07

196 26 0
                                    

Note : Flashback






"Morning. " Sapa Jisung sambil membuka tirai membiarkan sinar mentari pagi untuk masuk. Sedangkan makhluk didalamnya, hanya menggeliat diatas kasur. "Ayo, bangun. Katanya mau jalan-jalan! " Tambahnya biar Minho mau bangun aja.

Kebetulan, Minho sebagai artis yang jadwalnya sangat padat ini punya waktu untuk libur selama beberapa hari. Tentu saja, liburnya lebih panjang daripada hari libur sebelumnya yang hanya dua hari paling banyak. Kali ini, sampai lima harian.

Daripada hanya berada di apartemennya, Minho menyarankan kepada Jisung untuk berlibur keluar. Ya, singkatnya refreshing. Akhirnya, Jisung memilih untuk ke kampung halamannya. Seperti yang dahulu pernah mereka lakukan.

Apalagi hari libur Minho lebih banyak, pastinya Jisung akan membawa sosok itu ke tempat-tempat bagus di kampungnya. Pokoknya, Minho tidak akan kecewa nanti.

Minho membuat posisinya menjadi duduk dan meregangkan tubuhnya. "Iya, iya, sabar. Emangnya jam berapa sekarang? "

Jisung duduk dipinggir kasur miliknya. Iya, karena kamar dirumah Jisung itu cuma dua. Jadilah, Minho tidur bareng Jisung. "Udah jam 10, sih. Kenapa emangnya? "

"Papa gimana? " Tanyanya khawatir. Gak enak atuh si Minho ya. Mana lagi di rumah orang, bangunnya siang.

"Gak enak nih pasti. " Terkanya. "Udah, santai aja lagi. Lagipula, Papa juga udah pergi ke sawah. Hyung mending siap-siap sambil kita sekalian nganterin makan siang buat Papa. " Titahnya.

Meskipun Minho memang sudah beberapa kali menginap di tempat Jisung, tapi tetap saja sifat tidak enak Minho itu masih saja ada. Padahal, ayahnya juga tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali.



























"Nah, pake tuh sepeda. Kita naik sepeda aja, capek jalan mah. " Ucap Jisung sambil menaiki sepeda lamanya. Sedangkan Minho masih menatap Jisung.

"Cepet, udah mau siang ini. " Titahnya. Baru si Minho naik sepeda yang disenderin ke dinding sama Jisung.

Sambil menunggu Minho beberes dan sarapan tadi, Jisung juga menyibukkan diri dengan memasak makan siang dan menyiapkan sarapan untuk Minho. Agar tidak makan waktu saja. Arah destinasi mereka juga searah dengan ladang ayahnya.

"Kita mau kemana pertama? " Tanya Minho menggowes pedal sepedanya menyusul Jisung dibelakang.

"Pertama, kita anterin makanan Papa dulu. Baru nanti kita liat aja gimana. "

Ya, Jisung juga enggak punya rencana yang jelas sebenarnya. Supaya dilihat seperti tour guide profesional saja. Padahal mah, dia gak nyiapin apapun sama sekali. Jisung tipe orang yang ikutin alur aja. Lagipula, di kampung halamannya ini adalah tempatnya tumbuh dan lahir. Jadi, ia tidak memerlukan persiapan-persiapan itu.

"Papa.... " Panggil Jisung dengan sedikit berteriak. Karena Ayah Han tengah berada di tengah sawah mengawasi petani lain.

Tuan Han berjalan kearah Jisung yang masih berada diatas sepedanya. Jalan raya disini memang sudah beraspal, namun masih ada sawah yang membentang diantaranya.

"Makan siang, Papa. " Jelas Jisung dan memberikan rantang tersebut pada ayahnya.

"Pagi, Pa. Maaf tadi bangunnya kesiangan. " Ujar Minho tidak enak. Jisung merotasikan bola matanya. Mulai lagi.

Ayah Han terkekeh. "Tidak apa, tidak usah sungkan. Kau sudah ku anggap seperti anakku sendiri. Kalian mau jalan-jalan bukan? Cepat nanti keburu panas. "

"Iya, Pa. Jisung sama Minho Hyung pergi dulu ya Pa. " Pamitnya.










Boleh dikatakan kalau jalan-jalan bersama Jisung ini agak tidak jelas. Begitulah kurang lebih menurut Minho. Bagaimana tidak? Destinasi yang diberi tahu Jisung itu termasuk dengan ladang sawah yang entah milik siapa.

Jisung memberhentikan kayuhan sepedanya di pinggir jalan. "Nah, kita sampai di destinasi selanjutnya. "

"Hah? " Minho bingung lah. Ini kan cuma sawah biasa. Tadi pas samperin bapaknya Jisung kan juga dia liat sawah. Terus kenapa ini liat lagi?

"Ya, ini. Pokoknya, ini dia sawah. Gak tau sawah punya siapa, intinya ini sawah. " Jelasnya bagaikan guide profesional.

"Ya, orang juga tau itu sawah, Sung. Daritadi kita ngeliat sawah aja di jalan, ini kenapa kita liat lagi? "

"Emang kenapa, gak boleh? Ya, disini kan memang sawah lagi-sawah lagi. Yaudah dah, kita lanjut aja. "

























Matahari sudah berada diatas kepala kedua makhluk adam tersebut menandakan bahwa hari sudah menjelang siang. Minho dan Jisung masih mengendarai sepedanya mengikuti jalan aspal yang akan membawa mereka ke tempat tujuan terakhir pada hari ini.

Sapuan angin dan suara ombak yang menabrak dinding pemecah ombak menyambut kedatangan dua laki-laki di ujung kampung ini. Karena angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat sinar matahari diatas mereka tidak terasa begitu menyengat.

"Okay, kita stop disini. " Titah Jisung. "Ini dia tujuan terakhir kita. Selain emang ada laut, disini juga ada Kapel dan mercusuar. " Jisung memarkirkan sepedanya dan berjalan meninggalkan Minho.

"Baru tau ada begini. " Sahut Minho. Benar kok, padahal sebelumnya ia sudah pernah ke rumah Jisung sekali. Namun tidak pernah dirinya tahu kalau ada Kapel yang berdiri disini.

"Ya kan, terakhir Hyung enggak aku ajak jalan-jalan kesini. Lagipula, kita cuma mampir aja sebentar yang kemarin. " Jelas Jisung supaya Minho tidak lupa.

Suasana hening meliputi keduanya setelah Jisung berbicara. Dua makhluk adam ini sibuk menikmati pemandangan yang jarang mereka nikmati ketika berada di perkotaan. Lain dengan disini yang dapat merasakannya setiap hari. Cukup membuat hati dan jiwanya tenang.

"Kapelnya indah. " Seru Minho sembari menatap bangunan tinggi bewarna putih tersebut dengan dua pintu kayu besar ditengahnya.

Kepala Jisung mengangguk, membenarkan ucapan yang lebih tua. "Memang. Itulah kenapa aku ingin menikah disini nanti. "

"Pilihan yang bagus. " Gumam Minho yang terdengar oleh Jisung.

"Memang, seleraku kan mahal. " Ujarnya sombong.

"Kau akan menikah dengan siapa? " Tanya Minho iseng. Tapi, tetap menandai ucapan Jisung itu dalam otaknya.

Jisung menaikkan kedua bahunya dan berucap, "Ya, mana ku tahu. "

𝕀𝕟𝕧𝕚𝕥𝕒𝕥𝕚𝕠𝕟 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang