01 - Tentang mereka yang tak sama

969 77 11
                                    

>>> • <<<

Kau jadi harmoni
Saatku bernyanyi
Tentang terang dan gelapnya hidup ini
Kaulah bentuk terindah
Dari baiknya Tuhan padaku

Bukti - Virgoun

>>> • <<<



---- ephemeral ----

Ghaisan Jiannino, lelaki berparas nyaris tampan kelahiran Bandung ini suka sekali dengan yang namanya cokelat. Apapun yang ada cokelatnya, ia suka. Bukan hanya cokelat saja yang ia suka, Ghaisan juga suka dengan visual Anna dalam kartun Frozen. Gaga, Ghais, Jian, Isan-seperti itu orang lain memanggilnya. Tapi, Ghaisan sendiri lebih suka di panggil Jian.

Ghaisan merupakan anak bungsu dari tiga saudara. Kedua orang tuanya telah meninggal sejak Ghaisan berumur 9 tahun. Setelah menginjak bangku SMP, kedua Kakak perempuan Ghaisan menikah dan lebih memilih hidup bersama keluarganya. Bagaimana dengan Ghaisan? Yap, ia di telantarkan begitu saja oleh kedua Kakaknya. Sejak umur 15 tahun, Ghaisan lebih memilih mencari kerja dan tinggal di kost-an karena rumah peninggalan orang tuanya di jual oleh kedua Kakaknya. Dramatis sekali kehidupan sosok Ghaisan ini, tapi memang begitulah kenyataannya.

Alih-alih kesepian, justru Tuhan menitipkan dua orang yang begitu baik pada Ghaisan. Bahkan mereka menganggap Ghaisan seperti adiknya sendiri.

Pertama ada Haidar Karendy. Ghaisan sering memanggilnya Bang Ren. Karena usia keduanya terpaut satu tahun. Karendy memiliki sifat santai dan tidak bertele-tele, ngegas selalu menjadi andalannya. Apalagi kalau marah, Karendy bisa memecahkan satu lusin gelas. Ngeri, bukan? Tapi, santai saja, Karendy orangnya baik banget. Sebenarnya dia itu anak orang kaya, tapi lebih memilih tinggal di kost-an di banding rumah aslinya yang berada di Jakarta. Baiknya yaitu; suka beliin makanan buat Ghaisan, dia juga orangnya dermawan (tiap hari jum'at selalu sedekah sama anak-anak panti) apalagi kalau ada uang lebih, Karendy suka membelikan Ghaisan cokelat dairy milk. Baik banget, kan?

Kedua ada Naufal Jaelani Abidin. Sama dengan Karendy, Naufal juga berbeda satu tahun dengan Ghaisan. Ghaisan sering memanggil laki-laki itu 'Bang Nopal bahenol'. Laki-laki kelahiran Bogor ini memiliki kepribadian ambivert. Ya, dia bisa berubah menjadi humoris ataupun cuek bebek. Berubah bukan berarti menjadi Captain America ataupun Metrobot ex ex ex- sudahlah! Bang Nopal ini usil sekali orangnya. Dia suka gangguin atau habisin barang milik Ghaisan tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pernah suatu waktu, Ghaisan tidak ingin bertegur sapa lagi dengan Naufal. Namun, berkat nasehat Karendy mereka bisa berbaikan seperti semula.

Maka dari itu Ghaisan tidak pernah merasakan kesepian karena tak memiliki keluarga yang lengkap.

Di temani sunset sore hari dengan sebungkus coklat seharga lima ratus perak, Ghaisan menatap matahari yang mulai tenggelam itu di atas atap cor-an. Matanya sesekali menyipit karena sinar matahari masuk lewat celah retinanya.

"Ghais, bantu gue dong!" Suara itu berasal dari bawah tangga kost yang menampilkan Naufal dengan satu tangan yang menjulur pada Ghaisan.

Ghaisan lantas berjalan ke arahnya, lalu menarik uluran tangan tersebut.

"Nggak kerja lo?" tanya Naufal seraya menoleh pada Ghaisan yang sibuk mengunyah cokelatnya.

Ghaisan menggelengkan kepalanya. "Hari ini gue ambil cuti dulu, capek!" keluhnya, kemudian membuang kemasan coklat itu ke bawah.

"Kalau mau, gue bisa bantu lo. Gue bisa bagi dua uang dari bokap buat lo," ucap Naufal namun mendapati gelengan kepala dari Ghaisan.

"Udah cukup gue membebani kalian. Lagipula, bokap lo kerja buat lo, bukan buat gue. Toh, dia juga kagak kenal gue," ujar Ghaisan menatap matahari yang kini tinggal separuh lagi wujudnya.

Naufal tampak menggelengkan kepalanya pelan. Ia terkekeh, kemudian mendongak menatap iris hitam kelam itu. "Tapi lo udah gue anggap kayak adik sendiri, Gha. Lo masih perlu istirahat yang cukup. Pulang sekolah harusnya istirahat, bukan kerja." imbunya menepuk bahu Ghaisan pelan.

Ghaisan menggeserkan tangan Naufal yang sekenanya bertengger begitu saja di bahu kirinya.

"Gue udah biasa, Bang. Gue terbiasa dengan ini dari SMP," tukasnya membuat Naufal geming di tempat.

Setelah percakapan sore itu, hanya keheningan melanda keduanya. Suara murotal ayat suci al-qur'an dari speaker masjid mulai terdengar menandakan waktu akan memasuki maghrib.

"Jian?! Naufal?! Mau martabak nggak? Tapi sholat maghrib dulu ke mesjid!" Suara teriakan itu terdengar dari bawah. Itu adalah Karendy yang terlihat naik ke atas dengan baju koko putih serta sarung wadimor hitam yang melekat di tubuhnya.

"Duluan, kita siap-siap dulu." Ghaisan mengangguk seakan ia mengiyakan ucapan Naufal. Mereka kemudian turun dari balkon meninggalkan keheningan disana.

Tak membutuhkan waktu beberapa lama. Keduanya siap dengan baju koko serta sarung dan juga peci. Karendy sudah berangkat terlebih dahulu dengan bapak-bapak tetangga. Terdengar suara adzan khas dari seorang Karendy yang menggema di masjid.

---- ephemeral ----

Setelah pulang dari masjid, tiga saudara gadungan itu makan martabak pecenongan yang tadi sore Karendy beli di Jalan Mekar Laksana Nomor 17. Setiap di transfer uang oleh Mama dan Papanya, ia selalu mampir sekadar membeli martabak rasa keju cokelat.

Tak hanya martabak saja. Ia juga membelikan cokelat dairy milk untuk Ghaisan dan snack sereal untuk Naufal. Ah, Karendy itu tipe abang idaman sekali.

"Buat lo," ucap Karendy memberikan sekantong plastik berwarna putih dengan logo alfamart untuk Ghaisan.

"Anjway, dwairy mwilk!" Naufal memekik ketika mulutnya masih di penuhi dengan martabak rasa keju, membuat Karendy menggeplak tengkuk laki-laki itu.

"Gak sopan lo!" tukas Karen menatapnya tajam. Sedangkan Naufal hanya manggut-manggut dan menyengir seperti kuda.

"Btw makasih, Bang Ren!" Ghaisan menerimanya dengan hati yang berbunga. Karendy hanya mengangguk sebagai jawaban.

Makan bersama dengan penuh canda dan tawa layaknya sebuah pesta kecil. Mereka hanyalah orang lain yang terlihat seperti keluarga. Bahkan mereka tak pernah mengetahui asal-usulnya bagaimana dan dari mana.

Mereka bertiga selalu bersama. Selalu ada penegah ketika salah satu dari mereka bertengkar. Layaknya sebuah benteng yang menjunjung tinggi, kokoh akan kekuatannya. Itulah Ghaisan, Naufal, dan Karendy. Para remaja yang sama-sama mengenal apa artinya dari sebuah keluarga.

Tentang Ghaisan, dia memang tidak punya keluarga. Bahkan bisa di bilang, Ghaisan itu sebatang kara. Tapi disini, Ghaisan tidak sendirian. Ia memiliki Naufal dan Karendy.

Tentang Karendy, ia berasal dari keluarga orang kaya. Namun, kedua orang tuanya itu gila kerja. Mungkin jika di suruh pilih uang, mereka akan memilih uang. Karena bagi mereka; uang adalah segalanya. Tapi bagi Karen, uang tidak bisa membayar kasih sayang orang tua pada anaknya.

Tentang Naufal, dirinya terlahir dari keluarga sederhana. Sejak lahir, ia tak pernah melihat bagaimana rupanya seorang Ibu. Naufal tumbuh besar tanpa adanya Ibu. Ia di besarkan oleh Ayah yang kini bekerja sebagai arsitek. Naufal merasa selalu membebankan sang Ayah, namun Ayah tidak pernah merasa terbebani. Ayah juga tidak pernah mengekang hidup Naufal. Maka dari itu, ia membiarkan Naufal untuk hidup sendiri di rumah kost.

Itulah perbedaan dari ketiga saudara gadungan. Disini, mereka benar-benar tahu artinya kebersamaan dalam keluarga.

---- ephemeral ----


- b e r s a m b u n g -

Ephemeral | Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang