BAGIAN 7

2 2 0
                                    

Aneh, aku merasa hari ini begitu berbeda. Entah kenapa secara tiba-tiba Ayah dan Kakak mengajak aku untuk sarapan bersama pagi ini. Kebetulan hari ini weekend jadi, mereka tidak akan pergi kemana-mana. Hanya saja pasti memiliki kesibukan masing-masing. Bukan aku tidak senang diajak sarapan bersama ini lebih dari kata senang. Setelah beberapa kejadian yang terjadi, ketidaksukaan mereka terhadapku, semua tuduhan mereka membuat aku sedikit tidak percaya akan hal ini.

Aku berusaha untuk tidak menaruh curiga terhadap Ayah dan Kakak, aku lantas duduk berhadapan dengan Rachel, setelah kejadian satu minggu yang lalu, dimana Rachel putus dengan pacaranya dan menyalahkanku dia sama sekali tidak pernah mau jika berpapasan denganku.

Namun, pagi ini sedikit senyum yang diberikan Rachel kepadaku, mampu membuat hatiku menghangat. Untuk pertama kalinya aku merasakan kehangatan ini. Aku sangat senang jika Rachel tersenyum kepadaku, meskipun itu hanya sedikit. Tetapi, aku masih tidak tahu sebetulnya ada apa dengan mereka, kenapa secara tiba-tiba bersikap seperti ini kepadaku.

“Naura,” Ayah mulai membuka suara sambil membenarkan posisi duduknya.

Aku terteguh kala Ayah memanggil namaku, hatiku menghangat. Detak jantungku sekarang sudah mulai tidak karuan. Belum juga Ayah berbicara banyak tetapi, perasaanku sudah tidak karuan seperti ini.

“Iya, kenapa Ayah?” tanyaku berusaha bersikap seperti biasa.

“Atas semua kejadian yang sudah terjadi, Ayah mau minta maaf sama kamu karena sudah bersikap tidak selayaknya seperti Ayah.”

Aku bingung, kenapa tiba-tiba Ayah meminta maaf kepadaku. Harusnya aku senang bukan? Tapi kenapa aku malah dibuat bingung sekarang. “Ma--maksud Ayah?” Aku kembali bertanya.
“Ayah sudah tahu, kalau penyebab meninggalnya Ibu itu bukan kamu. Itu murni karena Ibumu kehabisan darah setelah mengalami pendarahan yang hebat. Kemarin Ayah dan Kakakmu menemuin Dokter yang membantu Ibumu melahirkan.”

Jelas ucapan Ayah mampu membuat badanku gemetar dan air mata yang sudah menetes membasahi pipiku ini. Aku sangat senang dan lega mengetahui fakta ini, tapi bagaimana mungkin mereka secepatnya ini bersikap baik kepadaku.

Ya tuhan, apa semua yang Ayah ucapakan ini benar? Kenapa aku masih belum sepenuhnya percaya akan semua ini. Mengingat kembali perlakuan mereka terhadapku seperti apa. Itu tak mampu membuat rasa sakit dihati ku sepenuhnya hilang.

Flashback on

seorang laki-laki bertubuh tidak terlalu besar sedang berjalan melewati lorong rumah sakit, dengan seorang perempuan cantik yang sudah pasti diyakini kalau itu putrinya. Mereka berjalan dengan wajah yang sangat serius, seolah-olah mereka sedang mencari sebuah bukti dan kebenaran dirumah sakit ini.

Setelah sampai ke ruangan yang mereka tuju yakni ruangan Dokter Bram. Mereka mengetuk pintu terlebih dahulu lalu masuk ke dalam.

“Silahkan duduk Pak,” ucap Dokter Bram mempersilahkan duduk.

Hendra dan Rachel kemudian duduk. Di atas meja sudah terdapat beberapa map entah map tersebut berisikan apa saja. Dokter Bram tersenyum simpul.

“Jadi bagaimana Dok, apa penyebab sebenarnya?” tanya Hendra dengan raut wajah yang sudah tidak sabar.

Dokter Bram menghela napas terlebih dahulu.”Begini Pak, setelah Bu Wulan melahirkan putrinya. Beliau mengalami pingsan akibat pendarahan yang hebat. Namun, setelah lebih dari 10 menit beliau pingsan, lalu kami periksa detak jantungnya ternyata sudah tidak berdetak lagi. Mungkin kami tidak menyadari kalau beliau memang sudah tiada setelah melahirkan putrinya hanya saja kami tidak menyadari itu karena panik melihat darah yang terus keluar, sampai beranggapan Bu Wulan itu pingsan. Kami minta maaf Pak.”

Penjelasan Dokter Bram mampu membuat tubuh Hendra dan Rachel menegang. Jadi selama ini dia sudah sangat salah menuduh Naura putrinya sendiri. Sesak sekali dadanya saat ini, apa yang sudah ia lakukan pasti membuat hati putrinya itu sangat sakit, mungkin sudah hancur.

“Ayah,” Rachel bersuara dengan nada pelan dan sedikit bergetar.

Rachel sendiri menyadari bahwa selama ini, ia sudah salah selalu menuduh Naura. Selalu beranggapan jika Naura adalah sumber masalah.

Hendra menggenggam tangan Rachel begitu kuat.

“Baik Dok terimakasih untuk semua penjelasnya. Kalau begitu saya dan anak saya permisi dulu,” ucap Hendra sambil menjabat tangan Dokter Bram begitupun dengan Rachel.
“Sama-sama Pak.”

Hendra dan Rachel kemudian keluar dari ruangan Dokter Bram tersebut. Dan segera pulang, hanya satu yang ada dipikiran mereka saat ini, sampai rumah lalu minta maaf kepada Naura.

Flashback of

***
“Jadi begitu Naura. Ayah minta maaf selama ini sudah menuduh kamu, tidak sayang sama kamu. Memperlakukan kamu tidak seperti layaknya putri Ayah,” ucap Hendra yang sangat menyesali perbuatannya selama ini.
Air mataku sudah tidak bisa di tahan lagi. Aku mendekat untuk memeluk Ayah. Ayah  membalas pelukanku. Jadi, seperti ini rasanya dipeluk oleh seorang Ayah. Ya Tuhan hangat dan nyaman sekali rasanya, tangisku semakin menjadinya sampai aku terisak. Begitupun dengan Ayah yang kali ini menangis.

Rachel bangkit dari duduknya, mendekat kearah aku dan Ayah lalu ikut memelukku. Tangisnya pecah seketika, Ayah memeluk kami berdua begitu erat. Aku sangat amat senang bisa merasakan pelukan dari mereka seperti ini. Benar kesabaranku selama ini kini telah membuahkan hasil.

Aku melepaskan pelukan mereka, menatap mereka dengan tidak percaya jika semua akan terjadi seperti ini. Kini tatapan tajam dari Ayah dan Kakak sudah berganti dengan tatapan yang begitu sangat hangat.

“Gue minta maaf selama ini udah jadi Kakak yang gak baik buat lo, udah selalu nuduh lo penyebab meninggalnya Ibu. Maaf.”

Rachel mengenggam tanganku begitu erat, lalu memelukku. Bagaimana bisa aku tidak menangis dengan perlakuan ini, kami berdua menangis dalam pelukan. Disatu sisi aku senang tetapi, disatu sisi yang lain aku masih tidak percaya. Aku melepaskan pelukan Rachel.

“Sebelum Ayah dan Kakak minta maaf sama aku, aku udah maafin kalian berdua. Terlepas sama apa yang sudah terjadi, aku selalu berusaha untuk menerima itu semua. Aku sangat berterimakasih karena kalian sudah mau percaya dan menerima aku di sini. Ayah dan Kakak maafin aku juga kalau selama ini belum bisa menjadi putri dan adik yang baik untuk kalian berdua.”

Aku tersenyum menggenggam tangan mereka berdua. Terimakasih Tuhan sudah memberika hadiah terindah dari kesabaranku ini.

“Terimakasih nak, kamu memang putri Ayah yang sangat baik seperti Ibumu. Nanti kita pergi ke makam Ibu sama-sama ya,” ucap Hendra dengan nada haru.
“Makasih Naura udah sudi memaafkan semua kesalahan yang selama ini udah gue perbuat sama lo,” timpa Rachel.

“Iya, sama-sama Yah, Kak. Aku sayang sama kalian.”

Aku kembali memeluk mereka.”Kami juga sayang sama kamu Naura,” ucapan mereka berdua kembali membuat hatiku menghangat.

Akhirnya setelah penantian yang cukup panjang kesabaranku ini, hari ini semua terjawab sudah, bukan aku penyebab Ibu meninggal. Karena, itu memang murni Ibu kehabisan darah. Terima kasih Tuhan sudah menjawab semua doa dan kesabaran aku selama ini. Aku sangat amat bahagia sekali hari ini.

***
Sore harinya kami sama-sama pergi berziarah ke makam Ibu. Betapa sangat rindunya aku sama Ibu. Setelah melewati beberapa makam, akhirnya kami sampai juga di makam Ibu. Kami bertiga lalu berjongkok dan berdoa untuk Ibu, selesai berdoa kami menaburkan bunga di atas makam Ibu.

“Wulan, maafkan aku baru sempat mengunjungimu kembali. Wulan ternyata putri yang sudah kau lahirkan ini begitu cantik dan baik sekali. Maafkan aku selama ini sudah bersikap tidak seperti Ayah kepada putriku sendiri.”

Hendra mengusap nisan Ibu. Aku begitu terharu mendengar ucapan Ayah, sampai-sampai dengan tidak sadar air mataku menetes pun dengan Rachel.

“Ibu, Rachel juga minta maaf baru kesini. Maaf karena Rachel tidak bisa menjadi Kakak yang baik untuk adik Rachel sendiri.” Kini giliran Rachel yang berkata demikian.

“Ibu, aku begitu sangat senang. Karena sekarang Ayah dan Kakak sudah mau menerima kehadiranku, doakan ya Bu semoga kami terus bersama-sama dengan saling menyayangi satu sama lain.”

Terimakasih untuk hari ini Tuhan. Aku sangat senang dan bahagia sekali, semoga ini akan seterusnya terjadi dan tidak ada lagi masalah yang datang kepadaku.

Kami bertiga kemudian berpelukan satu sama lain, seolah memberikan kekuatan. Di depan makam Ibu, aku yakin Ibu pasti tersenyum bahagia melihat semua ini. Selesai beziarah kami bertiga memutuskan untuk pulang kerumah, karena hari sudah semakin gelap. Lagi pula aku belum menyiapkan makanan untuk makan malam nanti.

Setelah sampai di rumah, aku langsung beranjak ke dapur untuk memasak. Ternyata Rachel mengikutiku dari belakang, aku menoleh dan kaget.

“Gue, bantuin.” Dia tersenyum lalu membantu aku memotong sayuran.

Aku senang akhirnya bisa masak berdua bersama Rachel, sungguh ini kejadian yang sangat langka bagiku. Kami saling membantu untuk memasak, aku yang memasak sedangkan Rachel yang memotong-motong sayuran. Cukup lama berkutit di dapur akhirnya masakan kami berdua sudah jadi.

Lantas aku yang di bantu Rachel menata makanan tersebut di meja makan. Selesai itu kami bertiga makan malam bersama. Moment yang sangat aku inginkan ini bisa terwujud juga sekarang, meskipun harus menunggu waktu yang sangat lama sekali.

Makan malam begitu kami nikmati, jadi begini ya rasanya makan bersama keluarga di meja makan. Lebih terasa enak makanannya. Selesai makan malam, kami bertiga langsung masuk ke kamar, untuk melanjutkan aktivitas kami masing-masing.

***

Bersambung ....

Follow igisantika

Di Mana Kasih Sayang Untukku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang