Terbutakan

44 22 5
                                    

Aira tersenyum melihat makanan yang sudah ia masukkan ke dalam kotak bekal, makanan itu ia masak sendiri.

“Alhamdulillah udah beres, tinggal aku yang sekarang siap-siap.”

Setelah selesai bersiap-siap, Aira membawa tas berisi kotak makan yang akan ia berikan kepada sang pujaan hati.

Aira mengeratkan pegangannya pada tas ketika melihat seorang perempuan duduk di depan Rasyid. Ia ingin berbalik arah, namun Rasyid malah melambaikan tangan padanya. Dengan berat hati gadis itu tersenyum dan masuk ke dalam toko.

Ia dan Tisya duduk bersebelahan, sedangkan Rasyid duduk di depan Tisya, tapi sekarang laki-laki itu sedang melayani pelanggan yang datang.

Di toko hanya ada Rasyid, karena hari ini Vania libur dan Rizky belum datang. Rasyid menghampiri kedua gadis itu ketika pelanggan sudah pergi.

“Kamu tadi kenapa diem aja di luar, Ai?” tanya Rasyid.

Gadis itu gugup, “A-anu, tadi aku lagi nginget-nginget mama nyuruh beli kue apa, iyaa ituu.”

Rasyid terkekeh karena melihat Aira yang gugup, “Ga usah gugup gitu ah.”

Aira hanya menganggukkan kepalanya dengan pipi yang sedikit bersemu merah.

Mereka bertiga pun mengobrol lagi, membicarakan hal-hal ringan tentang apa yang mereka lakukan selama SMA, lalu selama libur ini apa kegiatan mereka dan apa rencana mereka selanjutnya.

Obrolan mereka terhenti ketika Rizky, yang datang beberapa menit lalu, menyuruh Rasyid untuk membantunya di dapur dan kedua gadis itu disuruh untuk menjaga toko sebentar.

“Kamu mau lanjut kemana, Ai?” tanya Tisya memecah keheningan.

“Kayaknya ke kampus yang masih di daerah sini, ga dibolehin ke luar kota sama Mama.”

Tisya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai balasan.

“Kalo kamu?” tanya Aira.

“Hm… Belum tau, aku masih nunggu hasil SBMPTN.”

“Wahh, semangat ya.”

Tisya mengangguk, lalu bangkit dari duduknya karena ada pelanggan yang datang. Sedangkan Aira disuruh untuk memberitahu Rasyid dan Rizky bahwa ada pelanggan.

Setelahnya, keduanya kembali duduk. Aira melihat tas makanan yang ia bawa, untungnya tidak ada yang bertanya kenapa ia membawa tas makanan tersebut.

“Aku mau milih kue dulu, ya,” ucap Tisya kepada Aira.

Gadis itu hanya mengangguk, lalu memainkan ponselnya.

“Ai,” panggil Rasyid.

Aira mendongak, “Kenapa, Syid?”

“Maaf ya, kata Bang Rizky, kita ngga buka lowongan lagi. Soalnya kita bertiga aja udah cukup, gitu.”

Aira menggangukkan kepalanya, “Aaaa iya ngga apa-apa, mungkin aku bisa kerja di toko yang lain aja, hehe.”

Keduanya hanya diam, saling memperhatikan pujaan hati masing-masing. Pandangan Aira mengikuti Rasyid ketika laki-laki itu berdiri, ternyata ia menghampiri Tisya.

Aira sakit hati melihat keduanya saling tertawa dan melempar tatapan saling mengagumi. Ia ingin pergi, namun makanan yang ia buat belum ia berikan.

“Apa aku simpen aja di meja kasir, ya?” batin Aira.

Gadis itu terdiam beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya.

“Ngga, ngga akan, kalo gitu artinya aku kalah sebelum bener-bener perang dong? Ngga, aku bakalan alihin perhatian Rasyid ke aku.”

Kenangan dan Sayatan [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang