Sweet Escape

449 78 23
                                    

"Kenapa dibongkar lagi?" tanya Liam saat melihat David mengeluarkan kembali barang-barangnya yang sudah ia susun di dalam koper.

Di tempatnya David terkekeh geli, merasa konyol saat sempat berpikir membawa banyak pakaian seperti mereka hendak berlibur ke suatu tempat.

"Kayaknya gak perlu bawa pakaian sebanyak ini. Kita bisa beli nanti."

Liam diam berdiri memperhatikan David yang tampak sibuk mondar-mandir di kamar, membuka lemari pakaian dan mengeluarkan sebuah kotak kayu berbentuk persegi dari dalamnya.

David berhenti menghadap Liam, mengangkat kotak yang tampak tidak ringan itu sebentar sebelum ia jejalkan ke dalam tas fitnesnya yang terbuka di atas kasur.

"Isinya uang. Aku masih punya cukup banyak di rekening tabunganku. Kamu gak usah khawatir."

"Vid?"

David bergumam tanpa melihat ke arah Liam, terus sibuk tampak begitu tergesa. Membuka laci dan mengambil sebuah kumpulan kunci dari dalam sana. Berlutut di depan tempat tidur kemudian, sebelum ia tarik sebuah kotak kayu yang ukurannya jauh lebih besar sekarang. Membuka kotak itu dengan salah satu kunci. Sempat terkejut Liam di tempatnya saat ia melihat banyak barang random disana. Terlihat beberapa buku, pakaian yang terlipat rapi, dan beberapa pasang sepatu. Terlalu sedikit barang di dalamnya mengingat ukuran kotaknya yang mungkin bisa muat untuk dimasukkan anak berumur lima tahun ke dalam situ.

Mata Liam terbelalak saat David justru mengambil sebuah pistol berwarna cokelat tua dari dalamnya. Langkah Liam mundur, tidak menduga ada senjata api tersimpan di sana.

David menoleh, menyadari kalau Liam ketakutan sekarang, "ini punya ayah aku. Gak akan aku gunain, untuk jaga-jaga aja."

Tampak sangat lihai David membongkar pistol itu, melihat isi peluru di dalamnya sebelum ia masukkan ke dalam tas.

"Vid?"

"Apa?"

"Lihat aku!"

David mendongkak, melihati Liam yang merengut panik dengan napas tersengal.

"Kita mau kemana?"

Bibir David terbuka mengambil napas lebih banyak saat ia rasakan kalau ia sedikit terengah sekarang.

"Tujuan kita ke Riau. Tapi sebelum itu kita bakal ke Subang dulu, ada keluarga Ayah kandung aku di sana."

"Apa harus sejauh itu, Vid?"

Tubuh David rasanya melemas. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali David memutuskan berdiri dan menghampiri Liam. Melihati Liam yang tidak sepertinya, tampak masih memiliki banyak keraguan. Dititik ini entah kenapa David sedih, memikirkan betapa Liam tak akan pernah tahu betapa ia yakin ingin membawa Liam pergi.

"Aku justru berpikir itu masih terlalu dekat," bisik David setelah memejamkan matanya sedetik, "Liam, aku gak mau bawa kamu kalau kamu takut. Kamu bisa mundur sekarang, aku bakal antar kamu pulang."

David ambil salah satu tangan Liam yang menggantung lemas, mengelusnya dengan ibu jari sebelum ia daratkan kecupan di punggung tangan pria itu.

"Bawa aku pulang aja, Vid. Aku bakal berusaha yakinin Ayah dan Abang-abang aku untuk ngebiarinin kita tetap bisa ketemu setelah ini."

Mata David terpejam dengan bibir masih menempel di punggung tangan Liam. Menelan rasa perih yang menggigit. Rasanya kembali dingin, hatinya.


-000-


Tubuh Liam menegang sampai punggungnya menyentuh sandaran kursi mobil saat suara nada sambung berhenti terdengar. Berganti dengan suara gemerisik dan hening setelahnya.

Until We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang