"Inget ya Nan, kamu nanti harus pastiin hari ini pulang jam berapa, besok juga, pastiin besok kosong, jangan ada acara apa-apa, ini acara penting loh. Kamu gak boleh gak hadir cuma karena kerjaan."
"Hmm." Kinan sekadar menyahut ringan, menali sepatunya, dan setia mendengarkan sang ibu bicara panjang lebar.
"Kinan."
"Iya, Bu, aku tau. Ya gak mungkin juga lah aku ke Rumah Sakit pas acara nikahan Kak Wina. Lagian besok kan hari Minggu, aku gak bakal ada acara apa-apaan kok."
"Ya udah, Ibu kan takutnya kamu ada acara mendadak. Main gitu."
"Temen-temen aku juga pada kesana Bu. Aku udah bilang jauh-jauh hari kok kalo besok aku gak bisa diganggu. Lagian, kenapa jadi Ibu yang sibuk sih?"
Sulimah menarik senyuman, mengangkat bahu, lalu tertawa. Kinan yang sudah siap berangkat ke Rumah Sakit juga turut tertawa. Ia sudah sepenuhnya paham tentang ibu sambungnya ini. Sulimah terlampau antusias dengan pernikahan Winanti, semua ia bantu urus, bahkan berkali-kali mengatakan pada Winanti untuk tidak mengkhawatirkan soal biaya. Sulimah siap menanggung. Tapi tentu Winanti menolak.
Pernikahan Winanti besok akan berlangsung sederhana, seluruh biaya ditanggung oleh Winanti dan calon suami, Rizki, juga Kinan yang kini sudah berpenghasilan sendiri sebagai Dokter Umum yang sedang mengemban Pendidikan Spesialis sebagai dokter anak. Akhirnya, Sulimah memang tidak mengeluarkan sepeser pun untuk biaya pernikahan Winanti, anak tengah itu mengatakan pada Sulimah kalau, ia sudah sangat senang jika Sulimah mau menjadi pendampingnya saat di acara.
Kinan ingat Sulimah menangis saat itu, Winanti juga. Tapi menangis senang, sudah mereka lupakan semua tangisan kesedihan. Sudah tidak perlu lagi, sudah jadi masa lalu, jadi ya sudah. Tinggalkan. Untuk apa dibawa-bawa? Tidak penting juga. Ambil yang terbaiknya saja, jadikan pelajaran dan selesai.
Mungkin sudah terlalu tua untuk Winanti baru menikah, tidak ada yang peduli. Karena orang-orang cukup mengerti kenapa Winanti tidak menikah sejak lama. Kekangan orangtua yang kini mendekam di pejara. Untungnya kekasih Winanti setia menunggu, untungnya Winanti mendapat pria yang pantas Winanti perjuangkan, karena ia sendiri memperjuangkan Winanti.
Sulimah dan Andri menjadi sosok orangtua untuk Winanti dan Kinan, mungkin Rizki juga, tapi yang lebih merasakan tentu Winanti dan Kinan. Rizki membebaskan dirinya sendiri dari ikatakan bernama orangtua serta anak. Rizki cukup memiliki adik-adiknya saja, itu sudah membuat ia senang, tenang. Mungkin dulu Rizki tidak bisa begitu membahagiakan adik-adiknya, namun kini Rizki bisa, sebagai sosok kakak seutuhnya.
Ia sempat menawarkan Winanti untuk pindah ke rumahnya, tapi Winanti juga memikirkan pekerjaan. Jadi Arwen tawarkan pekerjaan pada Winanti di kantor cabang. Winanti berterima kasih akan itu, tapi tetap Winanti tolak. Ia ingin menikahi pria yang selama ini menjadi tempat Winanti melampiaskan rasa sedihnya, pria yang selama ini tidak pernah Winanti sebut kehadirannya. Jadi Winani menolak, berganti Rizki dan Arwen yang mendukung keinginan Winanti.
Segala persiapan pernikahan diselesaikan hari ini, dekor dan segala macamnya. Kinan masih harus kerja, Winanti sudah cuti, lebih tepatnya diminta cuti untuk istirahat dan memanjakan diri sebelum hari esok. Yang memantau persiapan di gedung justru Arwen, Rizki sebenarnya mau juga, tapi ia diminta Arwen untuk mengantar Winanti perawatan saja. Seperti lulur, facial, dan segala macamnya. Suruhan Arwen sebenarnya agak memaksa.
"Halo? Iya Nan?"
"Kak Arwen masih di gedung?"
"Masih, kenapa? Kamu udah pulang?" Arwen melirik jam, "Ya ampun, aku lupa Nan. Maaf, aku jemput sekarang ya?"
"Gak usah Kak, aku udah di taksi kok. Aku langsung ke sana ya."
"Ya udah. Maaf Nan, aku beneran lupa."
![](https://img.wattpad.com/cover/268047840-288-k774928.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lack of Sweet (BL) [COMPLETE]
Ficção Adolescente❝𝐾𝑖𝑛𝑑𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑖𝑠 𝑙𝑖𝑘𝑒 𝑠𝑢𝑔𝑎𝑟, 𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑒𝑠 𝑙𝑖𝑓𝑒 𝑡𝑎𝑠𝑡𝑒 𝑎 𝑙𝑖𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑠𝑤𝑒𝑒𝑡𝑒𝑟.❞ Tanggungjawab. Tanggungjawab. Dan tanggungjawab. Selalu itu dan itu saja. Rasanya mungkin berat, memuakan, tapi tidak juga kalau dibaren...