Saling Menemukan

827 101 3
                                    

Luka di kepalanya tak serius. Bukan cedera parah yang mengharuskannya bermalam di rumah sakit. Meski ZheHan terlihat ingin agar ia tak beranjak dahulu dari ranjang keras yang pernah menyanderanya dulu itu, Gong Jun tetap menggeleng, menolak pinta yang terpantul dari mata lebarnya. Gong Jun hanya ingin pulang. Pulang ke rumahnya, rumah mereka. Bersama ZheHan.

Entah masih berapa cuil waktu yang tersisa sebelum malam beranjak pergi berganti pagi. Ia ingin mengais sisa-sisa malam yang masih bisa dinikmati. Ingin ia rengkuh berapa menitpun waktu yang tertinggal, meski itu hanyalah dengan berbaring di atas tempat tidurnya tanpa bisa menyentuh lelap.

ZheHan berbaring di sampingnya. Matanya terpejam. Pelupuknya tertutup menyembunyikan bola mata yang selalu Gong Jun kagumi. Napasnya masuk dan keluar dengan irama yang teratur. Dadanya naik dan turun dalam tempo yang bisa Gong Jun hitung. Satu, dua, naik. Satu, dua, turun.

Gong Jun menghitung alunan napas ZheHan, tenggelam dalam damai yang melingkupi sosok indah itu. Ingin ia sentuh, ingin ia tarik dalam dekapan. Namun ia takut akan mengganggu lelapnya. ZheHan tertidur begitu pulas. Mungkin kalah oleh deraan lelah, atau mungkin tubuhnya hanya ingin merebah karena semua hal yang telah terjadi.

Gong Jun berusaha untuk tak menyentuhnya. Namun sepertinya, bukan sentuhan Gong Jun yang merampas pulas itu. Gong Jun tak menyentuh ZheHan di manapun, tapi ZheHan menampakkan tanda bahwa lelap hendak ditarik paksa darinya. Raut damai itu berubah. Dahinya mengernyit, alisnya hampir menyatu. Bibirnya terbuka dalam pekik sunyi tanpa suara.

Gong Jun mengetahui tanpa berpikir dalam. ZheHan sedang mengalami mimpi buruk.

Ia baru saja ingin meraih tubuh itu ke dalam kenyamanan dekapannya, berusaha menghalau mimpi buruk yang melanda, saat mata ZheHan terbuka. Lebar, liar mengedar di tengah gelap kamar tidur. Tubuhnya tersentak tiba-tiba, terguncang oleh kengerian yang baru saja dilihatnya di alam mimpi. Apapun itu.

"ZheHan, hei." Gong Jun menyentuh lengannya yang gemetar, suaranya lembut menenangkan. "Tak apa. Itu hanya mimpi. Semua baik-baik saja."

Tangan Gong Jun berpindah. Telapaknya singgah di pipi ZheHan yang sudah setengah basah oleh keringat dingin. Diusapnya pipi halus itu hingga badai di mata ZheHan mereda, dan kembali menampakkan kilau yang tenang.

Sehembus napas mengalir dari bibir ZheHan. Aliran napas yang memberitahu Gong Jun betapa lega ZheHan saat itu. Tangan ZheHan meraba-raba di tengah remang, menyentuh Gong Jun di manapun yang ia bisa jangkau. Seolah ingin memastikan Gong Jun masih di sana, bernapas di sampingnya.

"Semua baik-baik saja." Gong Jun kembali berkata. Entah ia ingin meyakinkan ZheHan, ataukah dirinya sendiri.

"Gong Jun." Nama Gong Jun terucap lirih, terucap penuh makna. Seperti ada beragam hal yang ingin ia sampaikan dalam seucap nama itu. ZheHan tak melanjutkan. Tapi Gong Jun bisa mengerti.

"Aku di sini." Ujarnya, seraya mengambil tangan ZheHan yang terkulai di antara mereka. Ditempatkannya tangan itu di pipinya. "Aku di sini."

Mata ZheHan memejam sejenak. Napas berat kembali ia hembuskan. Saat mata itu kembali terbuka, segaris senyum tipis mulai nampak di bibirnya. Samar, namun tetap ada. Gong Jun masih mengenali senyum itu meski di tengah gelap.

"Jangan lakukan itu lagi, Gong Jun. Jangan terlibat ke dalam bahaya bersamaku."

Pinta yang mustahil.

"Aku tak ingin kehilanganmu."

"Aku juga tak ingin kehilanganmu." Gong Jun menyahut, tegas, tak memberikan ZheHan kesempatan untuk berargumen. "Kau tak bisa menyuruhku untuk tak berbuat apapun saat kau berada dalam masalah. Apapun itu. Kita sudah menikah, ZheHan. Aku suamimu, sudah tugasku untuk menjagamu."

Gong Jun meremas lembut tangan ZheHan yang berada di pipinya. Senyum samar ZheHan menghilang sama sekali. Berganti dengan emosi lain yang tak bisa Gong Jun cerna.

"Tapi meskipun aku sudah menjadi suamimu, aku tak punya hak untuk mengekangmu. Meski aku ingin sekali mencegahmu terjun ke dalam bahaya, aku tau aku tak bisa. Aku tak bisa menguncimu di dalam lemari selamanya. Saat itu aku sadar, aku sungguh egois. Aku minta maaf, ZheHan. Aku minta maaf sudah gagal memahamimu. Aku tak akan memintamu lagi untuk berhenti. Aku tak akan mencegahmu menyelidiki kasus-kasus itu. Tapi ZheHan, jangan minta aku untuk berhenti menjagamu, melindungimu. Aku tak bisa." Ia menggeleng di akhir kalimatnya. Matanya sendu menatap ZheHan dengan kilat memohon yang amat jelas.

Roda gigi seperti tengah berputar di kepala ZheHan. Ia mengerjap, menelaah kata demi kata yang terucap oleh Gong Jun. Pemahaman masuk meresapi rongga-rongga otaknya, menyusup ke celah-celah hatinya. ZheHan, tengah belajar sesuatu yang baru hari itu.

Bukankah Gong Jun juga begitu? Dia juga masih belajar. Mereka masih belajar. Belajar saling memahami, belajar saling mengisi kehidupan satu sama lain. Kehidupan pernikahan yang masih seumur jagung itu memberikan banyak hal untuk dipelajari. Gong Jun belajar untuk tidak egois. ZheHan belajar untuk tidak keras kepala.

Pernikahan adalah sebuah bahtera yang dinahkodai dua orang. Meski keduanya berbeda dalam banyak hal, tapi kemudi yang dipegang masih satu, tujuannya juga satu. Menuju ke sebuah tanah kebahagiaan. Kesatuan itu hanya bisa diperoleh jika kedua insan yang terikat dalam satu bahtera itu bisa saling mengalahkan ego masing-masing, dan saling melengkapi kelebihan, juga kekurangan satu sama lain. Maka akan terciptalah sebuah kapal yang tak akan goyah meski terhempas badai, ataupun topan pembelah lautan.

Mereka berdua, masih memiliki banyak hal untuk dipelajari. Waktu mereka masih panjang. Gong Jun tak akan berhenti berusaha untuk memahami ZheHan. Tak akan lelah ia mencoba untuk lebih mengenal suaminya itu.

"Maafkan aku juga, Gong Jun." ZheHan bersuara setelah hening yang cukup lama. Senyum tipis itu kembali terhias di bibirnya. "Aku terlalu keras kepala. Aku terlalu gegabah hingga aku tak memikirkan keselamatan orang lain. Mulai sekarang, aku berjanji akan lebih berhati-hati." Ia menghela napas. Ibu jarinya membelai pipi Gong Jun dengan lembut. "Aku berjanji aku akan mendengarkanmu."

Kalimat itu sudah cukup untuk menghalau gundah di hati Gong Jun. Desahan lega ia hela seraya merengkuh tubuh ZheHan ke dalam peluknya. Dikecupnya dahi ZheHan yang lembab oleh peluh.

"Terima kasih. Terima kasih sudah percaya padaku."

Terima kasih sudah hadir dalam hidupku.

*

(Bersambung)

Tentangmu, Tentang Kita 【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang