Sekitar jam 12 siang, Arwen dan Andri baru pulang dari Kantor Polisi. Wajah keduanya tidak terlihat senang, terutama Arwen, Sulimah dan Kinan yang melihatnya saja paham kalau pria itu tengah emosi. Sulimah mengekori Andri ke ruang kerja sementara Arwen sudah melenggang ke atas.
Kinan di ruang tengah hanya diam. Ia melirik Tama di pangkuannya, sedang tertidur. Sejenak ia diam disana, inginnya menyusul Arwen, tapi Kinan takut kehadirannya malah mengganggu dan buat Arwen makin kesal. Matanya teralihkan pada handphone, pesan yang ia kirim untuk Winanti sama sekali belum ada balasan. Meski Kinan takut, tapi ia tetap mengirimi Winanti pesan, memberitau soal keadaan pagi tadi sampai saat ini.
“Kinan, berkas-berkas yang waktu ngurus kuliah itu dimana? Kamu yang simpen atau Arwen?”
“Kak Arwen Bu. Kenapa?”
“Oh gitu, coba kamu bantu Arwen cari dulu, ya?”
Kinan mengangguk kaku, liurnya ditegak susah payah. Ia sadar kalau itu pasti tenang ia dan orangtuanya. Entah, Kinan yakin saja kalau kasus ini akan panjang. Orangtuanya sudah bertindak kejauhan, tapi Kinan yakin Arwen dan keluarga keduanya tidak akan pernah menyerah soal Kinan.
Kakinya melangkah takut mendekati kamar Arwen. Pintunya terbuka, Kinan bisa dengan jelas mendengar Arwen bicara agak keras, mungkin dengan Ferdi di telpon, karena Kinan dengar nama Ferdi disebut berkali-kali. Ketika melongokan kepala untuk sekadar mengintip, Kinan lihat di meja Arwen sudah banyak berkas, bahkan ada beberapa lembar gambar, mungkin foto, Kinan tidak tau.
“K-kak?”
Arwen menoleh, telponnya baru dimatikan ketika ia lihat Kinan di ambang pintu. “Iya Kinan.”
Kinan dengar nada suara Arwen terdengar berbeda, lebih lembut dari yang ketika Arwen menelpon tadi. “Ibu minta berkas, mmm, berkas yang pas masuk kuliah dulu.”
“Oh, iya. Coba di rak sana, Nan. Aku simpen disana, semua berkas sama data kamu, semuanya ada kok.”
“Oke.”
“Yang organizer box biru itu, punya kamu semua Nan.”
“Iya Kak.” Kinan mengangguk, ia cari yang diperlukan, sama sekali tidak melihat Arwen yang Kinan yakin sudah kembali duduk di kursinya. Kinan tidak berani bertanya soal Kantor Polisi, hasilnya pasti tidak sesuai harapan Arwen, makanya ia bisa sekesal itu. “Aku bawa ini ke Ayah ya?”
“Iya, kalo butuh yang lain, cari disitu ya Nan. Atau nanti aku bawa semua ke sana. Ayah pasti perlu buat bukti, kasus ini.”
Kinan diam, langkahnya terhenti. Ia menoleh ke belakang, Arwen sudah fokus lagi, membaca kertas yang Kinan tidak tau isinya apa. Kinan kembali melanjutkan langkahnya, menuju ruang kerja, menemui Andri yang sama kacaunya. Dadanya terasa sesak, setelah selama ini, Kinan membawa pengaruh buruk pada keluarga Surawiredja.
“Yah?”
“Iya Nan.”
“Gimana tadi di.. Kantor Polisi?”
Andri melirik Sulimah sesaat, baru ke Kinan, menarik napas dalam dan menyuruh Kinan untuk duduk. “Kamu gak perlu khawatir, mereka gak akan bisa bawa kamu. Kita masih disudutin kalo kita nyulik kamu, gitu lah Nan, ini kita lagi cari semua bukti kalo kamu gak kita culik, kalo kamu diusir dari rumah, makanya kita bisa angkat kamu jadi keluarga kita. Ayah sama Arwen juga mau buktiin kalo kamu korban kekerasan dulu.”
“Yang buat laporan, bener orangtua aku?”
“iya. Tapi gak papa, kamu jangan takut. Laporan mereka gak kuat kok, ya mereka sewa pengacara, tapi kamu harus percaya sama kita. Kamu percaya kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lack of Sweet (BL) [COMPLETE]
Fiksi Remaja❝𝐾𝑖𝑛𝑑𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑖𝑠 𝑙𝑖𝑘𝑒 𝑠𝑢𝑔𝑎𝑟, 𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑒𝑠 𝑙𝑖𝑓𝑒 𝑡𝑎𝑠𝑡𝑒 𝑎 𝑙𝑖𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑠𝑤𝑒𝑒𝑡𝑒𝑟.❞ Tanggungjawab. Tanggungjawab. Dan tanggungjawab. Selalu itu dan itu saja. Rasanya mungkin berat, memuakan, tapi tidak juga kalau dibaren...