Mulut senjata api itu bulat sempurna. Berisikan pekat yang merenggut nyali. Hitam, seolah menghisap jiwa untuk ikut masuk ke dalam ketidakterbatasannya. Di dalam gelap itu, nyawa Gong Jun akan tergadai. Dari sana, ada maut yang mengintai.
Sampai sinikah hidupnya akan tergaris? Di batas inikah semua akan berakhir? Pernikahannya, kehidupan rumah tangganya, cintanya untuk ZheHan.
ZheHan.
Suamiku yang indah.
Sampai sinikah ia bisa menikmati halusnya kelopak-kelopak mawar yang baru saja merekah di musim seminya?
Ia menunggu. Menunggu tembakannya yang kedua. Dia telah merasakan bagaimana rasanya tertembak, tertembus peluru timah. Akankah rasanya sama saja kali ini? Atau akankah ia mati sebelum sakit sempat menyentuh syaraf sensorik?
Di saat genting seperti itu, yang memenuhi kepalanya masih seorang Zhang ZheHan. Kematiannya tak akan menjamin ZheHan bisa lolos dengan selamat dari ruang pengap penuh debu ini. Kematiannya bukan sebuah garansi ZheHan bisa keluar dari cengkeraman pria tidak waras yang menyebut dirinya kepala polisi itu.
Putus asa. Hilang harap. Gong Jun tak tahu harus bagaimana.
Tapi tembakan yang dinanti-nantinya itu, tidak pernah datang.
Pistol yang tergenggam angkuh di tangan pria itu terlepas, melayang jauh, hingga berguling-guling di atas lantai. Sebuah tendangan yang terarah begitu akurat bertumbukan dengan genggaman tangan pria itu, menculik senjatanya sampai terpental di luar jangkauan. Jatuh di dekat kaki Gong Jun. Seraya mengirimkan tatapan penuh rasa terima kasih kepada ZheHan akan tendangannya yang begitu hebat meski dalam posisi terikat, Gong Jun menyepak benda berpeluru itu entah ke mana. Jauh, jauh hingga lenyap dimakan gelap.
Gong Jun bernapas. Ia menghirup udara yang hampir direnggut paksa dari haknya. Sesaat ia mensyukuri jangka hidupnya yang diperpanjang. Untuk saat ini.
Pria itu murka, keruh mukanya menghadap ZheHan yang menatap penuh benci. Darah Gong Jun dingin mengalir di pembuluhnya, berdesir meninggalkan pecahan-pecahan es yang membekukan.
Pria itu mencengkeram leher ZheHan.
"LEPASKAN DIA!"
"Akan ku bunuh kau. Akan ku bunuh seperti aku mengakhiri nyawa Gao Chong sialan itu."
ZheHan terbatuk. Air mata terbentuk di tepian matanya. Bukan, bukan karena tangis. ZheHan tak pernah menangis karena takut. Pria sok kuat itu.
"LEPASKAN DIA, BRENGSEK!"
"Kau pikir aku tidak bisa membunuhmu tanpa senjata? Dengan tangan kosong pun aku bisa mengakhiri nyawamu."
Tawa nyaring menggema di dalam ruangan berpenerang satu buah bola lampu itu. Tawa yang terpekik keras, hingga menenggelamkan suara teriakan Gong Jun yang penuh umpatan, ancaman. Ancaman kosong.
Gong Jun memberontak di tempatnya. Sampai kaki dari kursi yang menempel pada tubuhnya seperti parasit mengetuk-ngetuk marah di permukaan lantai. Gong Jun mengutuk tali yang membelit dirinya. Hingga nyeri ia mencoba untuk lepas, namun tali itu sungguh keras kepala, seperti ZheHan.
ZheHan. Ya Tuhan, ZheHan.
Apa Gong Jun akan melihatnya mati di sini tanpa melakukan apapun? Apa ia hanya akan duduk manis sambil menyaksikan nyawa meninggalkan tubuh itu?
Tidak. Tidak hari ini. Tuhan masih menyayangi mereka hari ini.
Pintu di sisi ruangan berdebam terbuka, gemanya membahana memenuhi semua sudut. Tangan pria itu terlepas karena terkejut. Reflek ia berbalik melihat apa yang telah mengganggu hiburannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangmu, Tentang Kita 【END】
RomanceGong Jun menerima perjodohan itu karena ia terpesona, dan jatuh cinta pada pandangan pertama pada pria yang akan menjadi suaminya. Pernikahan yang ia impikan menjadi sebuah bab baru penuh kebahagiaan, ternyata harus menjadi sebuah kisah kelam. Bunga...