Memahami

570 97 13
                                    


Ia merasa begitu bodoh sudah membiarkan dirinya berpikir bahwa lecet di wajah ZheHan hanyalah luka yang tertinggal di sana. Salah, salah besar. Ada dorongan amarah yang meluap menyisakan pahit kala ia melihat memar tak kecil mencemari kulit putih di bawah tulang iganya dalam warna kelabu keunguan.

Tak ia hiraukan napas ZheHan yang tercekat, ataupun matanya yang melotot mengkritisi tindakannya yang menyelonong tanpa izin saat ia baru melepas tiga buah kancing kemeja. Meski sudah menghuni satu kamar, setiap malam tidur di ranjang yang sama, menghirup satu udara dalam lelap bersamaan, ZheHan masih tak ingin membuka baju di depan Gong Jun. Ia masih belum siap dengan keintiman di tahap itu.

Udara panas membuat tak ada sehelai kaos dalam melapisi bawah kemeja, memberikan celah bagi Gong Jun untuk menangkap memar itu. Tak ada sesayat luka pun di tubuh Gong Jun, namun ia merasa nyeri meraung-raung di bawah dadanya. Bekas luka hasil ukiran timah panas bermalam-malam lalu di dadanya membangkitkan kembali rasa sakit yang mengundang sesak.

Sembilu yang terhujam dari mata ZheHan tak menghentikan langkahnya untuk menghampiri pria yang tengah terduduk di tepi tempat tidur itu.

"Biar ku lihat." Ucapnya tanpa berpikir. Tangannya bergerak tanpa persetujuan akal jernih. Ia menghentikan ZheHan dari mengancingkan kembali kemejanya yang sudah separuh terbuka.

"Aku tidak apa-apa." Sanggahan ZheHan hanya membuatnya semakin gigih ingin menengok lebam yang membulat gelap di balik kain biru laut itu.

Gong Jun mengepal tepian kemeja berderetkan kancing-kancing bening, keringat dingin menjelma titik-titik embun di keningnya. Giginya bergemeletuk menahan amarah yang ingin menampakkan bayang gelapnya.

Tapi ia bisa apa? Ia tak pernah merasa setakberguna ini sebelumnya. Selain mengobati luka itu, ia bisa apa?

Katakan ZheHan, apa yang harus aku lakukan?

"Gong Jun, aku tidak apa-apa."

Suara itu terlantun lembut, menyusup melalui pekat yang membekap rapat hati Gong Jun. Rasa tak berdaya melemaskan lutut Gong Jun, membuatnya duduk bersimpuh di depan ZheHan.

Aku harus apa, ZheHan?

'Gong Jun, aku tidak apa-apa.' Gong Jun ingin menertawai dirinya sendiri.

"Berhentilah ZheHan, ku mohon." Seuntai kalimat meluncur begitu saja dari bibirnya yang putus asa. Tak ada lagi seruan semangat, dorongan penuh optimisme, acungan ibu jari yang menyertai kata yang terucap yakin, 'Kau pasti bisa, Officer Zhang.'

Yang tertinggal mengakar tunggang hanyalah rasa takut tak terjinakkan. Rasa takut akan kehilangan.

Ak tak ingin kehilanganmu.

Bayang kelabu di wajah ZheHan menampakkan ekspresi terkhianati. Gong Jun merasa seperti dikenai tamparan. Tapi ia tak peduli. Ia tak peduli selama ia bisa menjauhkan ZheHan dari intaian bahaya, menyembunyikannya dari tangan-tangan keji haus darah.

"Aku tak ingin kau celaka lagi. Ini terlalu berbahaya. Berhentilah. Biarkanlah, biarkanlah kasus itu. Pelakunya sudah tertangkap, publik tidak akan bertanya apa-apa lagi. Tidak akan ada yang tahu kalau ada pelaku lain. Tidak ada yang peduli dengan itu. Berhentilah, ya? Ku mohon." Gong Jun tak peduli dirinya terdengar begitu menyedihkan saat itu. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya menghentikan ZheHan dari menjemput bahaya.

Ia tak tahu, tatapan jijik ZheHan terasa lebih menyakitkan daripada tembakan peluru yang menggurat bekas di dadanya.

"Aku salah." Lirih bergetar suara itu terucap. Sentakannya pada tepian kemeja mengguncang kepalan tangan Gong Jun untuk terlepas. Didekapnya pinggiran kemeja yang belum terkancing itu mengelilingi dadanya yang telanjang. "Aku salah mengira kau mengerti aku, memahamiku."

Tentangmu, Tentang Kita 【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang