bright terdiam–membiarkan bubur di depannya kering karena kehabisan kuah. lelaki berambut hitam legam itu menatap lurus kearah tembok polos rumah sakit–memikirkan berbagai kemungkinan gila yang akan datang.
bright baru saja sadar sekitar dua jam yang lalu. dokter luke mengatakan jika win masih belum sadar–dia masih di bawah pengaruh suntikan pereda agar penyakitnya tidak semakin menyebar.
"bright, makan bubur mu dan setelah itu minumlah obatmu sebagai pereda kambuhmu." ujar dokter luke yang baru saja datang untuk memastikan keadaan bright.
bright tetap diam, tatapannya kosong seperti tidak ada kehidupan lagi di matanya. "biarkan aku dan nong win tetap bersama, maka aku akan makan bubur ini." kata bright tanpa mengalihkan pandangannya.
dokter luke menghela nafas berat. "bright, dengarkan aku ya." ia duduk di tepi ranjang bright.
"kau ingat janji kau dan win bahwa kalian akan kembali pulang? bukankah kau ingin win untuk sembuh? ini satu-satunya jalan agar dia dapat kembali pulih, bright." ujar dokter luke mencoba membuat bright mengerti. "kau juga akan di bawa ke rumah sakit yang berbeda karena penyakitmu sering sekali kambuh, sedangkan disini alatnya juga sangat terbatas, kau mengerti 'kan?"
bright mengehela nafas. "maaf, aku kekanak-kanakan."
dokter luke tersenyum tulus. "tidak apa-apa, aku paham betul apa yang kau rasakan, sekarang makan buburmu ya."
bright mengangguk kecil dan menyuapkan sendok pertama ke dalam mulutnya.
•••
bright menatap lekat ruangan win dengan perasaan campur aduk, ia rindu kekasihnya itu, sudah hampir 24 jam win belum juga bangun, ia khawatir sungguh.
apa yang sedang di mimpikan oleh win saat ini? apakah mimpi itu terlalu indah sampai-sampai win tidak mau bangun dari tidurnya?
bright menghela nafas panjang, ia membalikkan tubuhnya untuk kembali ke ruangannya, namun suara yang terdengar familiar menembus pendengarnya.
"anak itu selalu merepotkan, aku berharap dia mati saja."
bright menatap tajam kearah davika, ia mengepalkan tangannya hingga memutih, ia marah sekali dengan perkataan davika, ia tidak terima.
lagipula, mana ada orang tua yang bersikap layaknya iblis, mana ada orang tua yang ingin anaknya mati, dirinya dengan win sungguh berbanding terbalik.
bright melangkahkan kakinya menjauh dari sana, merasa tidak ada gunanya melihat davika lebih lama, ia sudah sangat muak.
•••
"win sudah sadar?" tanya dokter joss pada dokter luke yang sedang sibuk menulis daftar pasien-pasiennya.
"sudah, ku pastikan dia sedang bersama bright sekarang." ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku riwayat pasien.
dokter joss mengangguk. "kapan mereka di pindahkan?"
dokter luke berhenti tepat setelah pertanyaan dokter joss mengudara, ia lantas menghela nafas dan menatap dokter joss dalam. "lusa, aku sudah menyuruh bright untuk bersiap."
dokter joss mengangguk kembali. "aku harap ini dapat berhasil."
"aku juga begitu."
"ohya, joss. tolong kau cek ke kamar win ya, pastikan dia baik-baik saja." kata dokter luke.
dokter joss mengacungkan jempolnya. "siap, baiklah aku permisi ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
between promise and us, brightwin ✓
Fanfictionmereka berjanji untuk kembali pulih, mereka berjanji untuk kembali pulang dengan keadaan yang lebih baik, mereka berjanji untuk bertemu lagi disana. janji bisa saja di ucapkan, namun takdir.. mungkin bertolak belakang. [!] bxb, short story, lowerca...