Sweet : 10

3K 369 76
                                    

Tapi gimana Kinan bisa memendam perasaan dan harapannya pada Arwen dalam-dalam kalau Arwen makin hari makin baik pada Kinan? Perhatian juga, rasanya tidak pernah sehari pun Arwen absen untuk perhatian pada Kinan. Ya sekadar bertanya makan, atau apa saja yang Kinan lakukan hari ini, hal-hal kecil yang mampu buat Kinan meresa diperhatikan segitunya.

Padahal tanggungjawab Arwen soal tangan Kinan yang sempat dislokasi juga sudah selesai sejak lama. Gipsnya sudah diganti dengan arm brace yang juah lebih nyaman, bisa bergerak bebas meski tidak sebebas tanpa apa-apa. Setidaknya Kinan tidak perlu pakai arm sling lagi.

Tadinya, Kinan memang harus pakai arm brace yang panjangnya sampai siku, tentu begitu saja lebih nyaman dari gips. Seminggu setelah itu, ketika Arwen mengajak Kinan periksa lagi, kakak ipar Arwen menyarankan untuk menggunakan arm brace yang lebih pendek, benar-benar memfokuskan pada pergelangan tangan Kinan. Tangan Kinan jadi jauh lebih bebas, meski belum benar-benar bisa mengangkat berat dan ikut bermain basket.

Meski sudah mengenakan arm brace yang lebih pendek dan sewaktu-waktu sudah boleh dilepas karena sebenarnya tangan Kinan sudah pulih, Arwen masih belum berhenti mengantar-jemput Kinan. Ya sesekali saja memang, kalau Arwen sedang tidak sibuk, sesuai janji mereka dulu. Tapi tetap, kadang Arwen memaksa menjemput Kinan dengan segala macam alasan. Paling-paling, kalau pagi atau siangnya tdak bisa menjemput Kinan, Arwen tetap menjemput Kinan ketika pulang les, agar sekalian makan malam bersama.

Hari ini pun Kinan sudah diwanti-wantu oleh Arwen, kalau pulang sekolah nanti Arwen yang jemput. Kinan setuju saja, meski sebenernya ia menolak karena masih memikirkan mungkin Arwen ada kerjaan. Jadi Kinan pastikan kalau Arwen benar-benar luang, jadi bisa tetap menjemput Kinan.

Kinan tidak mau Arwen memaksa menjemput Kinan, ya dengan supir atau asisten Arwen. Rasanya tidak sama, jadi Kinan selalu mengatakan untuk menjemputnya kalau Arwen memang tidak sibuk. Pun, Kinan rasa, siapa ia sampai bisa bolak-balik ke kantor Arwen kalau-kalau supir Arwen yang menjemput.

"Nanti siang gue gak ikut Gas."

"Hah? Asli lo gak asik banget Nan!"

"Gak asik apaan sih? Lagian kan gue emang masih belom boleh main basket."

"Halah alesan, bilang aja lo mau jalan kan sama bucin lo."

Kinan memicing, menyiku keras Bagas di sebelahnya. "Gue serius, nanti gue balik sama dia juga bukan buat jalan atau apa, buat periksain tangan gue, udah boleh buka atau belom."

"Hmm, terserah."

"Gue serius Gas."

"Iya ih! Tapi inget Nan, begitu lo boleh main basket lagi, lo harus ikut main basket lagi!"

"Iya, iya." Kinan memastikan, meski jawabnya malas-malasan. Ya bukan karena Kinan benar-benar malas, ia tidak mau kegiatan basketnya ketahuan orangtua, jadi belum bisa memastikan Kinan benar-benanr bisa kembali main basket atau tidak. Meski memang... Kinan rindu main basket, perasaan mengganjal yang dulu masih ada. Saat Kinan tidak bisa ikut pertandingan besar setelah UTS dulu.

Lagipula memang benar pulang nanti Arwen memang mengajak Kinan untuk datang lagi menemui Faris. Sudah dua minggu lebih sejak Kinan ganti pakai arm brace yang pendek, mungkin sudah sekitar dua bulan Kinan tidak bisa menggunakan tangan kanannya dengan semestinya. Sudah terlalu lama untuk dislokasi ringan, jadi Arwen ingin membawa Kinan menemui Fariz, untuk bertanya apakah Kinan sudah bisa beraktivitas seperti biasa.

Termasuk soal basket.

Minggu lalu Arwen diceritakan Kinan soal kegiatannya yang ikut basket sejak SMP. Untuk Arwen yang tidak pernah terarik dengan olahraga selain futsal semasa sekolah dulu, Kinan memperlihatkan keseruan cabang olahraga tersebut. Kinan cerita waktu ia berkali-kali terpilih jadi playmaker, seperti diberi kepercayaan lebih untuk mengatur timnya selain pelatih mereka. Ya tentu, Arwen makin bangga melihat sosok Kinan, selain di akademik, di olahraga pun rasanya Kinan unggul.

Lack of Sweet (BL) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang