Kita Bertemu Lagi

645 82 12
                                    


I have a dream. I wish will come true...

That you here with me, and i'm here with you...



Liam memeluk kedua lututnya yang tertekuk, menenggelamkan wajahnya di balik lengannya yang tertumpuk, mencoba tidak melihat ke arah lain selain hamparan rumput hijau yang ia duduki.

Dia tidak pernah merasa ketakutan sebesar ini. Dia sendiri, di atas sebuah bukit dengan pemandangan danau besar di bawah sana. Di belakangnya hutan rindang saat ia sempat menoleh tak lama tadi.

Tidak ada siapapun. Kedinginan, dan Liam tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Apa aku bakal mati?" tanyanya berbisik setelah ia selesai bersenandung untuk mengusir sepi.

Semilir angin berembus, rasa dinginnya semakin menggigit. Suara alam terdengar mengerikan, daun-daun yang tertiup angin dan juga suara binatang hutan yang sayup-sayup saling bersahutan.

Mata Liam tak lama melebar saat telinganya menangkap suara langkah seseorang. Suara rumput yang diinjak, perlahan makin jelas terdengar, semakin dekat. Ia ingin mengangkat wajahnya, melihat siapa atau apa yang menghampirinya. Tapi dia terlalu takut.

Suara langkah kaki itu tiba-tiba berhenti terdengar. Rasanya jelas sekali bahwa ada seseorang berdiri di dekatnya, meski Liam belum yakin apa benar itu manusia atau justru hewan buas.

Tubuhnya semakin gemetar ketakutan.

"Kamu bisa ngerasain aku di sini?"

Secepat kilat Liam angkat wajahnya, menoleh ke arah sumber suara. Mendapati seorang pria tinggi berdiri dengan pakaian berwarna serba putih. Hal yang kemudian Liam sadari adalah, bahwa dia juga mengenakan pakaian yang sama persis dengan pria itu.

Entah karena air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya, atau karena hal lain. Tapi wajah pria itu tak jelas terlihat oleh Liam.

"Kamu siapa?" tanya Liam pelan.

"Aku lagi berusaha pulang. Kamu juga kan?"

Liam tak langsung menjawab, karena sebenarnya dia tidak tahu apa yang terjadi dan kenapa dia bisa berada di sini.

"Pulang?"

Pria itu mengangguk, "kalau benar kamu juga tersesat di sini. Berarti sekarang aku gak sendiri."

Tangan Liam terangkat, mengusap kedua matanya dengan punggung tangan, berusaha melihat dengan lebih jelas. Tapi itu tidak membantu. Pandangannya masih buram, ia masih belum bisa melihat jelas wajah pria itu.

"Aku gak tahu kenapa aku di sini," aku Liam jujur.

Pria itu tersenyum di tempatnya, "nanti kamu tahu. Sekarang kita cari tubuh kamu dulu, ya. Mungkin lagi ditangisin sama keluarga kamu."

Liam menolehkan kepalanya ke arah pemandangan danau di bawah bukit. Anehnya semua yang ia lihat sangat jelas sekarang, tapi saat ia kembali menoleh ke arah pria tadi. Pandangannya kembali buram.

"Aku udah mati? Begitu maksudnya?"

Kedua bahu pria itu terangkat, "mungkin. Tapi yang jelas kamu di sini gak sendiri. Aku juga. Jadi seharusnya kita gak ketakutan."

Mata Liam bergerak-gerak, mencoba berpikir tapi kepalanya rasanya ringan dan kosong. Ia ling-lung, tidak tahu harus berbuat atau mengatakan apa. Entah apakah benar ia harus bersyukur dan menyetujui perkataan pria itu. Meski sudah tidak sendiri, tapi rasa takut masih memeluknya.

"Siapa nama kamu?"

Liam sedikit terperanjat saat suara berat pria itu terdengar seperti ditiup langsung ke telinganya, ia menoleh dan mendapati pria itu sudah duduk di sampingnya.

Until We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang