Gema dari tepukan tangan para tamu memenuhi Kapel. Jisung masih saja mengikuti langkah ayahnya sembari melamun dengan seikat bunga ditangannya. Entah bagaimana bunga tersebut bisa dipegangnya tepat didepan perutnya.
Karena terlalu fokus pada lamunannya, Jisung tidak menyadari kalau sang ayah tidak membawanya ke bangku paling depan. Namun, memberikan tangannya pada Minho di altar yang juga bersedia menyambut uluran tangannya.
"Ayah titip Jisung ya. Ayah tidak akan memintamu untuk selalu membuat Jisung bahagia, lakukan semampumu saja. " Ucap sang ayah sembari tersenyum pada Minho.
"Tentu saja, ayah. Aku akan selalu berusaha membuat Jisung bahagia dan tidak akan membuatmu kecewa. " Jawab Minho membalas senyuman calon mertua.
Sekarang, tangan Jisung sudah digenggam sempurna oleh Minho yang berdiri dihadapannya sejak beberapa detik yang lalu. Posisi mereka diatas altar dengan seorang pendeta bersama mereka.
Jisung masih melamun. Sampai akhirnya ia menemukan jawabannya. Dirinya tengah bermimpi!! Sungguh mimpi yang sangat indah.
"Aku, Lee Minho, mengambil engkau menjadi seorang suamiku, untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus. "
Mimpi Jisung sungguh indah. Sungguh indah. Kalau bisa, jangan ada yang bangunkan dirinya ya. Jisung ingin menikmati mimpinya dahulu. Kapan lagi kan?
Dengan sebuah senyuman, Jisung berucap, "Aku, Han Jisung, mengambil engkau menjadi seorang suamiku, untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus. "
"Sekarang, kalian berdua sudah sah menjadi sepasang suami. "
Suara tepukan tangan kembali menggema. Pandangan Jisung kini teralih menuju sang ayah juga orang tua Minho yang tengah menangis bahagia di tempat duduknya.
"Terimakasih, Lee Jisung. " Ujar Minho yang saat ini sedang tersenyum bahagia.
Jisung membalas senyuman Minho. "Iya, sama-sama. " Sedangkan Minho, bingung. Kenapa Jisung membalas ucapannya begitu?
Jisung masih santai. Mimpinya tidak selesai-selesai dari tadi. Sepertinya, tidurnya panjang sampai tidak bangun-bangun dia.
"Can i? " Ijinnya. Jisung menganggukkan kepalanya terpatah-patah.
Telapak tangan Minho menyentuh pipi tembam milik Jisung. Mendekatkan wajahnya pada sang suami dan menutup kedua kelopak matanya. Bukan hanya Minho, Jisung pun sama.
Lagipula, ini cuma mimpi. Jadi, kenapa tidak Jisung nikmati saja? Kapan lagi ia menikah dengan Minho?
Tapi, kenapa rasanya sangat nyata?
Kini sepasang pengantin baru itu melangkah meninggalkan Kapel tempat mereka mengikat janji suci diantara mereka. Jari-jemari mereka menaut satu sama lain. Kaki-kakinya menapak jalanan aspal yang akan mengantarnya menuju rumah.
Rumah baru yang akan menjadi tempat berlindung dari panas dan hujan, juga menjadi tempat berpulang bagi keduanya.
Segalanya sudah disiapkan oleh Minho sedemikian rupa. Ia sengaja memilih kampung halaman sang suami sebagai tempatnya menghabiskan waktu bersama dikarenakan ini adalah tempat favoritnya. Ya, itu juga membuat Minho menjadi terpengaruh.
"Hyung, " Panggilnya. "Mimpinya bagus banget tau. " Sambungnya sembari tersenyum layaknya orang bodoh.
Kening Minho berkerut. "Hah? Mimpi? "
Kepala Jisung mengangguk dengan cepat. "Iya, Hyung, mimpi. Kan enggak mungkin banget bisa nikah sama Hyung, hehe. "
Ujung bibir Minho terangkat. "Kau mengira ini semua mimpi? "
"Eung! "
"Bagaimana kalau ku buktikan kalau ini semua bukan mimpi? " Tawar Minho sambil menaik-turunkan alisnya.
"Silahkan, buktikan Tuan Lee. " Ucap Jisung menantang.
Bibir Minho kembali mendarat pada bongkah bibir milik Jisung. Namun percuma, Jisung masih belum percaya.
"Alam bawah sadarku sepertinya tengah berbaik hati padaku. " Monolognya yang masih kedengeran oleh Minho.
"Biarku coba sendiri. "
PLAK
Ya, benar. Tangan Jisung menampar pipinya sendiri. Minho saja yang melihat sampai panik. Bagaimana bisa Jisung sebodoh itu?
Tangannya masih menempel sempurna pada pipinya. "Sakit, huhuu. "
"Kan udah dibilang tadi, ini bukan mimpi. Kamu aja tuh yang masih anggap ini semua mimpi. " Cibir Minho.
Bentar.
Sebentar.
"Gak mungkin kan daritadi semuanya nyata? " Tanya Jisung dengan senyuman pasrah nan miris.
"Sayangnya, semuanya nyata. " Jawab Minho. Agak sakit emang ngomongnya. Apa Jisung tidak menginginkan pernikahan ini?
Ya, memang Minho tidak mengatakan sama sekali tentang pernikahan ini pada Jisung. Tapi semua itu, Minho sudah buktikan kok. Jelas sekali kalau Jisung itu jatuh padanya. Bukan karena kepercayaan dirinya, Jisung sendiri yang mengatakannya. Mungkin anak itu lupa.
"HUAAAAAAAAAAA."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝕀𝕟𝕧𝕚𝕥𝕒𝕥𝕚𝕠𝕟
FanficTentang Jisung yang menerima undangan secara lisan untuk hadir ke pernikahan atasannya, Lee Know.