengabaikan pemikirannya sendiri. Namun, apakah kepatuhann...